- Baru-baru ini ditemukan jenis katak baru di Hutan Harapan yaitu Mycryletta sumatrana. Katak ini berukuran kecil, jantan berkisar 17,4 milimeter dan betina 22,8 milimeter. Secara fisik, memiliki kepala warna cokelat, biintik-bintik krem di bagian mulut dan sekitar telinga , perut juga cokelat.
- Perubahan habitat mengancam ampibi. Amir Hamidy, peneliti Herpetologi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, hanya ada dua pilihan kalau terjadi perubahan habitat bagi amfibi: bertahan atau punah. Untuk mengarah pada evolusi, mutasi gen ini perlu jutaan tahun.
- Hutan Harapan mendata ada 74 jenis amfibi dan reptil hidup dalam kawasan. Satu dalam status genting ( endangered) berdasarkan status IUCN yaitu kura-kura duri (Heosemys spinosa) dan empat jenis katak mendekati terancam punah yaitu bangkong batu (Limnonectes blythii), peat swamp frog (Limnonectes malesianus), bangkong Sumatera (Occidozyga baluensis) dan lowland dwarf toad (Pelophryne signata).
- Hutan Harapan, kini menghadapi tambahan ancaman karena sebagian kawasan akan jadi lintasan jalan untuk angkutan batubara. Satwa, antara lain ampibi seperti katak pun terancam. Forum Masyarakat Penyelamatan Hutan Alam Sumsel dan Jambi (Formapshi) menuntut surat yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dicabut.
Pepohonan rimbun, dan langkah-langkah kaki terdengar jelas melewati daun-daun kering kala mengunjungi demplot penelitian amfibi di Sungai Lalan, Jambi. Kami dilengkapi sepatu boot, khawatir kalau ada ular terinjak.
Musadat, tim diversitas yang separuh hidup berada di Hutan Harapan membawa senter dan jadi penunjuk jalan. Musadat berhenti sesaat, memperhatikan sesekeliling. Tiba-tiba mematikan senter.
Suasana jadi sangat gelap. Musadat dengan cepat berjalan menuju pohon medang. Di bawahnya terdapat tunas pucuk daun liana. Dia menemukan dua katak pohon berbintik putih (Nyctixalus pictus) dan katak pohon berjumbai (Kurixalus appendiculatus).
Katak pohon berbintik putih memiliki ciri moncong runcing dan tajam, piringan sendi kaki depan dan belakang melebar, tetapi lebih kecil dari tympanum. Kaki belakang berselaput separuh, tubuh bagian dorsal berbintil halus, tenggorokan halus, perut dengan bintil putih halus. Warna tubuh coklat terang sampai kemerahan dan penuh titik-titik putih di seluruh tubuh, ukuran tubuh mencapai 35 mm.
Kami terus berjalan ke dalam hutan. Tiba di kubangan, kata Musadat kalau musim penghujan akan berbentuk sungai kecil.
Musadat bilang, ini habitat katak dan tempat satwa lain minum. Dia menunjukkan ada beberapa jejak kaki babi hutan dan cakaran beruang di pohon.
Senter dia arahkan lebih dekat pada bekas cakaran. “Untung sudah sebulan lalu, sepertinya bekas cakar ini, “ katanya.
Katak-katak yang kami temui ini rata-rata berukuran 25-35 mili meter atau tak lebih seukuran jempol ibu jari.
Musadat bilang, masih ada ukuran lebih kecil lagi katak di lokasi itu.
Sejak berada di Hutan Harapan 2007, dulu sebagai pekerja HPH Asia, . Musadat mengenal hutan ini seperti mengenali anggota tubuhnya.
“Pernah diterkam beruang juga di paha, maka kalau lihat cakaran beruang di pohon, bisa dideteksi kapan terakhir di lokasi itu,” katanya sambil tertawa.
Suka dan duka menjaga hutan, menemukan aneka spesies amfibi, reptil, ikan dan berbagai macam jenis burung menjadi bidang yang dia cintai. Dia menyukai pekerjaan mengikuti tim riset yang datang silih berganti.
Pada 2013, peneliti biologi konservasi dari Universitat Hamburg, Jerman, Andre Jankowski datang meneliti. Jankowski membuat 20 plot untuk survei amfibi dengan berbagai tipe hutan berbeda.
Musadat mengikuti penelitian berbulan-bulan. Dia mulai belajar berbagai jenis amfibi dan reptil perlahan-lahan secara otodidak.
Lokasi riset amfibi di Hutan Harapan berada di Rawa Bato, Sungai Hulu Lalan, Rawa Hulu Lalan, Rawa Bambu Hitam. Sungai Jembatan Jengkol, Rawa Spas, Sungai Spas, Sungai Lalan, Sungai Bungin, Sungai Fokus 3, Rawa Fokus 3, Sungai dan Rawa Meranti.
Baru-baru ini ditemukan jenis katak baru di Hutan Harapan yaitu Mycryletta sumatrana. Katak ini berukuran kecil, jantan berkisar 17,4 milimeter dan betina 22,8 milimeter. Secara fisik, memiliki kepala warna cokelat, biintik-bintik krem di bagian mulut dan sekitar telinga , perut juga cokelat.
Amir Hamidy, peneliti Herpetologi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, pada 2000-an di hutan Sumatera Selatan mereka juga menemukan katak serupa tetapi masih kategori Micryletta Inornata . Sampai 2018, ditemukan kembali di Hutan Harapan. Katak ini pertama kali ditemukan 1800-an di Deli, Sumatera Utara.
Perubahan tutupan hutan berakibat pada kenaikan suhu dan penurunan kelembaban. Amir bilang, kondisi ini berpengaruh pada pembiakan reptil dan amfibi.
“Dua jenis ini kan hidup di dua alam, darat dan air. Kalau ada perubahan habitat, tentu bisa berimbas pada amphibi.”
Ketika ada perubahan habitat drastis, berpengaruh pada laju kepunahan amphibi dibandingkan laju penemuan. Pada 2004, IUCN evaluasi terhadap 5.743 jenis amfibi di dunia yang dikenal dengan nama Global Amphibian Assessment (GAA) dengan melibatkan sekitar 500 peneliti dari 60 negara termasuk Indonesia.
Hasilnya menunjukkan, sedikitnya 1.856 jenis (32%) terancam punah, sembilan jenis punah sejak 1980, 113 spesies tidak ditemukan lagi akhir-akhir ini dan 43% dari semua jenis mengalami penurunan populasi (Stuart et al. 2005).
Amir bilang, jenis Rhacophorus (katak pohon) di Jambi pada 2015 sudah masuk koleksi . Saat ini, katanya, banyak hutan berubah untuk berbagai hal. “Katak pohon untuk jenis-jenis tertentu umumnya memang ada yang hidup di hutan primer maupun sekunder. Sangat riskan jika ada perubahan habitat.”
Amir bilang, hanya ada dua pilihan dari perubahan habitat bagi amfibi: bertahan atau akan punah. Untuk mengarah pada evolusi, mutasi gen ini perlu jutaan tahun.
Hutan Harapan mendata ada 74 jenis amfibi dan reptil hidup dalam kawasan. Satu dalam status genting ( endangered) berdasarkan status IUCN yaitu kura-kura duri (Heosemys spinosa) dan empat jenis katak mendekati terancam punah yaitu bangkong batu (Limnonectes blythii), peat swamp frog (Limnonectes malesianus), bangkong Sumatera (Occidozyga baluensis) dan lowland dwarf toad (Pelophryne signata).
Makin terancam
Hutan Harapan, kini menghadapi tambahan ancaman karena sebagian kawasan akan jadi lintasan jalan untuk angkutan batubara. Satwa, antara lain ampibi seperti katak pun terancam.
Forum Masyarakat Penyelamatan Hutan Alam Sumsel dan Jambi (Formapshi) menuntut surat yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dicabut. Melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, surat itu berisi tentang penetapan areal kerja izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan jalan angkut batubara.
Surat tertanggal 15 Oktober 2020 ini memberikan izin atas nama PT Marga Bara Jaya seluas 420, 73 hektar di hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap di Musi Rawas Utara dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan serta Jambi.
Adiosyafri perwakilan Formaphsi dalam rilis menyampaikan keberatan pada rencana pembangunan jalan angkut batubara PT Marga Bara Jaya dalam kawasan IUPHHK-RE PT Restorasi Ekosistem Indonesia. Upaya penolakan sudah sejak 2019, seakan tak digubris.
”Upaya keberatan juga disampaikan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo melalui surat permohonan mengalihkan rute jalan angkut batubara,” kata Adios.
Saat ini, upaya pemulihan Hutan Harapan melalui penanaman, pengayaan dan percepatan permudaan alam pada areal seluas 2.249 hektar dengan 1.302.391 tanaman. Lokasi penanaman meliputi blok-blok kerja dan kiri kanan jalan utama. Jenis pohon yang ditanam sangat beragam dan berasal dari jenis asli Hutan Harapan, seperti keruing, meranti, bulian, gaharu, dan jelutung.
Keterngan foto utama: Katak pohon. Elviza Diana/ Mongabay Indonesia
Sumber : https://www.mongabay.co.id/2020/12/12/mengintip-katak-di-hutan-harapan/
Unduh Berkas sini.