RINGKASAN

KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

KPH TASIK BESAR SERKAP

 

Latar Belakang

Riau merupakan salah satu wilayah yang memberikan sumbangan emisi karbon tertinggi baik di Pulau Sumatera maupun di Indonesia. Degradasi hutan terbesar terutama yang disebabkan oleh kebakaran lahan gambut yang hampir terjadi setiap tahun. Wilayah Riau tergolong memiliki lahan gambut terluas di Sumatera atau sekitar 56.1% dari total gambut Pulau Sumatera (Jaringan Masyarakat Gambut Riau, 2018).

Terkait dengan isu-isu tersebut perlu adanya tindakan untuk menjamin eksistensi hutan dengan pengalolaan yang berkelanjutan yaitu dengan penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Unit pengelolaan tersebut adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, yang kemudian disebut KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan).

FIP Proyek-II berfokus pada tiga elemen yaitu: (i) menangani hambatan hukum, kebijakan dan kelembagaan nasional dan sub nasional; (ii) membangun kapasitas untuk semua pemangku kepentingan terkait (termasuk melalui akses terhadap informasi yang lebih baik); dan (iii) mengoperasionalkan hingga 10 KPH sebagai pembelajaran dari kegiatan pelaksanaan serta menginformasikan upaya dimasa yang akan datang terkait peningkatan kapasitas dan peraturan.

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau merupakan salah satu KPH yang menjadi lokus Proyek dan dilakukan kajian lingkungan dan sosial. Kawasan ini termasuk ke dalam DAS Kampar Sub DAS Sungai Serkap dan DAS Upih yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 509/Menhut-VII/2010 tanggal 21 September 2010 dengan luas wilayah ±513.276 Ha. Secara administrasi wilayah pengelolaannya terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak dengan rincian Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 2.660 Ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 491.768 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 18.848 Ha. Secara astronomis terletak di antara 101°55’48’’ BT s/d 103°16’12’’ BT dan 00°10’12’’ LU s/d 00°43’48’’ LU. Wilayah ini termasuk ke dalam DAS Kampar Sub DAS Sungai Serkap dan DAS Upih, diapit oleh dua sungai besar yaitu Sungai Kampar pada bagian Selatan dan Sungai Siak pada bagian Utara.

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) telah menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) periode 2015-2024 yang disahkan oleh Kepala Pusdalbanghut Regional I a.n Menteri Kehutanan No. SK.7565/Menhut-II/REG.1-1/2014 tanggal 16 Desember 2014. Selama periode pelaksanaaan RPHJP ini, pada Juli 2019 telah terbit Surat Keputusan baru yang terkait KPH Tasik Besar Serkap yaitu SK No.470/MENLHK/SETJEN/PLA.0/7/2019 tertanggal 18 Juli 2019 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Riau. Berdasarkan surat keputusan tersebut luas KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) mengalami penambahan luas menjadi ±528.807 Ha, yang terdiri dari: 1) Hutan Lindung (8.959 Ha), 2) Hutan Produksi Terbatas (3.454 Ha), dan 3) Hutan Produksi Tetap (516.393 Ha). Penambahan ini terjadi sehubungan beberapa spot-spot hutan yang sebelumnya berada di luar areal KPH dimasukkan dalam wilayah pengelolaan KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII).

Kondisi ini merubah tatanan dalam pengelolaan KPH termasuk di dalamnya tata batas KPH dan penataan hutan di dalamnya (terutama untuk areal-areal wilayah tertentu yang tidak dibebani izin). Dengan demikian diperlukan adanya penyesuaian terhadap rencana pengelolaan hutan di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) sehubungan dengan adanya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK No.470/MENLHK/SETJEN/PLA.0/7/2019 tertanggal 18 Juli 2019 tersebut. Terkait dengan hal tersebut perlu dilakukan kajian lingkungan dan sosial di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) sebagai rujukan dalam dalam menyusun perencanaan hutan yang lebih implementatif.

 

Tujuan

Tujuan dari Kajian Lingkungan dan Sosial di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau adalah:

  1. Mengumpulkan data dan informasi yang lebih terperinci dan mengembangkan analisis yang lebih baik terhadap aspek lingkungan dan sosial yang ada di KPH, termasuk kondisi hutan, tekanan pada sumber daya alam, penyebab degradasi hutan dan deforestasi hutan, karakteristik demografi, keberadaan dan penyebab tekanan konflik, termasuk perselisihan batas, dan lain-lain;
  2. Mengumpulkan berbagai potensi mata pencaharian dan alternatif pilihan pengelolaan sumber daya alam lestari, termasuk analisis terhadap berbagai kendala, risiko perlindungan, dan kondisi lingkungan pendukung yang penting dan blok bangunan lingkungan yang diperlukan. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan inventarisasi potensi dan pilihan pengembangan ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan di dalam KPH dan lebih lanjut menginformasikan pengembangan rencana bisnis KPH; dan
  3. Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan mitra KPH dalam mengelola risiko lingkungan dan sosial.

 

Metodologi

Pendekatan kajian ini melalui:

  1. Pendekatan terhadap kondisi eksisting;
  2. Pendekatan berdasarkan isu-isu strategis; dan
  3. Pendekatan partisipasif, transparansi dan akuntabel.
  4. Metode yang digunakan untuk kajian ini meliputi inventarisasi permasalahan dan dampak yang mungkin timbul di lokasi kajian, klasifikasi permasalahan yang ada, analisa hubungan sebab akibat dari tiap-tiap permasalahan dan rekomendasi terhadap upaya penyelesaian permasalahan. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah: 1) analisis kebijakan, 2) analisis spasial, 3) analisis deskreptif, 4) analisis komparasi, 5) analisis gap, 6) analisis gender, 7) analisis SWOT dan 8) analisis konflik.

 

Hasil Analisis

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau merupakan salah satu unit pengelolaan hutan skala tapak di Indonesia yang secara teknis sudah melaksanakan operasionalisasi pengelolaan hutan sejak tahun 2015 mengacu pada RPHJP KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Periode Tahun 2015 -2024.  KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) saat ini masih menghadapi tantangan pengelolaan hutan yang cukup kompleks terkait dengan:

  1. Resiko lingkungan yang tinggi dari kondisi lingkungan yang berupa ekosistem gambut dalam (>4 m);
  2. Ancaman dan gangguan kebakaran hutan dan lahan;
  3. Kultur masyarakat yang masih mengadalkan lahan untuk berkebun (terutama sawit); dan
  4. KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) juga berisi 16 (enam belas) IUPHHK-HTI yang mendominasi pemanfaatan hasil hutan kayu, 4 (empat) IUPHHK-RE, 3 (tiga) izin Hutan Desa dan 3 (tiga) IPPKH tambang dan jalan pemda.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kawasan mengalami deforestasi dan degradasi hutan yang cukup tinggi ditandai dengan kondisi perubahan tutupan lahan dari 2015 ke 2019 mencakup berkurangnya luas hutan alam primer dan sekunder yang diikuti oleh meningkatnya luas hutan tanaman dan perkebunan.  Hasil analisis menunjukkan Hutan Rawa Primer (Hrp) berkurang seluas 6.015 Ha (1,2%), Hutan Rawa Sekunder (Hrs) berkurang seluas 46.990 Ha (9,1%), Hutan Tanaman (Ht) meningkat seluas 65.686 Ha (12,8%), dan Perkebunan (Pk) meningkat seluas 3.640 Ha (0,7%).

Berdasarkan kondisi sesuai hasil analisis, maka manajemen safeguards dalam rangka mencapai pengelolaan hutan yang lestari baik secara produksi, ekologi dan sosial perlu dioptimalkan.  Terobosan strategis yang akan dilakukan dalam pengelolaan KPH terdiri atas:

Penguatan kapasitas kelembagaan KPH melalui :

Pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang efektif;

Rekayasa sosial melalui resolusi konflik dan pemberdayaan masyarakat; dan

Jaminan keberlanjutan program dan sistem penganggaran yang stabil.

Pengurangan hutan atau deforestasi yang terjadi disebabkan adanya perubahan tutupan dari hutan rawa sekunder dan hutan rawa primer ke bentuk tutupan hutan tanaman, disamping itu terjadi peningkatan luas perkebunan (sawit) yang bertambah seluas 3.640 Ha. Secara umum berdasarkan data spasial dan observasi di lapangan terdapat perambahan hutan menjadi areal pertanian atau perkebunan di sekitar Desa Pelalawan, Desa Dayun, Desa Delik, Lalang Kabung, Desa Teluk Lanus dan Desa Penyengat. Masyarakat umumnya menanam jenis tanaman perkebunan berupa sawit pada lahan-lahan yang dibuka tersebut.

Rekomendasi

Rekomendasi pengelolaan hutan lestari KPH, penyelesaian konflik dan potensi konflik ini diperoleh dari hasil pengumpulan data dan analisis data termasuk hasil FGD dan Workshop yang diperkuat dengan landasaran teori. Rekomendasi pengelolaan hutan lestari berdasarkan atas hasil analisis terhadap potensi dan ancaman langsung dan ancaman tidak langsung terhadap hutan KPH. Gambaran rekomendasi solusi pengelolaan pengamanan (safeguards) tersebut diantaranya adalah:

Penguatan kapasitas kelembagaan KPH melalui:

Pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang efektif;

Rekayasa sosial melalui resolusi konflik dan pemberdayaan masyarakat; dan

Jaminan keberlanjutan program dan sistem penganggaran yang stabil.

Perlu terobosan strategis dan penjabaran seksi-seksi yang lebih spesifik terhadap aspek-aspek pengelolaan hutan yang mencakup tiga aspek pengelolaan, yakni kelola produksi, kelola lingungan dan kelola sosial.

Perlu adanya Revisi RPHJP KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) dengan hasil update data lingkungan dan sosial yang dilakukan oleh Tim Ahli dan munculnya SK perubahan luas di atas. Perubahan akan memberikan beberapa implikasi kebijakan terkait dengan:

cloud
cloud

Laporan Akhir Kajian Lingkungan Dan Sosial KPH Tasik Besar Serkap


blog

RINGKASAN

KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

KPH TASIK BESAR SERKAP

 

Latar Belakang

Riau merupakan salah satu wilayah yang memberikan sumbangan emisi karbon tertinggi baik di Pulau Sumatera maupun di Indonesia. Degradasi hutan terbesar terutama yang disebabkan oleh kebakaran lahan gambut yang hampir terjadi setiap tahun. Wilayah Riau tergolong memiliki lahan gambut terluas di Sumatera atau sekitar 56.1% dari total gambut Pulau Sumatera (Jaringan Masyarakat Gambut Riau, 2018).

Terkait dengan isu-isu tersebut perlu adanya tindakan untuk menjamin eksistensi hutan dengan pengalolaan yang berkelanjutan yaitu dengan penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Unit pengelolaan tersebut adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, yang kemudian disebut KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan).

FIP Proyek-II berfokus pada tiga elemen yaitu: (i) menangani hambatan hukum, kebijakan dan kelembagaan nasional dan sub nasional; (ii) membangun kapasitas untuk semua pemangku kepentingan terkait (termasuk melalui akses terhadap informasi yang lebih baik); dan (iii) mengoperasionalkan hingga 10 KPH sebagai pembelajaran dari kegiatan pelaksanaan serta menginformasikan upaya dimasa yang akan datang terkait peningkatan kapasitas dan peraturan.

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau merupakan salah satu KPH yang menjadi lokus Proyek dan dilakukan kajian lingkungan dan sosial. Kawasan ini termasuk ke dalam DAS Kampar Sub DAS Sungai Serkap dan DAS Upih yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 509/Menhut-VII/2010 tanggal 21 September 2010 dengan luas wilayah ±513.276 Ha. Secara administrasi wilayah pengelolaannya terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak dengan rincian Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 2.660 Ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 491.768 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 18.848 Ha. Secara astronomis terletak di antara 101°55’48’’ BT s/d 103°16’12’’ BT dan 00°10’12’’ LU s/d 00°43’48’’ LU. Wilayah ini termasuk ke dalam DAS Kampar Sub DAS Sungai Serkap dan DAS Upih, diapit oleh dua sungai besar yaitu Sungai Kampar pada bagian Selatan dan Sungai Siak pada bagian Utara.

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) telah menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) periode 2015-2024 yang disahkan oleh Kepala Pusdalbanghut Regional I a.n Menteri Kehutanan No. SK.7565/Menhut-II/REG.1-1/2014 tanggal 16 Desember 2014. Selama periode pelaksanaaan RPHJP ini, pada Juli 2019 telah terbit Surat Keputusan baru yang terkait KPH Tasik Besar Serkap yaitu SK No.470/MENLHK/SETJEN/PLA.0/7/2019 tertanggal 18 Juli 2019 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Riau. Berdasarkan surat keputusan tersebut luas KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) mengalami penambahan luas menjadi ±528.807 Ha, yang terdiri dari: 1) Hutan Lindung (8.959 Ha), 2) Hutan Produksi Terbatas (3.454 Ha), dan 3) Hutan Produksi Tetap (516.393 Ha). Penambahan ini terjadi sehubungan beberapa spot-spot hutan yang sebelumnya berada di luar areal KPH dimasukkan dalam wilayah pengelolaan KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII).

Kondisi ini merubah tatanan dalam pengelolaan KPH termasuk di dalamnya tata batas KPH dan penataan hutan di dalamnya (terutama untuk areal-areal wilayah tertentu yang tidak dibebani izin). Dengan demikian diperlukan adanya penyesuaian terhadap rencana pengelolaan hutan di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) sehubungan dengan adanya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK No.470/MENLHK/SETJEN/PLA.0/7/2019 tertanggal 18 Juli 2019 tersebut. Terkait dengan hal tersebut perlu dilakukan kajian lingkungan dan sosial di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) sebagai rujukan dalam dalam menyusun perencanaan hutan yang lebih implementatif.

 

Tujuan

Tujuan dari Kajian Lingkungan dan Sosial di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau adalah:

  1. Mengumpulkan data dan informasi yang lebih terperinci dan mengembangkan analisis yang lebih baik terhadap aspek lingkungan dan sosial yang ada di KPH, termasuk kondisi hutan, tekanan pada sumber daya alam, penyebab degradasi hutan dan deforestasi hutan, karakteristik demografi, keberadaan dan penyebab tekanan konflik, termasuk perselisihan batas, dan lain-lain;
  2. Mengumpulkan berbagai potensi mata pencaharian dan alternatif pilihan pengelolaan sumber daya alam lestari, termasuk analisis terhadap berbagai kendala, risiko perlindungan, dan kondisi lingkungan pendukung yang penting dan blok bangunan lingkungan yang diperlukan. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan inventarisasi potensi dan pilihan pengembangan ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan di dalam KPH dan lebih lanjut menginformasikan pengembangan rencana bisnis KPH; dan
  3. Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan mitra KPH dalam mengelola risiko lingkungan dan sosial.

 

Metodologi

Pendekatan kajian ini melalui:

  1. Pendekatan terhadap kondisi eksisting;
  2. Pendekatan berdasarkan isu-isu strategis; dan
  3. Pendekatan partisipasif, transparansi dan akuntabel.
  4. Metode yang digunakan untuk kajian ini meliputi inventarisasi permasalahan dan dampak yang mungkin timbul di lokasi kajian, klasifikasi permasalahan yang ada, analisa hubungan sebab akibat dari tiap-tiap permasalahan dan rekomendasi terhadap upaya penyelesaian permasalahan. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah: 1) analisis kebijakan, 2) analisis spasial, 3) analisis deskreptif, 4) analisis komparasi, 5) analisis gap, 6) analisis gender, 7) analisis SWOT dan 8) analisis konflik.

 

Hasil Analisis

KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Provinsi Riau merupakan salah satu unit pengelolaan hutan skala tapak di Indonesia yang secara teknis sudah melaksanakan operasionalisasi pengelolaan hutan sejak tahun 2015 mengacu pada RPHJP KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) Periode Tahun 2015 -2024.  KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) saat ini masih menghadapi tantangan pengelolaan hutan yang cukup kompleks terkait dengan:

  1. Resiko lingkungan yang tinggi dari kondisi lingkungan yang berupa ekosistem gambut dalam (>4 m);
  2. Ancaman dan gangguan kebakaran hutan dan lahan;
  3. Kultur masyarakat yang masih mengadalkan lahan untuk berkebun (terutama sawit); dan
  4. KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) juga berisi 16 (enam belas) IUPHHK-HTI yang mendominasi pemanfaatan hasil hutan kayu, 4 (empat) IUPHHK-RE, 3 (tiga) izin Hutan Desa dan 3 (tiga) IPPKH tambang dan jalan pemda.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kawasan mengalami deforestasi dan degradasi hutan yang cukup tinggi ditandai dengan kondisi perubahan tutupan lahan dari 2015 ke 2019 mencakup berkurangnya luas hutan alam primer dan sekunder yang diikuti oleh meningkatnya luas hutan tanaman dan perkebunan.  Hasil analisis menunjukkan Hutan Rawa Primer (Hrp) berkurang seluas 6.015 Ha (1,2%), Hutan Rawa Sekunder (Hrs) berkurang seluas 46.990 Ha (9,1%), Hutan Tanaman (Ht) meningkat seluas 65.686 Ha (12,8%), dan Perkebunan (Pk) meningkat seluas 3.640 Ha (0,7%).

Berdasarkan kondisi sesuai hasil analisis, maka manajemen safeguards dalam rangka mencapai pengelolaan hutan yang lestari baik secara produksi, ekologi dan sosial perlu dioptimalkan.  Terobosan strategis yang akan dilakukan dalam pengelolaan KPH terdiri atas:

Penguatan kapasitas kelembagaan KPH melalui :

  • penguatan institusi KPH sebagai pemegang kendali dan regulator dalam pengelolaan seluruh kawasan yang ada pada yuridiksinya, termasuk mampu mengkoordinir para pemegang izin dan memantau kinerja mereka, serta mendistribusikan program-program CSR pemegang izin secara merata;
  • penguatan fungsi dan peran masing-masing pengisi struktur dalam organisasi pengelolaan KPH dan didukung dengan koordinasi dan komunikasi yang efektif antar pemegang fungsi dan peran mulai dari tingkat pimpinan, seksi-seksi, hingga tingkat lapangan dan masyarakat;
  • penguatan kelembagaan melalui pembentukan unit-unit kelestarian berupa resort pada 4 wilayah utama agar mampu menjangkau dan melaksanakan aktivitas operasionalnya secara lebih efektif; dan
  • keberlanjutan upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM baik untuk bidang-bidang teknis kehutanan maupun bidang sosial kemasyarakatan sesuai SKKNI Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang efektif;

Rekayasa sosial melalui resolusi konflik dan pemberdayaan masyarakat; dan

Jaminan keberlanjutan program dan sistem penganggaran yang stabil.

Pengurangan hutan atau deforestasi yang terjadi disebabkan adanya perubahan tutupan dari hutan rawa sekunder dan hutan rawa primer ke bentuk tutupan hutan tanaman, disamping itu terjadi peningkatan luas perkebunan (sawit) yang bertambah seluas 3.640 Ha. Secara umum berdasarkan data spasial dan observasi di lapangan terdapat perambahan hutan menjadi areal pertanian atau perkebunan di sekitar Desa Pelalawan, Desa Dayun, Desa Delik, Lalang Kabung, Desa Teluk Lanus dan Desa Penyengat. Masyarakat umumnya menanam jenis tanaman perkebunan berupa sawit pada lahan-lahan yang dibuka tersebut.

Rekomendasi

Rekomendasi pengelolaan hutan lestari KPH, penyelesaian konflik dan potensi konflik ini diperoleh dari hasil pengumpulan data dan analisis data termasuk hasil FGD dan Workshop yang diperkuat dengan landasaran teori. Rekomendasi pengelolaan hutan lestari berdasarkan atas hasil analisis terhadap potensi dan ancaman langsung dan ancaman tidak langsung terhadap hutan KPH. Gambaran rekomendasi solusi pengelolaan pengamanan (safeguards) tersebut diantaranya adalah:

Penguatan kapasitas kelembagaan KPH melalui:

  • perlu ada restrukturisasi kelembagaan pengelola, dan masing-masing seksi memerlukan SDM yang memiliki kompetensi di bidangnya, yaitu berisi tenaga-tenaga teknis yang terlatih dari lembaga diklat yang terstandarisasi seperti BPHP dan lembaga diklat lainnya sesuai kebutuhan kelola hutan di KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII).
  • penguatan institusi KPH sebagai pemegang kendali dan regulator dalam pengelolaan seluruh kawasan yang ada pada yuridiksinya, termasuk mampu mengkoordinir para pemegang izin dan memantau kinerja mereka, serta mendistribusikan program-program CSR pemegang izin secara merata;
  • penguatan fungsi dan peran masing-masing pengisi struktur dalam organisasi pengelolaan KPH dan didukung dengan koordinasi dan komunikasi yang efektif antar pemegang fungsi dan peran mulai dari tingkat pimpinan, seksi-seksi, hingga tingkat lapangan dan masyarakat;
  • penguatan kelembagaan melalui pembentukan unit-unit kelestarian berupa resort pada 4 wilayah utama agar mampu menjangkau dan melaksanakan aktivitas operasionalnya secara lebih efektif; dan
  • keberlanjutan upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM baik untuk bidang-bidang teknis kehutanan maupun bidang sosial kemasyarakatan sesuai SKKNI Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang efektif;

Rekayasa sosial melalui resolusi konflik dan pemberdayaan masyarakat; dan

Jaminan keberlanjutan program dan sistem penganggaran yang stabil.

Perlu terobosan strategis dan penjabaran seksi-seksi yang lebih spesifik terhadap aspek-aspek pengelolaan hutan yang mencakup tiga aspek pengelolaan, yakni kelola produksi, kelola lingungan dan kelola sosial.

Perlu adanya Revisi RPHJP KPH Tasik Besar Serkap (Unit XXII) dengan hasil update data lingkungan dan sosial yang dilakukan oleh Tim Ahli dan munculnya SK perubahan luas di atas. Perubahan akan memberikan beberapa implikasi kebijakan terkait dengan:

  • Rencana kegiatan yang akan dilakukan;
  • Kegiatan dan rencana kegiatan yang sedang dilakukan oleh masyarakat dan para pihak lainnya; dan
  • Kesesuaian penambahan areal dengan rencana tata ruang wilayah Provinsi Riau.
340
1   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini