STUDI BASELINE CADANGAN KARBON

PROJECT II FOREST INVESTMENT PROGRAM

KPH LAKITAN BUKIT COGONG, SUMATERA SELATAN

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

KPH Lakitan dibentuk berdasarkan SK. 76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Pebruari 2010 dengan luas 65.156,2 Ha. Pada wilayah tertentu KPH Lakitan berdasarkan RPHJP, pengnelolaan KPH lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial yang tepat dan sesuai. Hal ini dilakukan sesuai dengan visi pengelolaan yaitu KPH Lakitan sebagai pemasok bahan baku industri kayu dan non kayu secara berkelanjutan menuju KPH mandiri.

Salah satu indikator keberhasilan proyek Forest Invesment Program II (FIP II) yang tertuang dalam Project Development Objectives (PDO) adalah terukurnya carbon balance di areal KPH target. Dalam penjabaran lebih lanjut, indikator keberhasilan proyek adalah juga menunjukkan reduksi emisi di areal KPH target. Oleh sebab itu, untuk menentukan apakah dengan adanya intervensi Proyek FIP2 dapat berdampak pada penurunan emisi, maka perlu disusun baseline yang mendeskrispikan keadaan carbon balanced sebelum dilaksanakan intervensi proyek.

Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan study baseline adalah untuk memperoleh informasi dan data yang akurat dan valid tentang carbon balance di areal proyek KPH Lakitan sehingga dapat diestimasi pengaruh dari program yang akan diterapkan. Untuk kepentingan lebih jauh, hasil kegiatan ini dapat digunakan untuk merumuskan skenario mitigasi untuk mencapai keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

Lingkup Studi

Studi baseline carbon analysis ini dibatasi pada pengukuran carbon balance hanya di areal target KPH Lakitan (10 desa). Untuk pendalaman data dan informasi aktivitas masyarakat, dilakukan melalui sampling di desa-desa taget, di mana penentuan desa dilakukan secara purpossive dan penentuan responden di tiap desa dilakukan secara acak. Carbon balance diukur dan dihitung melaui sistem berbasis lahan, yang mengukur dampak GRK per unit lahan yang dinyatakan dalam tCO2/ha/tahun sesuai dengan input yang diinginkan oleh Ex-ACT Tool. Masing-masing variabel yang diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan 3 (tiga) situasi yaitu: (1) situasi baseline; (2) skenario dengan proyek dan (3) skenario tanpa proyek.

 

GAMBARAN UMUM WILAYAH KPH LAKITAN DAN DESA TARGET INTERVENSI PROYEK

Letak dan Luas KPH

KPH Lakitan (KPH Unit VI Lakitan) secara astronomis terletak di 102°46'45'' - 103°12'47" Bujur Timur dan 2°44'58" - 3°18'51" Lintang Selatan. KPH Unit VI Lakitan merupakan KPH Hutan Produksi dan menjadi salah satu KPH Model yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. KPH Model Unit VI Lakitan secara administratif berada dalam beberapa kecamatan. Ada 13 kecamatan yang terkait dengan keberadaan kawasan KPH Model Unit VI Lakitan, di antaranya: Jayaloka, Tiang Pumpung Kepungut, Megang Sakti, Tuah Negeri, Sumber Harta, Muara Kelingli, Karang Dapo, Karang Jaya, Megang Sakti, Muara Lakitan, Muara Rupit, dan STL Ulu Terawas.

Kondisi biofisik, sosial dan ekonomi

Berdasarkan Peta Kelerengan wilayah KPH Lakitan memiliki satu tipe kelerengan yaitu landai. Berdasarkan keadaan formasi geologi, jenis batuan geologi yang memdominasi di wilayah KPH Lakitan adalah dari Clastic Sediment, Granitoid, Swam Deposits, dan Volcano sediment.

Jika dilihat dari formasi bentang alam dan geomorfologi, wilayah KPH Lakitan didominasi oleh Dataran Tuf Masam, di mana memilki karakteristik tuf dan batuan sedimen halus masam tertutup oleh tuf intermediet.

Rencana Pengelolaan Hutan dan Organisasi

KPH Lakitan sebagai organisasi yang melakukan pengelolaan hutan di tingkat tapak, harus memiliki arah yang jelas. Arah pengelolaan tersebut secara filosofis, tercermin melalui visi dan misi pengelolaan hutan. Merujuk pada arah strategi dan kebijakan pengelolaan hutan produksi maka dapat diterjemahkan lebih lanjut dalam bentuk visi dan misi pengelolaan KPH Lakitan.

Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Wilayah KPH

Berdasarkan informasi dan data dari Rencana pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Tahun 2013-2022), jenis pemanfaatan kawasan hutan di KPH Lakitan pada saat ini belum beragam. Terdapat 1 (satu) ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) yaitu untuk hutan tanaman (IUPHHK-HT) seluas ± 25.093 ha dan Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas ± 1.704 ha. Adapun jenis penggunaan kawasan hutan, sudah ada 4 pemegang ijin yang masuk dalam kawasan KPH Model Unit VI Lakitan berupa ijin usaha pertambangan. Total luas pemanfaatan kawasan hutan ini diperkirakan ± 4.933,94 ha. Apabila dikaji lebih jauh, dari keseluruhan luas KPH Lakitan, sekitar 52,42% luas kawasan yang sudah teralokasi untuk pemanfaatan dan penggunaan hutan. Selebihnya (47,58%) saat ini belum teralokasi.

Gambaran Desa Target dan Interaksinya dengan Wilayah KPH

Dalam fase implementasi, kegiatan FIP2 di KPH Lakitan hanya difokuskan di 10 (sepuluh) desa sasaran. Kesepuluh desa tersebut adalah: Bamasco, Lubuk Rumbai, Megang Sakti 3, Tegal Sari, Mekarsari, Marga Puspita, Campur Sari, Jajaran Baru 1, Jajaran Baru 2, dan Muara Megang. Dari kesepuluh desa tersebut, selanjutnya dipilih masing-masing 7 (tujuh) petani/responden yang akan mendapat intervensi proyek FIP2.

 

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

Lokasi Desa Sasaran dan Waktu Pelaksanaan

Lokasi kegiatan adalah areal target proyek FIP 2 di KPH Lakitan yang terdiri atas beberapa desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November dan Desember 2018 dengan durasi pelaksanaan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Adapun desa-desa yang menjadi rencana target intervensi proyek FIP2 telah ditentukan oleh UPTD KPH Lakitan.

Periode Waktu

Periode waktu antara baseline ke endline adalah 5 (lima) tahun, yaitu dari tahun 2017- 2022. Untuk memprediksi kondisi emisi dan carbon stock tanpa (without) intervensi proyek, maka digunakan data land cover dari tahun 2013-2017 yang bersumber dari peta tutupan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK.

Kebutuhan Data

Data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu (Ex-ACT Tool) adalah:

  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Coastal wetlands
  5. Fishery & aquaculture
  6. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  7. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  8. Infrastruktur: irigasi, jalan, dll

Teknik perolehan data

Untuk data digital tutupan lahan dan batas desa merupakan data sekunder yang diperoleh dari sumber yang relevan (planologi KLHK, BIG, dll). Untuk memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan, diperlukan ground check dan sinkronisasi dengan citra satelit resolusi tinggi terhadap data tutupan lahan. Data aktivitas masyarakat diperoleh melalui wawancara terstruktur pada 10 (sepuluh) desa target yang dipilih secara purpossive. Sedangkan untuk masyarakat (kepala keluarga) yang akan dipilih menjadi sample diambil secara acak dari populasi sebanyak 7 (tujuh) responden pada tiap desa.

Tahapan kegiatan

  1. Ground check (survei tinjau) tutupan lahan
  2. Wawancara terstruktur dengan responden

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Kondisi penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan, yang merupakan wujud dari pemanfaatan suatu lahan yang terkait dengan kebutuhan hidup, sehingga tujuan penggunaan lahan adalah untuk memperoleh manfaat terbaik. Penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spritual. Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari pemanfaatan sumberdaya alam yang paling optimal dan seharusnya penggunaan lahan yang ada dijaga agar tidak menurunkan potensi lahan itu sendiri. Tutupan lahan merupakan gambaran dari wujud penggunaan suatu lahan terkait pemanfaatan sumber daya alam. Karakteristik penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk intervensi manusia dalam pengelolaan kawasan hutan. Kondisi tutupan lahan tahun 2017 di wilayah KPH Lakitan menunjukkan bahwa di dalam kawasan sudah tidak terdapat lagi tutupan berupa hutan primer dan sekunder. Keadaan tutupan lahan di wilayah KPH Lakitan, tipe tutupan lahan yang paling luas adalah pertanian lahan kering campur semak dengan luas 26.739,8 Ha (41 %)

Analisis Ketersediaan Data Cadangan Karbon dan Faktor Emisi

Data cadangan karbon dan faktor emisi di lokasi penelitian tidak tersedia untuk level Tier 2 dan Tier 3, oleh sebab itu perhitungancadangan karbon dan emisi menggunakan data yang tersedia pada Tier 1 di dalam database yang disediakan oleh Ex-ACT Tool.

Analisis penilaian Baseline Emisi Karbon di Areal (Desa) Target

Baseline emisi karbon di wilayah studi perlu didefenisikan dengan jelas cakupannya. Dalam studi ini, tujuan yang lebih luas adalah untuk melihat profil emisi karbon di wilayah KPH Lakitan. Namun dalam sasaran yang dijalankan melalui FIP2, wilayah sasaran dipersempit hanya pada wilayah desa target yang wilayah administrasinya masuk ke dalam wilayah kawasan hutan produksi (kawasan KPH Lakitan).

Matriks LUC – input data aktivitas untuk Alat Ex-ACT Tool

Untuk menggunakan modul LUC di Ex-ACT Tool, maka perlu dibuat matriks perubahan tutupan lahan dalam kurun waktu data yang tersedia yaitu 2013-2017. Dari matriks yang dihasilkan diperoleh data bahwa kategori tutupan lahan tahun 2013 yang berubah di tahun 2017 adalah tutupan lahan Grassland dan Other Land/Degraded.

Analisis dengan Ex-ACT Tool

Menurut manual Ex-ACT Tool, skenario baseline menggambarkan dinamika penggunaan lahan dan data aktivitas serta emisi GRK yang akan terjadi tanpa adanya proyek, program atau intervensi kebijakan lainnhya. Ini berfungsi sebagai scenario awal yang diasumsikan dimana dampak proyek terhadap GRK dapat dibandingkan dengan skenario tanpa proyek (Bockel et al, 2016). Artinya untuk mendapatkan prediksi gambaran carbon balance akibat intervensi proyek, maka mutlak untuk diketahui proram, dan bentuk-bentuk intervensi lainnya dari proyek yang akan dilaksanakan.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk skenario tanpa intervensi proyek dilakukan berdasakan prediksi kecenderungan perubahan tutupan lahan dari data 5 (lima) tahun terakhir. Sehingga hanya modul Land Use Change (LUC) saja yang dapat diprediksi. Skenario dengan proyek, belum bisa dianalisis carbon balance nya untuk dibandingkan dengan skenario intervensi proyek karena belum ada ketersediaan data bentuk intervensi proyek yang akan dilakukan.

Untuk modul LUC, skenario dengan intervensi hanya diasumsikan bahwa tutupan akan berubah menjadi hutan tanaman. Berdasarkan data dan keterbatasan data tersebut, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa total carbon balance di areal target adalah sebesar -626 t CO2equivalent atau -2,1 t CO2equivalent/Ha/yr.

Rekomendasi

Kajian studi ini merekemondasikan untuk segara dibuat detail bentuk-bentuk kegiatan intervensi yang akan dilakukan agar bisa dibuat skenario dengan intervensi proyek. Selain itu juga direkomendasikan agar bentuk intervensi tersebut harus menjamin terjadinya pengurangan emisi di areal target.

 

cloud
cloud

Laporan Study Baseline Analisa Carbon KPH Lakitan


blog

STUDI BASELINE CADANGAN KARBON

PROJECT II FOREST INVESTMENT PROGRAM

KPH LAKITAN BUKIT COGONG, SUMATERA SELATAN

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

KPH Lakitan dibentuk berdasarkan SK. 76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Pebruari 2010 dengan luas 65.156,2 Ha. Pada wilayah tertentu KPH Lakitan berdasarkan RPHJP, pengnelolaan KPH lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial yang tepat dan sesuai. Hal ini dilakukan sesuai dengan visi pengelolaan yaitu KPH Lakitan sebagai pemasok bahan baku industri kayu dan non kayu secara berkelanjutan menuju KPH mandiri.

Salah satu indikator keberhasilan proyek Forest Invesment Program II (FIP II) yang tertuang dalam Project Development Objectives (PDO) adalah terukurnya carbon balance di areal KPH target. Dalam penjabaran lebih lanjut, indikator keberhasilan proyek adalah juga menunjukkan reduksi emisi di areal KPH target. Oleh sebab itu, untuk menentukan apakah dengan adanya intervensi Proyek FIP2 dapat berdampak pada penurunan emisi, maka perlu disusun baseline yang mendeskrispikan keadaan carbon balanced sebelum dilaksanakan intervensi proyek.

Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan study baseline adalah untuk memperoleh informasi dan data yang akurat dan valid tentang carbon balance di areal proyek KPH Lakitan sehingga dapat diestimasi pengaruh dari program yang akan diterapkan. Untuk kepentingan lebih jauh, hasil kegiatan ini dapat digunakan untuk merumuskan skenario mitigasi untuk mencapai keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

Lingkup Studi

Studi baseline carbon analysis ini dibatasi pada pengukuran carbon balance hanya di areal target KPH Lakitan (10 desa). Untuk pendalaman data dan informasi aktivitas masyarakat, dilakukan melalui sampling di desa-desa taget, di mana penentuan desa dilakukan secara purpossive dan penentuan responden di tiap desa dilakukan secara acak. Carbon balance diukur dan dihitung melaui sistem berbasis lahan, yang mengukur dampak GRK per unit lahan yang dinyatakan dalam tCO2/ha/tahun sesuai dengan input yang diinginkan oleh Ex-ACT Tool. Masing-masing variabel yang diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan 3 (tiga) situasi yaitu: (1) situasi baseline; (2) skenario dengan proyek dan (3) skenario tanpa proyek.

 

GAMBARAN UMUM WILAYAH KPH LAKITAN DAN DESA TARGET INTERVENSI PROYEK

Letak dan Luas KPH

KPH Lakitan (KPH Unit VI Lakitan) secara astronomis terletak di 102°46'45'' - 103°12'47" Bujur Timur dan 2°44'58" - 3°18'51" Lintang Selatan. KPH Unit VI Lakitan merupakan KPH Hutan Produksi dan menjadi salah satu KPH Model yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. KPH Model Unit VI Lakitan secara administratif berada dalam beberapa kecamatan. Ada 13 kecamatan yang terkait dengan keberadaan kawasan KPH Model Unit VI Lakitan, di antaranya: Jayaloka, Tiang Pumpung Kepungut, Megang Sakti, Tuah Negeri, Sumber Harta, Muara Kelingli, Karang Dapo, Karang Jaya, Megang Sakti, Muara Lakitan, Muara Rupit, dan STL Ulu Terawas.

Kondisi biofisik, sosial dan ekonomi

Berdasarkan Peta Kelerengan wilayah KPH Lakitan memiliki satu tipe kelerengan yaitu landai. Berdasarkan keadaan formasi geologi, jenis batuan geologi yang memdominasi di wilayah KPH Lakitan adalah dari Clastic Sediment, Granitoid, Swam Deposits, dan Volcano sediment.

Jika dilihat dari formasi bentang alam dan geomorfologi, wilayah KPH Lakitan didominasi oleh Dataran Tuf Masam, di mana memilki karakteristik tuf dan batuan sedimen halus masam tertutup oleh tuf intermediet.

Rencana Pengelolaan Hutan dan Organisasi

KPH Lakitan sebagai organisasi yang melakukan pengelolaan hutan di tingkat tapak, harus memiliki arah yang jelas. Arah pengelolaan tersebut secara filosofis, tercermin melalui visi dan misi pengelolaan hutan. Merujuk pada arah strategi dan kebijakan pengelolaan hutan produksi maka dapat diterjemahkan lebih lanjut dalam bentuk visi dan misi pengelolaan KPH Lakitan.

Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Wilayah KPH

Berdasarkan informasi dan data dari Rencana pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Tahun 2013-2022), jenis pemanfaatan kawasan hutan di KPH Lakitan pada saat ini belum beragam. Terdapat 1 (satu) ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) yaitu untuk hutan tanaman (IUPHHK-HT) seluas ± 25.093 ha dan Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas ± 1.704 ha. Adapun jenis penggunaan kawasan hutan, sudah ada 4 pemegang ijin yang masuk dalam kawasan KPH Model Unit VI Lakitan berupa ijin usaha pertambangan. Total luas pemanfaatan kawasan hutan ini diperkirakan ± 4.933,94 ha. Apabila dikaji lebih jauh, dari keseluruhan luas KPH Lakitan, sekitar 52,42% luas kawasan yang sudah teralokasi untuk pemanfaatan dan penggunaan hutan. Selebihnya (47,58%) saat ini belum teralokasi.

Gambaran Desa Target dan Interaksinya dengan Wilayah KPH

Dalam fase implementasi, kegiatan FIP2 di KPH Lakitan hanya difokuskan di 10 (sepuluh) desa sasaran. Kesepuluh desa tersebut adalah: Bamasco, Lubuk Rumbai, Megang Sakti 3, Tegal Sari, Mekarsari, Marga Puspita, Campur Sari, Jajaran Baru 1, Jajaran Baru 2, dan Muara Megang. Dari kesepuluh desa tersebut, selanjutnya dipilih masing-masing 7 (tujuh) petani/responden yang akan mendapat intervensi proyek FIP2.

 

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

Lokasi Desa Sasaran dan Waktu Pelaksanaan

Lokasi kegiatan adalah areal target proyek FIP 2 di KPH Lakitan yang terdiri atas beberapa desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November dan Desember 2018 dengan durasi pelaksanaan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Adapun desa-desa yang menjadi rencana target intervensi proyek FIP2 telah ditentukan oleh UPTD KPH Lakitan.

Periode Waktu

Periode waktu antara baseline ke endline adalah 5 (lima) tahun, yaitu dari tahun 2017- 2022. Untuk memprediksi kondisi emisi dan carbon stock tanpa (without) intervensi proyek, maka digunakan data land cover dari tahun 2013-2017 yang bersumber dari peta tutupan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK.

Kebutuhan Data

Data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu (Ex-ACT Tool) adalah:

  • Data digital tutupan lahan 2013-2017
  • Data digital batas desa target proyek di KPH Lakitan
  • Data aktifitas masyarakat:
  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Coastal wetlands
  5. Fishery & aquaculture
  6. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  7. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  8. Infrastruktur: irigasi, jalan, dll
  • Emission Factor Database (EFDB)

Teknik perolehan data

Untuk data digital tutupan lahan dan batas desa merupakan data sekunder yang diperoleh dari sumber yang relevan (planologi KLHK, BIG, dll). Untuk memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan, diperlukan ground check dan sinkronisasi dengan citra satelit resolusi tinggi terhadap data tutupan lahan. Data aktivitas masyarakat diperoleh melalui wawancara terstruktur pada 10 (sepuluh) desa target yang dipilih secara purpossive. Sedangkan untuk masyarakat (kepala keluarga) yang akan dipilih menjadi sample diambil secara acak dari populasi sebanyak 7 (tujuh) responden pada tiap desa.

Tahapan kegiatan

  • Persiapan (enumerator, borang, peralatan, dll)
  • Pengolahan data spasial tutupan lahan
  • Kegiatan lapangan:
  1. Ground check (survei tinjau) tutupan lahan
  2. Wawancara terstruktur dengan responden
  • Updating spasial tutupan lahan
  • Re-klasifikasi kategori tutupan lahan sesuai input yang diminta oleh Ex-ACT Tool.
  • Pengolahan hasil wawancara terstruktur
  • Rekapitulasi dan tabulasi data
  • Input data di Ex-ACT Tool
  • Rekapitulasi hasil eksekusi aplikasi Ex-ACT Tool
  • Interpretasi hasil dan analisis data hasil Ex-ACT Tool
  • Pembahasan dan penyusunan rekomendasi rencana aksi
  • Pembuatan naskah laporan

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Kondisi penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan, yang merupakan wujud dari pemanfaatan suatu lahan yang terkait dengan kebutuhan hidup, sehingga tujuan penggunaan lahan adalah untuk memperoleh manfaat terbaik. Penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spritual. Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari pemanfaatan sumberdaya alam yang paling optimal dan seharusnya penggunaan lahan yang ada dijaga agar tidak menurunkan potensi lahan itu sendiri. Tutupan lahan merupakan gambaran dari wujud penggunaan suatu lahan terkait pemanfaatan sumber daya alam. Karakteristik penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk intervensi manusia dalam pengelolaan kawasan hutan. Kondisi tutupan lahan tahun 2017 di wilayah KPH Lakitan menunjukkan bahwa di dalam kawasan sudah tidak terdapat lagi tutupan berupa hutan primer dan sekunder. Keadaan tutupan lahan di wilayah KPH Lakitan, tipe tutupan lahan yang paling luas adalah pertanian lahan kering campur semak dengan luas 26.739,8 Ha (41 %)

Analisis Ketersediaan Data Cadangan Karbon dan Faktor Emisi

Data cadangan karbon dan faktor emisi di lokasi penelitian tidak tersedia untuk level Tier 2 dan Tier 3, oleh sebab itu perhitungancadangan karbon dan emisi menggunakan data yang tersedia pada Tier 1 di dalam database yang disediakan oleh Ex-ACT Tool.

Analisis penilaian Baseline Emisi Karbon di Areal (Desa) Target

Baseline emisi karbon di wilayah studi perlu didefenisikan dengan jelas cakupannya. Dalam studi ini, tujuan yang lebih luas adalah untuk melihat profil emisi karbon di wilayah KPH Lakitan. Namun dalam sasaran yang dijalankan melalui FIP2, wilayah sasaran dipersempit hanya pada wilayah desa target yang wilayah administrasinya masuk ke dalam wilayah kawasan hutan produksi (kawasan KPH Lakitan).

Matriks LUC – input data aktivitas untuk Alat Ex-ACT Tool

Untuk menggunakan modul LUC di Ex-ACT Tool, maka perlu dibuat matriks perubahan tutupan lahan dalam kurun waktu data yang tersedia yaitu 2013-2017. Dari matriks yang dihasilkan diperoleh data bahwa kategori tutupan lahan tahun 2013 yang berubah di tahun 2017 adalah tutupan lahan Grassland dan Other Land/Degraded.

Analisis dengan Ex-ACT Tool

Menurut manual Ex-ACT Tool, skenario baseline menggambarkan dinamika penggunaan lahan dan data aktivitas serta emisi GRK yang akan terjadi tanpa adanya proyek, program atau intervensi kebijakan lainnhya. Ini berfungsi sebagai scenario awal yang diasumsikan dimana dampak proyek terhadap GRK dapat dibandingkan dengan skenario tanpa proyek (Bockel et al, 2016). Artinya untuk mendapatkan prediksi gambaran carbon balance akibat intervensi proyek, maka mutlak untuk diketahui proram, dan bentuk-bentuk intervensi lainnya dari proyek yang akan dilaksanakan.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk skenario tanpa intervensi proyek dilakukan berdasakan prediksi kecenderungan perubahan tutupan lahan dari data 5 (lima) tahun terakhir. Sehingga hanya modul Land Use Change (LUC) saja yang dapat diprediksi. Skenario dengan proyek, belum bisa dianalisis carbon balance nya untuk dibandingkan dengan skenario intervensi proyek karena belum ada ketersediaan data bentuk intervensi proyek yang akan dilakukan.

Untuk modul LUC, skenario dengan intervensi hanya diasumsikan bahwa tutupan akan berubah menjadi hutan tanaman. Berdasarkan data dan keterbatasan data tersebut, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa total carbon balance di areal target adalah sebesar -626 t CO2equivalent atau -2,1 t CO2equivalent/Ha/yr.

Rekomendasi

Kajian studi ini merekemondasikan untuk segara dibuat detail bentuk-bentuk kegiatan intervensi yang akan dilakukan agar bisa dibuat skenario dengan intervensi proyek. Selain itu juga direkomendasikan agar bentuk intervensi tersebut harus menjamin terjadinya pengurangan emisi di areal target.

 

260
1   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini