STUDI BASELINE KARBON

KPH TASIK BESAR SERKAP PROVINSI RIAU

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim telah menjadi tantangan pembangunan global, Indonesia menjadi negara yang terkena dampak sekaligus turut serta sebagai penyebab perubahan iklim. Dengan dasar pertimbangan tersebut, Pemerintah mengambil peran aktif dalam negosiasi internasional dengan berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dengan menggunakan sumberdaya dalam negeri dan 41% dengan kerjasama internasional di tahun 2020.

Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) merupakan strategi untuk melibatkan negara-negara berkembang yang memiliki hutan, yang signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim dunia (Resosudarmo, Admadja, Ekaputri, Intarini, & Indriatmoko, 2014). Terkait dengan gagasan mekanisme global tersebut, sejak tahun 2005, REDD+ telah mendapat momentum yang cukup besar termasuk di Indonesia dengan munculnya banyak kebijakan, kerangka institutional dan kegiatan percontohan terkait REDD+ (Luttrell, Resosudarmo, Muharrom, Brockhaus, & Seymour, 2014).

Pemerintah RI melalui KLHK bersama Bank Dunia dan Pemerintah Denmark telah meluncurkan Program Investasi Kehutanan (Forest Investment Program/FIP) Proyek II (FIP II) pada Bulan Oktober 2016. Proyek FIP-II tersebut difokuskan pada peningkatan pengelolaan sumber daya alam lestari berbasis masyarakat dan pengembangan kelembagaan, dengan nama Proyek “Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kelembagaan (Promoting Sustainable Community-Based Natural Resource Management and Institutional Development Project)” Sebagai langkah awal pemerintah bekerjasama dengan Word Bank melakukan penelitian untuk memperoleh baseline emisi dan serapan karbon di beberapa wilayah penelitian, salah satunya KPH Tasik Besar Serkap yang diharapkan dapat menjadi model dalam pengelolaan hutan yang terintegrasi antara Pemerintah dan masyarakat.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan petunjuk lapangan adalah untuk memberikan panduan dan prosedur dalam pelaksanaan survei karbon di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau.

Sedangkan Tujuan dari kegiatan survei adalah untuk:

  1. Memverifikasi data dan informasi dari citra satelit di lapangan (ground check)
  2. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan kegiatan pengelolaan lahan di tingkat tapak terutama untuk kegiatan yang diduga berhubungan dengan penyerapan dan pelepasan emisi karbon
  3. Menyusun baseline emisi karbon kawasan hutan yang berada pada 10 desa terpilih.
  4. Menyusun skenario emisi karbon dengan menggunakan software Ex Ante Carbon Balance Tools (Ex Act Tools) paska intervensi program dan kegiatan FIP II

Luaran

Output yang diharapkan kegiatan ini adalah tersedianya dokumen petunjuk pelaksaanan (JUKLAK) yang menjadi panduan dalam survei karbon dan penyusunan baseline emisi karbon di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau Sedangkan output dari kegiatan survei karbon adalah:

  1. Adanya dokumen baseline emisi untuk Kawasan hutan pada 5 desa terpilih dalam 5 tahun terakhir dan skenario business as usual untuk 10 tahun kedepan.
  2. Adanya skenario emisi karbon mengunakan EX ACT Tools dengan asumsi adanya intrevensi Program FIP II di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau, Provinsi Jambi untuk Kawasan hutan pada 5 desa terpilih.

 

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Luas, Letak Geografis, dan Wilayah Administrasi KPH

KPH Tasik Besar Serkap (KPH TBS) merupakan salah satu dari empat KPH yang paling awal dibentuk di Provinsi Riau, yaitu KPH Minas Tahura, KPH TBS, KPH Kampar Kiri, dan KPH Tebing Tinggi. Wilayah KPH TBS ditetapkan sebagai KPH oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No. 509/Menhut-II/2010 pada tanggal 21 September 2010, dengan luas wilayah kerja 513.276 ha. Struktur organisasinya ditetapkan satu tahun kemudian melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Riau No. 47/2011 tanggal 31 Oktober 2011 yang berupa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Dinas Kehutanan.

Kondisi Biofisik Wilayah KPH Tasik Besar Serkap

Secara topografi sebahagian besar wilayah KPH Tasik Besar Serkap merupakan dataran rendah dan sebahagian lainnya adalah perbukitan yang bergelombang. Letak kabupaten ini cukup strategis karena dipandang dari sisi transportasi darat berada pada jalur lintas timur Sumatera yang padat, dan terhubung pada perlintasan dagang Selat Malaka dari sisi transportasi laut. Dilihat dari ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 - 60 m.  Daerah yang ada di wilayah Kabupaten Siak dengan tinggi masing-masing diatas 60 m dan yang terendah adalah di wilayah Kabupaten Pelalawan (Kuala Kampar) + 2 m.

Struktur geologi KPH Tasik Besar Serkap terdiri dari endapan alluvial tua dan endapan alluvial muda, endapan ini tersebar di bantaran sungai-sungai dan sekitarnya, secara litologi endapan alluvial tua terdiri atas lempung, kerikil, sisasisa tumbuhan dan rawa gambut yang ketebalannya dapat mencapai lebih dari 8 meter sedangkan endapan alluvial muda terdiri atas kerikil, pasir dan lempung.

Wilayah Kabupaten Pelalawan sebagian besar merupakan bagian dari DAS Kampar. Di samping berfungsi sebagai sarana transportasi dan aktivitas sosial (mandi, cuci, kakus), sungai tersebut juga digunakan untuk budidaya perikanan, terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan wilayah yang berada di Kabupaten Siak sebagian besar berada di DAS Siak.

Berdasarkan penggolongan jenis tanah, areal KPH Tasik Besar Serkap didominasi oleh tanah Organosol/ Gambut dan sebagian kecil berupa tanah Aluvial dan Podsolik. Tanah Organosol sering disebut tanah gambut yang mengandung banyak bahan organik tanah sehingga perkembangan tanah dipengaruhi oleh tingkat kematangan, dekomposisi dan sifat-sifat bahan organik yang bersangkutan. Secara morfologis, tanah ini dicirikan oleh pembentukan horizon-horizon yang berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi sangat masam (pH 3-5).

Penggunaan lahan yang ada (existing) dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah penggunaan lahan yang ada tersebut sesuai dengan klas kesesuaian lahannya atau tidak. Selain itu, juga dapat digunakan untuk rencana pengembangan dan perluasan pertanian. Wilayah KPH Tasik Besar Serkap memiliki 14 jenis penutupan lahan.

Rencana Pengelolaan dan Organisasi KPH Tasik Besar Serkap Provinsi Riau

Pada tahun 2014 Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau. Surat Keputusan ini menyatakan bahwa Kawasan Hutan Provinsi Riau adalah seluas ± 5.499.693 Ha, dengan rincian: (a) Kawasan Suaka Alam (KSA) / Kawasan Pelestarian Alam (KPA) / Taman Buru, seluas ± 633.420 Ha, (b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 234.015 Ha, (c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 1.031.600 Ha, (d) Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 2.331.891 Ha dan (e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 1.268.767 Ha. Pembagian Blok terdiri atas: Pemanfaatan Hutan Tanaman, Pemanfaatan Hutan Alam/RE, Pemberdayaan Masyarakat, Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK, Blok Khusus

Keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan pada KPH

Di wilayah kerja KPH Tasik Besar Serkap saat ini terdapat 20 unit ijin pemanfaatan hutan, yang terdiri atas 17 buah IUPHHK-HTI, 1 buah IUPHHK-HA, 1 buah IUPHHK-RE, dan 1 buah ijin Hutan Desa. IUPHHK-HTI semuanya untuk memproduksi kayu bahan baku pulp, IUPHHK-HA PT The Best One saat ini kondisinya sedang tidak aktif, IUPHHK-RE atas nama PT Gemilang Cipta Nusantara baru beroperasi tahun 2013, demikian juga dengan ijin Hutan Desa untuk masyarakat Desa Serapung Segamai baru beroperasi pada tahun yang sama. Kawasan hutan yang telah dibebani ijin seluas 388.413 ha dari luas total areal kerja KPH-TBS seluas 513.276 ha. Dengan demikian berarti masih ada kawasan tidak dibebani ijin seluas 124.863 ha, yang saat ini kondisinya menjadi open acces. Kawasan tersebut sebagian besar merupakan bekas areal kerja HPH PT Yos Raya Timber.

Desa Target

Berdasarkan wilayah administrasi, Kawasan KPH Tasik Besar Serkap meliputi dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan yang teridiri atas 6 Kecamatan yang mencakup 12 Desa. Dalam pelaksanaan penelitian ini, disepakati bahwa pengambilan sampel dilakukan di 10 desa yang 5 di antaranya merupakan desa dalam binaan KPH Tasik Besar Serkap. Desa-desa yang menjadi target pelaksanaan kegiatan ini terbagi kedalam dua wilayah administrasi pemerintahan.

 

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi kegiatan adalah areal target Proyect FIP 2 di KPH Tasik besar Serkap yang terdiri atas beberapa desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November 2018 dengan durasi pelaksanaan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Berdasarkan hasil diskusidengan pihak KPH Tasik Besar Serkap, disepakati pengambilan sampel dilakukan di 5 desa yang terbagi dalam dua wilayah administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak

Kebutuhan Data

Adapun data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu yaitu Ex-ACT tool adalah:

  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Coastal wetlands
  5. Fishery & aquaculture
  6. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  7. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  8. Infrastruktur: irigasi, jalan, dll

Penetapan Periode Waktu Rujukan Baseline

Periode waktu beberapa tahun ke belakang digunakan untuk menentukan baseline emisi beberapa waktu yang akan datang. Jangka waktu yang ideal untuk menetapkan baseline sekurang-kurangnya 5 tahun karena lama waktu tersebut dianggap dapat memberikan gambaran dinamika perubahan tutupan atau penggunaan lahan, termasuk kemungkinan terjadinya kondisi ekstrem yang terkait dengan kebakaran lahan dan hutan. Pemilihan periode waktu tersebut juga perlu mempertimbangkan tersedianya rangkaian data dengan kualitas baik atau dengan uncertainty kecil.

Lama periode waktu rujukan untuk penetapan baseline emisi ditetapkan selama 5 tahun, yaitu pada periode tahun 2013-2017. Pada periode tersebut tersedia rangkaian data tahunan yang memungkinkan mengetahui dinamika perubahan lahan dan kecenderungannya.

Pengumpulan Data Penutup Lahan dan Perubahannya

Data penutup lahan bersumber dari hasil analisis citra satelit resolusi sedang atau hasil interpretasinya yang disajikan dalam peta penutupan lahan yang dikeluarkan oleh Ditjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK. Data penutup lahan selama 5 tahun terakhir (2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017) digunakan untuk mengetahui luas aktivitas deforestasi, degradasi hutan, aforestasi dan reforestasi, dan berbagai bentuk alih penggunaan lahan lainnya untuk perkebunan, agroforestry dan pertanian yang terjadi di areal KPH dan areal target.

Tahapan Kegiatan

  1. Ground check (survei tinjau) tutupan lahan
  2. Wawancara terstruktur dengan responden

 

HASIL ANALISIS

Analisa Perubahan Tutupan Lahan

Luas Keseluruhan KPH Tasik Besar Serkap (TBS) berdasarkan SK Menteri Kehutanan seluas 513.276 ha yang tersebar di 2 (dua ) kabupaten, sedangkan berdasarkan hasil digitasi peta diperoleh luasan lahan KPH Tasik Besar Serkap seluas 513.274,87 ha. Perbedaan luasan ini dikarenakan sebagian wilayah KPH tumpang tindih dengan Peta Lahan Taman Nasional Zamrud. Dari 23 tutupan lahan yang umum digunakan dalam penggunaan lahan, hanya 17 tutupan lahan yang teridentifikasi di kawasan KPH TBS. Dimana Hutan Rawa Sekunder dan Hutan Tanaman Industri mendominasi tutupan lahan, yaitu seluas 277.665,09 ha dan 193.609,28 ha dimana dari jumlah keduanya mendominasi sebesar 91,82 % dari keseluruhan tutupan lahan KPH TBS.

Hasil analisis terhadap luasan desa target, luas areal KPH di dalam wilayah kajian (10 Desa Target) seluas 285.465,26 ha atau 55,62% dari total keseluruhan luas KPH. Di mana dari 17 tutupan lahan yang ada, Hutan Rawa Sekunder dan Hutan Tanaman Industri mendominasi disetiap lokasinya, kecuali di Desa Sungai Upih, dimana seluruh lahan KPH pada tahun 2017 semuanya merupakan Hutan Mangrove Sekunder.

Analisis Karbon Menggunakan Ex-Act Tools

Hasil analisis tutupan lahan dan ground check menunjukan bahwa komponen kegiatan yang mempengaruhi karbon stock pada kawasan desa sasaran FIP II yang beririsan dengan Kawasan Tasik Besar Serkap adalah perubahan penggunaan lahan antara lain deforestasi, reforestasi; bidang pertanian terutama pertanian tanaman tahunan dan investasi input sarana pertanian terutama penggunaan pupuk dan bahan kimia pengendali hama, penyakit dan gulma. Komponen penyumbang emisi karbon yang berasal dari investasi sarana pertanian ini terjadi jika dilaksanakan program reforestasi dalam FIP II.

Tingkat deforestasi dari tutupan hutan rawa primer dan sekunder menjadi hutan tanaman dalam kurun waktu lima tahun berkisar 17,14 % atau 41.037,38 ha, sedangkan hutan yang berubah menjadi semak belukar dalam kurun waktu 5 tahun sebesar 2,86% atau 6.840,52 ha. Sedangkan untuk reforestasi yang terjadi perubahan dari hutan tanaman menjadi hutan rawa sekunder sebesar 1,34 % atau seluas 376,13, selebihnya perubahan dari lahan pertanian, semak belukar dan tah terbuka menjadi hutan rawa sekunder dan hutan tanaman.

Dari hasil perhitungan perubahan lahan, telah terjadi perubahan hutan menjadi non hutan atau sebaliknya seluas 56.450,77 ha, atau sebesar 19,78 % dari total wilayah kajian yang tersebar di 10 Desa Target. Hasil perhitungan dengan menggunakan Ex Act Tools menunjukan bahwa dari perubahan penggunaan lahan maka dari deforestasi terjadi peningkatan emisi karbon sebesar 6.237.926 tCO2eq, untuk kegiatan reforestasi terjadi penurunan emisi karbon sebesar 119.146 tCO2eq, untuk perubahan tutupan lainnya terjadi peningkatan emisi karbon sebesar 3.565 tCO2eq untuk kegiatan implementasi selama lima tahun. Sementara itu, dari kegiatan pengelolaan pertanian tanaman tahunan dihitung akan mengurangi emisi karbon sebanyak 615,145 tCO2eq. sementara sebagai akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia selama proyek berlangsung akan melepaskan karbon sebanyak 820.716,20 tCO2eq. Sehingga secara total, dari kegiatan projek FIP II dengan asumsi diatas akan terjadi pengurangan emisi karbon sebanya 5.962.171 tCO2eq. Secara rata-rata pengurangan emisi karbon dari kegiatan ini adalah 105,6 tCO2eq per hektar.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis citra, peninjauan lapangan dan analisis data maka beberapa kesimpulan dapat dirumuskan dari penelitian ini:

  1. Secara keseluruhan tutupan luas hutan pada kawasan studi yang meliputi hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder dan hutan tanaman pada tahun 2017 cukup baik yaitu sebesar 94,52 %, tetapi dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya telah terjadi penurunan luas hutan secara keseluruhan sebesar 5,48 %.
  2. Tutupan hutan yang mengalami peningkatan cukup besar adalah hutan tanaman yang berasal daru hutan rawa sekunder, maupun dari tutupan lahan non hutan seperti lahan pertanian, semak belukar dan tanah terbuka.
  3. Komponen utama penyebab karbon fluxes pada delapan Kawasan desa dalam Kawasan KPH Tasik Besar Serkap Provinsi Riau adalah Deforestasi yang tidak seimbang dengan pemulihan alami atau aforestasi pada beberapa tapak Kawasan hutan.
  4. Simulasi pengitungan dengan menggunakan Ex-ACT Tool menunjukan bahwa tanpa adanya intrevensi atau Business as Usual (BAU), maka akan terjadi penurunan emisi karbon sebesar 6.237.925,70 tCO2eq selama lima tahun ke depan. Jika dilakukan intrevensi pada skala dan kegiatan tertentu maka dapat menambah penurunan emisi hingga sebesar 119.146 tCO2eq.
  5. Secara keseluruhan di KPH Tasik Bear serkap dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi penurunan emisi karbon sebesar 5.962.171 tCO2eq.
  6. Secara rata-rata pengurangan emisi karbon dari kegiatan ini adalah 105,6 tCO2eq per hektar.

Rekomendasi

Perlu dilakukan verifikasi ulang terhadap rencana intervensi dalam kegiatan proyek FIP II terutama yang terkait dengan upaya penurunan emisi karbon sehingga capaian target emisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau target penurunan emisi karbon nasional.

cloud
cloud

Laporan Study Basline Analisa Karbon KPH Tasik Besar Serkap


blog

STUDI BASELINE KARBON

KPH TASIK BESAR SERKAP PROVINSI RIAU

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim telah menjadi tantangan pembangunan global, Indonesia menjadi negara yang terkena dampak sekaligus turut serta sebagai penyebab perubahan iklim. Dengan dasar pertimbangan tersebut, Pemerintah mengambil peran aktif dalam negosiasi internasional dengan berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dengan menggunakan sumberdaya dalam negeri dan 41% dengan kerjasama internasional di tahun 2020.

Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) merupakan strategi untuk melibatkan negara-negara berkembang yang memiliki hutan, yang signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim dunia (Resosudarmo, Admadja, Ekaputri, Intarini, & Indriatmoko, 2014). Terkait dengan gagasan mekanisme global tersebut, sejak tahun 2005, REDD+ telah mendapat momentum yang cukup besar termasuk di Indonesia dengan munculnya banyak kebijakan, kerangka institutional dan kegiatan percontohan terkait REDD+ (Luttrell, Resosudarmo, Muharrom, Brockhaus, & Seymour, 2014).

Pemerintah RI melalui KLHK bersama Bank Dunia dan Pemerintah Denmark telah meluncurkan Program Investasi Kehutanan (Forest Investment Program/FIP) Proyek II (FIP II) pada Bulan Oktober 2016. Proyek FIP-II tersebut difokuskan pada peningkatan pengelolaan sumber daya alam lestari berbasis masyarakat dan pengembangan kelembagaan, dengan nama Proyek “Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kelembagaan (Promoting Sustainable Community-Based Natural Resource Management and Institutional Development Project)” Sebagai langkah awal pemerintah bekerjasama dengan Word Bank melakukan penelitian untuk memperoleh baseline emisi dan serapan karbon di beberapa wilayah penelitian, salah satunya KPH Tasik Besar Serkap yang diharapkan dapat menjadi model dalam pengelolaan hutan yang terintegrasi antara Pemerintah dan masyarakat.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan petunjuk lapangan adalah untuk memberikan panduan dan prosedur dalam pelaksanaan survei karbon di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau.

Sedangkan Tujuan dari kegiatan survei adalah untuk:

  1. Memverifikasi data dan informasi dari citra satelit di lapangan (ground check)
  2. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan kegiatan pengelolaan lahan di tingkat tapak terutama untuk kegiatan yang diduga berhubungan dengan penyerapan dan pelepasan emisi karbon
  3. Menyusun baseline emisi karbon kawasan hutan yang berada pada 10 desa terpilih.
  4. Menyusun skenario emisi karbon dengan menggunakan software Ex Ante Carbon Balance Tools (Ex Act Tools) paska intervensi program dan kegiatan FIP II

Luaran

Output yang diharapkan kegiatan ini adalah tersedianya dokumen petunjuk pelaksaanan (JUKLAK) yang menjadi panduan dalam survei karbon dan penyusunan baseline emisi karbon di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau Sedangkan output dari kegiatan survei karbon adalah:

  1. Adanya dokumen baseline emisi untuk Kawasan hutan pada 5 desa terpilih dalam 5 tahun terakhir dan skenario business as usual untuk 10 tahun kedepan.
  2. Adanya skenario emisi karbon mengunakan EX ACT Tools dengan asumsi adanya intrevensi Program FIP II di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap Provinsi Riau, Provinsi Jambi untuk Kawasan hutan pada 5 desa terpilih.

 

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Luas, Letak Geografis, dan Wilayah Administrasi KPH

KPH Tasik Besar Serkap (KPH TBS) merupakan salah satu dari empat KPH yang paling awal dibentuk di Provinsi Riau, yaitu KPH Minas Tahura, KPH TBS, KPH Kampar Kiri, dan KPH Tebing Tinggi. Wilayah KPH TBS ditetapkan sebagai KPH oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No. 509/Menhut-II/2010 pada tanggal 21 September 2010, dengan luas wilayah kerja 513.276 ha. Struktur organisasinya ditetapkan satu tahun kemudian melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Riau No. 47/2011 tanggal 31 Oktober 2011 yang berupa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Dinas Kehutanan.

Kondisi Biofisik Wilayah KPH Tasik Besar Serkap

Secara topografi sebahagian besar wilayah KPH Tasik Besar Serkap merupakan dataran rendah dan sebahagian lainnya adalah perbukitan yang bergelombang. Letak kabupaten ini cukup strategis karena dipandang dari sisi transportasi darat berada pada jalur lintas timur Sumatera yang padat, dan terhubung pada perlintasan dagang Selat Malaka dari sisi transportasi laut. Dilihat dari ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 - 60 m.  Daerah yang ada di wilayah Kabupaten Siak dengan tinggi masing-masing diatas 60 m dan yang terendah adalah di wilayah Kabupaten Pelalawan (Kuala Kampar) + 2 m.

Struktur geologi KPH Tasik Besar Serkap terdiri dari endapan alluvial tua dan endapan alluvial muda, endapan ini tersebar di bantaran sungai-sungai dan sekitarnya, secara litologi endapan alluvial tua terdiri atas lempung, kerikil, sisasisa tumbuhan dan rawa gambut yang ketebalannya dapat mencapai lebih dari 8 meter sedangkan endapan alluvial muda terdiri atas kerikil, pasir dan lempung.

Wilayah Kabupaten Pelalawan sebagian besar merupakan bagian dari DAS Kampar. Di samping berfungsi sebagai sarana transportasi dan aktivitas sosial (mandi, cuci, kakus), sungai tersebut juga digunakan untuk budidaya perikanan, terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan wilayah yang berada di Kabupaten Siak sebagian besar berada di DAS Siak.

Berdasarkan penggolongan jenis tanah, areal KPH Tasik Besar Serkap didominasi oleh tanah Organosol/ Gambut dan sebagian kecil berupa tanah Aluvial dan Podsolik. Tanah Organosol sering disebut tanah gambut yang mengandung banyak bahan organik tanah sehingga perkembangan tanah dipengaruhi oleh tingkat kematangan, dekomposisi dan sifat-sifat bahan organik yang bersangkutan. Secara morfologis, tanah ini dicirikan oleh pembentukan horizon-horizon yang berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi sangat masam (pH 3-5).

Penggunaan lahan yang ada (existing) dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah penggunaan lahan yang ada tersebut sesuai dengan klas kesesuaian lahannya atau tidak. Selain itu, juga dapat digunakan untuk rencana pengembangan dan perluasan pertanian. Wilayah KPH Tasik Besar Serkap memiliki 14 jenis penutupan lahan.

Rencana Pengelolaan dan Organisasi KPH Tasik Besar Serkap Provinsi Riau

Pada tahun 2014 Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau. Surat Keputusan ini menyatakan bahwa Kawasan Hutan Provinsi Riau adalah seluas ± 5.499.693 Ha, dengan rincian: (a) Kawasan Suaka Alam (KSA) / Kawasan Pelestarian Alam (KPA) / Taman Buru, seluas ± 633.420 Ha, (b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 234.015 Ha, (c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 1.031.600 Ha, (d) Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 2.331.891 Ha dan (e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 1.268.767 Ha. Pembagian Blok terdiri atas: Pemanfaatan Hutan Tanaman, Pemanfaatan Hutan Alam/RE, Pemberdayaan Masyarakat, Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK, Blok Khusus

Keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan pada KPH

Di wilayah kerja KPH Tasik Besar Serkap saat ini terdapat 20 unit ijin pemanfaatan hutan, yang terdiri atas 17 buah IUPHHK-HTI, 1 buah IUPHHK-HA, 1 buah IUPHHK-RE, dan 1 buah ijin Hutan Desa. IUPHHK-HTI semuanya untuk memproduksi kayu bahan baku pulp, IUPHHK-HA PT The Best One saat ini kondisinya sedang tidak aktif, IUPHHK-RE atas nama PT Gemilang Cipta Nusantara baru beroperasi tahun 2013, demikian juga dengan ijin Hutan Desa untuk masyarakat Desa Serapung Segamai baru beroperasi pada tahun yang sama. Kawasan hutan yang telah dibebani ijin seluas 388.413 ha dari luas total areal kerja KPH-TBS seluas 513.276 ha. Dengan demikian berarti masih ada kawasan tidak dibebani ijin seluas 124.863 ha, yang saat ini kondisinya menjadi open acces. Kawasan tersebut sebagian besar merupakan bekas areal kerja HPH PT Yos Raya Timber.

Desa Target

Berdasarkan wilayah administrasi, Kawasan KPH Tasik Besar Serkap meliputi dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan yang teridiri atas 6 Kecamatan yang mencakup 12 Desa. Dalam pelaksanaan penelitian ini, disepakati bahwa pengambilan sampel dilakukan di 10 desa yang 5 di antaranya merupakan desa dalam binaan KPH Tasik Besar Serkap. Desa-desa yang menjadi target pelaksanaan kegiatan ini terbagi kedalam dua wilayah administrasi pemerintahan.

 

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi kegiatan adalah areal target Proyect FIP 2 di KPH Tasik besar Serkap yang terdiri atas beberapa desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November 2018 dengan durasi pelaksanaan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Berdasarkan hasil diskusidengan pihak KPH Tasik Besar Serkap, disepakati pengambilan sampel dilakukan di 5 desa yang terbagi dalam dua wilayah administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak

Kebutuhan Data

Adapun data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu yaitu Ex-ACT tool adalah:

  • Data digital tutupan lahan 2013-2017
  • Data digital batas desa target proyek di KPH Unit XII Tasik Besar Serkap
  • Data aktifitas masyarakat:
  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Coastal wetlands
  5. Fishery & aquaculture
  6. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  7. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  8. Infrastruktur: irigasi, jalan, dll

Penetapan Periode Waktu Rujukan Baseline

Periode waktu beberapa tahun ke belakang digunakan untuk menentukan baseline emisi beberapa waktu yang akan datang. Jangka waktu yang ideal untuk menetapkan baseline sekurang-kurangnya 5 tahun karena lama waktu tersebut dianggap dapat memberikan gambaran dinamika perubahan tutupan atau penggunaan lahan, termasuk kemungkinan terjadinya kondisi ekstrem yang terkait dengan kebakaran lahan dan hutan. Pemilihan periode waktu tersebut juga perlu mempertimbangkan tersedianya rangkaian data dengan kualitas baik atau dengan uncertainty kecil.

Lama periode waktu rujukan untuk penetapan baseline emisi ditetapkan selama 5 tahun, yaitu pada periode tahun 2013-2017. Pada periode tersebut tersedia rangkaian data tahunan yang memungkinkan mengetahui dinamika perubahan lahan dan kecenderungannya.

Pengumpulan Data Penutup Lahan dan Perubahannya

Data penutup lahan bersumber dari hasil analisis citra satelit resolusi sedang atau hasil interpretasinya yang disajikan dalam peta penutupan lahan yang dikeluarkan oleh Ditjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK. Data penutup lahan selama 5 tahun terakhir (2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017) digunakan untuk mengetahui luas aktivitas deforestasi, degradasi hutan, aforestasi dan reforestasi, dan berbagai bentuk alih penggunaan lahan lainnya untuk perkebunan, agroforestry dan pertanian yang terjadi di areal KPH dan areal target.

Tahapan Kegiatan

  • Persiapan (enumerator, orang, peralatan, dll)
  • Pengolahan data spasial tutupan lahan
  • Kegiatan lapangan:
  1. Ground check (survei tinjau) tutupan lahan
  2. Wawancara terstruktur dengan responden
  • Updating spasial tutupan lahan
  • Re-klasifikasi kategori tutupan lahan sesuai input yang diminta oleh Ex-ACT Tool.
  • Pengolahan hasil wawancara terstruktur
  • Rekapitulasi dan tabulasi data
  • Input data di Ex-ACT Tool
  • Rekapitulasi hasil eksekusi aplikasi Ex-ACT Tool
  • Interpretasi hasil dan analisis data hasil Ext-ACT Tool
  • Pembahasan dan penyusunan rekomendasi rencana aksi
  • Pembuatan naskah laporan

 

HASIL ANALISIS

Analisa Perubahan Tutupan Lahan

Luas Keseluruhan KPH Tasik Besar Serkap (TBS) berdasarkan SK Menteri Kehutanan seluas 513.276 ha yang tersebar di 2 (dua ) kabupaten, sedangkan berdasarkan hasil digitasi peta diperoleh luasan lahan KPH Tasik Besar Serkap seluas 513.274,87 ha. Perbedaan luasan ini dikarenakan sebagian wilayah KPH tumpang tindih dengan Peta Lahan Taman Nasional Zamrud. Dari 23 tutupan lahan yang umum digunakan dalam penggunaan lahan, hanya 17 tutupan lahan yang teridentifikasi di kawasan KPH TBS. Dimana Hutan Rawa Sekunder dan Hutan Tanaman Industri mendominasi tutupan lahan, yaitu seluas 277.665,09 ha dan 193.609,28 ha dimana dari jumlah keduanya mendominasi sebesar 91,82 % dari keseluruhan tutupan lahan KPH TBS.

Hasil analisis terhadap luasan desa target, luas areal KPH di dalam wilayah kajian (10 Desa Target) seluas 285.465,26 ha atau 55,62% dari total keseluruhan luas KPH. Di mana dari 17 tutupan lahan yang ada, Hutan Rawa Sekunder dan Hutan Tanaman Industri mendominasi disetiap lokasinya, kecuali di Desa Sungai Upih, dimana seluruh lahan KPH pada tahun 2017 semuanya merupakan Hutan Mangrove Sekunder.

Analisis Karbon Menggunakan Ex-Act Tools

Hasil analisis tutupan lahan dan ground check menunjukan bahwa komponen kegiatan yang mempengaruhi karbon stock pada kawasan desa sasaran FIP II yang beririsan dengan Kawasan Tasik Besar Serkap adalah perubahan penggunaan lahan antara lain deforestasi, reforestasi; bidang pertanian terutama pertanian tanaman tahunan dan investasi input sarana pertanian terutama penggunaan pupuk dan bahan kimia pengendali hama, penyakit dan gulma. Komponen penyumbang emisi karbon yang berasal dari investasi sarana pertanian ini terjadi jika dilaksanakan program reforestasi dalam FIP II.

Tingkat deforestasi dari tutupan hutan rawa primer dan sekunder menjadi hutan tanaman dalam kurun waktu lima tahun berkisar 17,14 % atau 41.037,38 ha, sedangkan hutan yang berubah menjadi semak belukar dalam kurun waktu 5 tahun sebesar 2,86% atau 6.840,52 ha. Sedangkan untuk reforestasi yang terjadi perubahan dari hutan tanaman menjadi hutan rawa sekunder sebesar 1,34 % atau seluas 376,13, selebihnya perubahan dari lahan pertanian, semak belukar dan tah terbuka menjadi hutan rawa sekunder dan hutan tanaman.

Dari hasil perhitungan perubahan lahan, telah terjadi perubahan hutan menjadi non hutan atau sebaliknya seluas 56.450,77 ha, atau sebesar 19,78 % dari total wilayah kajian yang tersebar di 10 Desa Target. Hasil perhitungan dengan menggunakan Ex Act Tools menunjukan bahwa dari perubahan penggunaan lahan maka dari deforestasi terjadi peningkatan emisi karbon sebesar 6.237.926 tCO2eq, untuk kegiatan reforestasi terjadi penurunan emisi karbon sebesar 119.146 tCO2eq, untuk perubahan tutupan lainnya terjadi peningkatan emisi karbon sebesar 3.565 tCO2eq untuk kegiatan implementasi selama lima tahun. Sementara itu, dari kegiatan pengelolaan pertanian tanaman tahunan dihitung akan mengurangi emisi karbon sebanyak 615,145 tCO2eq. sementara sebagai akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia selama proyek berlangsung akan melepaskan karbon sebanyak 820.716,20 tCO2eq. Sehingga secara total, dari kegiatan projek FIP II dengan asumsi diatas akan terjadi pengurangan emisi karbon sebanya 5.962.171 tCO2eq. Secara rata-rata pengurangan emisi karbon dari kegiatan ini adalah 105,6 tCO2eq per hektar.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis citra, peninjauan lapangan dan analisis data maka beberapa kesimpulan dapat dirumuskan dari penelitian ini:

  1. Secara keseluruhan tutupan luas hutan pada kawasan studi yang meliputi hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder dan hutan tanaman pada tahun 2017 cukup baik yaitu sebesar 94,52 %, tetapi dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya telah terjadi penurunan luas hutan secara keseluruhan sebesar 5,48 %.
  2. Tutupan hutan yang mengalami peningkatan cukup besar adalah hutan tanaman yang berasal daru hutan rawa sekunder, maupun dari tutupan lahan non hutan seperti lahan pertanian, semak belukar dan tanah terbuka.
  3. Komponen utama penyebab karbon fluxes pada delapan Kawasan desa dalam Kawasan KPH Tasik Besar Serkap Provinsi Riau adalah Deforestasi yang tidak seimbang dengan pemulihan alami atau aforestasi pada beberapa tapak Kawasan hutan.
  4. Simulasi pengitungan dengan menggunakan Ex-ACT Tool menunjukan bahwa tanpa adanya intrevensi atau Business as Usual (BAU), maka akan terjadi penurunan emisi karbon sebesar 6.237.925,70 tCO2eq selama lima tahun ke depan. Jika dilakukan intrevensi pada skala dan kegiatan tertentu maka dapat menambah penurunan emisi hingga sebesar 119.146 tCO2eq.
  5. Secara keseluruhan di KPH Tasik Bear serkap dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi penurunan emisi karbon sebesar 5.962.171 tCO2eq.
  6. Secara rata-rata pengurangan emisi karbon dari kegiatan ini adalah 105,6 tCO2eq per hektar.

Rekomendasi

Perlu dilakukan verifikasi ulang terhadap rencana intervensi dalam kegiatan proyek FIP II terutama yang terkait dengan upaya penurunan emisi karbon sehingga capaian target emisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau target penurunan emisi karbon nasional.

314
0   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini