Agrofarm.co.id-Catur Endah Prasetiani, Plt Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan, karet dapat ditanam di areal hutan dengan Perhutanan sosial, ditanam dengan pola agroforestry atau wana tani.

Contoh Perhutanan sosial karet yang sudah berdiri adalah Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring, Kabupaten Tanah Laut , Kalsel seluas 400 ha. Bibit karet mendapat bantuan dari JIFFRO Jepang dan Bridgestone, padi gogo dari dinas pertanian, benih ikan dan budidaya lebah dari KLHK, bantuan ternak sapi dari Kementan dan pendampingan oleh Universitas Lambung Mangkurat.

Lembaga Pengelola Hutan Desa Lubuk Rumbai, Kabupaten Musi Rawas, Sumsel dengan luas 198 ha. Tumpang sari dengan Serai Wangi , bantuan sarana produksi dari KLHK, bantuan pendanaan dari BLU KLHK dan BRI, pendampingan oleh KPH Lakitan.

Keuntungan wanatani karet adalah kemampuan menjaga hara, fungsi konservasi tanah dan air, fungsi konservasi flora dan fauna lebih tinggi. Karena populasi pohon lebih sedikit maka produksi getah karetnya lebih sedit tetapi karena ditanam bersamaan dengan berbagai jenis tanaman maka hasilnya lebih beragam. Perawatannya juga sangat mudah dan murah dibanding monokultur.

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjenbun menyatakan potensi peningkatan produktivitas dan nilai tambah karet adalah luas areal 3,7 juta ha dengan luas karet rakyat 3,3 juta ha.

“Potensi besar tersebar di Sumsel 870.000 ha, Jambi 397.000 ha, Sumut 396.000 ha, Kalbar 391.000 ha dan Riau 329.000 ha. Potensi peremajaan karet 168.000 ha dengan target peremajaan 50.000 ha/tahun. Sudah tersedia inovasi teknologi benih, budidaya, pasca panen, panen dan pasar,” jelas Heru, Kamis (30/9/2021).

Kendalanya adalah produktivitas rendah (1,1 ton/ha/tahun), budidaya monokultur dan belum menerapkan GAP, GHP, GMP; kapasitas SDM, kelembagaan dan kemitraan petani lemah; harga ditentukan pasar dunia; hilirisasi karet rakyat terbatas; pembiayaannya juga terbatas, anggaran untuk peremajaan belum ada.

Tantangan harga karet di pasar dunia berfluktuasi dengan trend meningkat; perubahan iklim; ketersediaan benih peremajaan karet rakyat jauh dari lokasi; produk turunan karet belum banyak dikembangkan.

Peluangnya pasar domestik dan ekspor meningkat utamanya untuk industri barang jadi karet; pemanfaatan karet untuk campuran aspal jalan, bantalan jembatan, marka jalan dan lain-lain. Ketersediaan benih unggul produktivitas 4-6 ton/ha; pengembangan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar.

Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian menyatakan Karet merupakan komoditas ekspor pertanian terbesar kedua setelah sawit dengan nilai ekspor Januari-Juli 2021 USD 2.055,27 juta. Sumbangan karet terhadap PDB perkebunan mencapai 18,01%.

Industri karet alam saat ini terdiri dari 148 pabrik crumb rubber dengan kapasitas 5,9 juta ton dan serapan tenaga kerja 60.809 tenaga kerja. Produksi 3,373 juta ton terdiri dari 95% SIR (crumb rubber), 4% RSS dan 1% lateks pekat. Ekspor 2,4 juta ton sedang konsumsi dalam negeri 598 ribu ton.

Serapan industri dalam negeri 40, 45% untuk ban roda 4, 12,25% industri vulkanisir ban, 11,97% industri alas kaki, 8,72% ban roda dua, 8,28% vulkanisir lainnya, 7,88% sarung tangan, 3,91% rubber article, 1,67% MRG, 1,12% karpet, 1,09% rubber article dan lain-lain 2,66%.

Karet menduduki urutan 19 komoditas unggulan ekspor. Penyerapan karet alam dalam negeri relatf rendah, yaitu 18% dari produksi. Industri karet hulu ini merupakan industri produk intermediate sehingga untuk mempertahankan karet pada level yang memberikan remunerasi cukup bagi petani diperlukan strategi demand management, dimana demand yang tinggi akan mendongkrak harga karet tingkat petani. Salah satu yang potensial adalah inisiatif terobosan karet alam untuk campuran aspal karet. (Humas Ditjenbun)

Sumber : https://www.agrofarm.co.id/2021/09/40051/

cloud
cloud

Inilah Keuntungan Wanatani Karet


blog

Agrofarm.co.id-Catur Endah Prasetiani, Plt Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan, karet dapat ditanam di areal hutan dengan Perhutanan sosial, ditanam dengan pola agroforestry atau wana tani.

Contoh Perhutanan sosial karet yang sudah berdiri adalah Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring, Kabupaten Tanah Laut , Kalsel seluas 400 ha. Bibit karet mendapat bantuan dari JIFFRO Jepang dan Bridgestone, padi gogo dari dinas pertanian, benih ikan dan budidaya lebah dari KLHK, bantuan ternak sapi dari Kementan dan pendampingan oleh Universitas Lambung Mangkurat.

Lembaga Pengelola Hutan Desa Lubuk Rumbai, Kabupaten Musi Rawas, Sumsel dengan luas 198 ha. Tumpang sari dengan Serai Wangi , bantuan sarana produksi dari KLHK, bantuan pendanaan dari BLU KLHK dan BRI, pendampingan oleh KPH Lakitan.

Keuntungan wanatani karet adalah kemampuan menjaga hara, fungsi konservasi tanah dan air, fungsi konservasi flora dan fauna lebih tinggi. Karena populasi pohon lebih sedikit maka produksi getah karetnya lebih sedit tetapi karena ditanam bersamaan dengan berbagai jenis tanaman maka hasilnya lebih beragam. Perawatannya juga sangat mudah dan murah dibanding monokultur.

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjenbun menyatakan potensi peningkatan produktivitas dan nilai tambah karet adalah luas areal 3,7 juta ha dengan luas karet rakyat 3,3 juta ha.

“Potensi besar tersebar di Sumsel 870.000 ha, Jambi 397.000 ha, Sumut 396.000 ha, Kalbar 391.000 ha dan Riau 329.000 ha. Potensi peremajaan karet 168.000 ha dengan target peremajaan 50.000 ha/tahun. Sudah tersedia inovasi teknologi benih, budidaya, pasca panen, panen dan pasar,” jelas Heru, Kamis (30/9/2021).

Kendalanya adalah produktivitas rendah (1,1 ton/ha/tahun), budidaya monokultur dan belum menerapkan GAP, GHP, GMP; kapasitas SDM, kelembagaan dan kemitraan petani lemah; harga ditentukan pasar dunia; hilirisasi karet rakyat terbatas; pembiayaannya juga terbatas, anggaran untuk peremajaan belum ada.

Tantangan harga karet di pasar dunia berfluktuasi dengan trend meningkat; perubahan iklim; ketersediaan benih peremajaan karet rakyat jauh dari lokasi; produk turunan karet belum banyak dikembangkan.

Peluangnya pasar domestik dan ekspor meningkat utamanya untuk industri barang jadi karet; pemanfaatan karet untuk campuran aspal jalan, bantalan jembatan, marka jalan dan lain-lain. Ketersediaan benih unggul produktivitas 4-6 ton/ha; pengembangan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar.

Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian menyatakan Karet merupakan komoditas ekspor pertanian terbesar kedua setelah sawit dengan nilai ekspor Januari-Juli 2021 USD 2.055,27 juta. Sumbangan karet terhadap PDB perkebunan mencapai 18,01%.

Industri karet alam saat ini terdiri dari 148 pabrik crumb rubber dengan kapasitas 5,9 juta ton dan serapan tenaga kerja 60.809 tenaga kerja. Produksi 3,373 juta ton terdiri dari 95% SIR (crumb rubber), 4% RSS dan 1% lateks pekat. Ekspor 2,4 juta ton sedang konsumsi dalam negeri 598 ribu ton.

Serapan industri dalam negeri 40, 45% untuk ban roda 4, 12,25% industri vulkanisir ban, 11,97% industri alas kaki, 8,72% ban roda dua, 8,28% vulkanisir lainnya, 7,88% sarung tangan, 3,91% rubber article, 1,67% MRG, 1,12% karpet, 1,09% rubber article dan lain-lain 2,66%.

Karet menduduki urutan 19 komoditas unggulan ekspor. Penyerapan karet alam dalam negeri relatf rendah, yaitu 18% dari produksi. Industri karet hulu ini merupakan industri produk intermediate sehingga untuk mempertahankan karet pada level yang memberikan remunerasi cukup bagi petani diperlukan strategi demand management, dimana demand yang tinggi akan mendongkrak harga karet tingkat petani. Salah satu yang potensial adalah inisiatif terobosan karet alam untuk campuran aspal karet. (Humas Ditjenbun)

Sumber : https://www.agrofarm.co.id/2021/09/40051/

595
0   1

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini