LAPORAN PELAKSANAAN

STUDI BASELINE BIDANG ANALISIS KARBON KPHL RINJANI BARAT

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Project II Forest Investment Program “Promoting Sustainable Community Based Natural Resources Management and Institution Development”, seperti tertuang pada kerangka acuan kerja, dirancang untuk mendukung dan memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam mendesentralisasikan pengelolaan hutan di tingkat sub-nasional melalui operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengelola lansekap hutan. Tujuan pengembangan FIP II adalah memperkuat kapasitas kelembagaan dan kapasitas lokal untuk mengelola hutan dan sumber daya alam serta meningkatkan penghidupan masyarakat berbasis hutan yang berkelanjutan di wilayah sasaran. Rancangan proyek diarahkan untuk menginternalisasikan kondisi yang beragam dan dinamis di tingkat sub nasional dan memfasilitasi pengelolaan adaptif dan pembelajaran dengan “learning by doing”. Program Investasi Kehutanan atau Forest Investment Program (FIP) merupakan salah satu program yang mendapat pendanaan dari Climate Investment Funds (CIF).

Program FIP diharapkan dapat membantu Negara berkembang dalam mengimplementasikan REDD+ melalui penyediaan pembiayaan. Dengan demikian, dalam jangka panjang, proyek ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan hutan lestari dan perbaikan penghidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Sebelum proyek FIP II diimplementasikan beberapa studi baseline termasuk cadangan karbon perlu dilakukan. Studi baseline cadangan karbon ini penting untuk menggambarkan kondisi emisi dan cadangan karbon pada desa target sebelum proyek dilaksanakan.

Maksud dan Tujuan

Studi baseline cadangan karbon ini dimaksudkan untuk menyiapkan referensi bagi KPH terkait cadangan karbon di wilayah kerja, sekaligus sebagai salah satu indicator kinerja lembaga KPH khususnya dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Tujuan studi baseline adalah (1) menyediakan data dan informasi awal tentang cadangan dan emisi karbon pada kawasan hutan desa target sebelum kegiatan FIP II dilaksanakan dan (2) memberikan usulan alternatif mitigasi perubahan iklim yang dapat dilakukan KPH.

Lingkup Kajian

Kajian studi baseline analysis karbon mencakup lahan kawasan hutan pada 10 desa yang menjadi target kegiatan FIP II. Lingkup kajian meliputi analysis perubahan tutupan lahan, analysis deforestasi dan aforestasi, studi literatur cadangan dan emisi karbon, dan analysis emisi karbon menggunakan Ex Ante Carbon Balance Tool.

Luaran

Luaran dari studi Analysis karbon adalah dokumen laporan tentang kondisi awal cadangan dan emisi karbon dari kawasan hutan pada 10 desa sebelum kegiatan FIP II dilaksanakan.

 

GAMBARAN UMUM KPH DAN DESA TARGET

Letak dan Luas, dan Legalitas

KPHL Unit I Rinjani Barat merupakan salah satu yang dibentuk pertama kali dan termasuk dalam KPH model. Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model (KPHL Model) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.337/MenhutVII/2009 tanggal 15 Juni 2009 dan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat No. 53 tahun 2016 tanggal 27 Desember 2016. Luas KPHL Rinjani barat adalah 40.983 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung seluas 28.911 Ha dan Hutan Produksi Terbatas seluas 6.997 Ha, serta Hutan Produksi Tetap seluas 5.075 Ha. Secara kelembagaan, KPHL Model Rinjani Barat berbentuk UPTD, yaitu UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan

Berdasarkan administrasi pemerintahan, KPHL Rinjani Barat termasuk dalam 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat dan kabupaten Lombok Utara. Wilayah dalam kabupaten Lombok Barat terdiri dari Kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari dan Batulayar, sedangkan 0 dari Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan Bayan.

Kondisi Biofisik KPHl Rinjani Barat

Iklim

Kondisi iklim kawasan KPHL Unit I Rinjani Barat menurut pembagian iklim Schmidt Ferguson termasuk dalam tipe iklim C-E. Rata-rata curah hujan tahunan antara 1250-3.750 mm/tahun dengan awal musim hujan bulan September dan Oktober. Puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari dan Februari. Musim kemarau antara 7-9 bulan sedangkan musim hujan antara 3 – 5 bulan, dan temperatur udara rata-rata berkisar 18-31oC.

Topografi Wilayah

Berdasarkan analisis spatial peta kelerengan (Tim GIS, Sarbi, 2018), Sebaran kelas kelerengan wilayah KPHL Unit I Rinjani Barat terbagi kedalam kelerengan sangat curam (39,70%) dan curam (26,50%); dan sisanya termasuk kelerengan landai dan agak curam.

Geologi dan Jenis Tanah

Keadaan geology KPHL Rinjani Barat yang dianalysis dari Peta Geologi Bersystem Indonesia Lembar Lombok, skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1994 disajikan pada table 2.4. Berdasrkan tabel tersebut wilayah KPHL Unit I Rinjani Barat sebagian besar terdiri atas formasi Bt. Gunung api tak terpisahkan (58,72%), diikuti formasi Kalibabak (42,90%)

Penutupan Lahan Berdasarkan Interpretasi Citra Landsat

Kondisi penutupan lahan KPHL Rinjani barat berdasrkan analisis data spatial menggunakan peta penafsiran citra landsat 8 OLI Band 654 Path 116 Row 66 Liputan 22 Mei 2017 menunjukkan bahwa Rinjani barat sebagian besar masih hutan primer (37%) dan hutan sekunder (33%), dan sisanya belukar tua dan semak belukar muda.

Deforestasi dan Degradasi Hutan

Pada awal beroperasi KPHL Rinjani Barat sudah dihadapkan pada kondisi areal yang sudah terganggu akibat perambahan hutan yang secara sporadic. Pada tahun 1999/2000- an.sebagian areal KPHL Rinjani Barat mengalami perambahan.

Kekritisan Lahan Kawasan dan Perkembangan Rehabilitasi KPHL

Berdasarkan dari dari BPDAS-HL Dodokan Moyosari, kawasan KPHL Unit I Rinjani Barat didominasi oleh potensial kritis seluas + 17.297 Ha (42,21%) dan tingkat kritis seluas + 155.313 Ha (37,36%). Hal ini berkiatan dengan keadaan totpografi JKPHL Rinjani barat yang termasuk agak curam sampai sangat curam yaitu seluas 66,2% dan jenis tanah yang mempunyai sifat porositas tinggi. Selain itu juga diduga berkaitan dengan pola pengelolaan oleh masyarakat. Untuk mengurangi lahan kritis, KPHL Unit I Rinjani Barat dan BPDAS-HL Dodokan Moyosari bersama masyarakat selama periode 2010 sampai 2017 telah melakukan rehabilitasi kawasan yang telah terbuka seluas + 3.353 Ha.

Flora dan Fauna

Hasil inventarisasi flora dan fauna yang dilakukan apda awal penyusunan RPHJP menunjukkan bahwa pada areal yang masih alami ditemukan sebanyak 135 spesies flora.

Berkaitan dengan fauna, Hasil penelitian Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (1994), menunjukkan bahwa jumlah fauna yang ditemukan pada Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK.1) diperkirakan ± 154 jenis, yang terbagi ke dalam jenis mamalia, reptil, primata, amphibi, insect, dan aves (burung)

Potensi HHK dan HHBK

Potensi tegakan kayu pada hutan lindung virgin dengan luas ±16.862,84 Ha (berupa hutan primer) ± 156,36 M³/ha, dengan komposisi tegakan berupa pohon ± 169 batang/ha, tiang ± 745 batang/ha serta pancang dan semai ± 4.733 batang/ha. Sementara potensi kayu pada hutan sekunder diperkirakan ± 46,91 M³/Ha, dengan jumlah tegakan kayu dan MPTS untuk tingkat pohon ± 118 batang/Ha, tingkat tiang ± 51 batang/Ha, serta untuk tingkat pancang dan tingkat semai ± 68 batang/Ha. Potensi kayu pada HPT rata-rata 63,57 m³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon ± 90 batang/ha, tingkat tiang 85 batang/ha, tingkat pancang 88 batang/ha dan tingkat semai 75 batang/ha. Sedangkan potensi kayu pada HP tertinggi pada KH. Pandan Mas tercatat 34,53 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon 45 batang/ha, tingkat tiang 26 batang/ha, tingkat pancang 61 batang/ha dan tingkat semai 89 batang/ha

Potensi Jasa Lingkungan

Potensi Sumber Daya Air

Kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat secara umum merupakan hulu dari sumber daya air bagi masyarakat di 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Tengah. Potensi sumber daya air tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air minum, irigasi/pengairan sawah, bendungan/Dam, pembangkit listrik mikrohydro, dan kebutuhan lainnya.

Potensi Karbon

Hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (2012) menunjukkan bahwa rata-rata stok karbon atas permukaan di hutan alam sekunder adalah 156,48 ton/ha, hutan mahoni 210,41 ton/ha, agroforestri campuran 102,47 ton/ha, coklat-dadap 28,07 ton/ha dan semak belukar 2,27 ton/ha. Sementara hasil survey stok karbon KPHL Unit I Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), Prodi Kehutanan Universitas Mataram dan PT. Hijau Artha Nusa (2013) dengan menganalisis seluruh komponen ekosistem (termasuk omponen tanah) terhadap 45 petak sampel permanen (PSP) dari berbagai tipe hutan menunjukkan bahwa rata-rata hutan primer rata-rata 206,6 ton/ha, hutan sekunder rata-rata 180,1 ton/ha dan semak belukar rata-rata 75,3 ton/ha.

Potensi Wisata Alam

Kawasan KPHL Rinjani Barat yang didominasi deretan pegunungan dan perbukitan, dengan hamparan landscape kawasan yang bervariasi, yang dihiasi panorama air terjun dan ngarai mempunya potensi wisata alam yang sangat menarik bagi wisatawan.

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Kependudukan

Jumlah penduduk desa dalam wilayah KPHL Rinjani Barat  sebanayak 172.900 ribu jiwa, atau sekitar lima persen lebih dari penduduk Pulau Lombok, dengan tingkat kepadatan mencapai 309 jiwa/Km2 atau sekitar separuh kepadatan Pulau Lombok sebesar 609 jiwa/Km2. Beberapa desa yang memiliki kepadatan sangat tinggi seperti Desa Mekar Sari, Langko, Taman Sari, Guntur Macan, Gelanggar, Dopang dan Batu Layar, dengan kepadatan antara 1.007 sampai 1.730 jiwa/Km2. Jumlah penduduk yang padat berpotensi memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan. Dari aspek gender, komposisi penduduk di desa-desa KPH Rinjani Barat, berkelamin pria lebih kecil dibadngkan dengan wanita. Rasio ketergantungan berkiasar antara 50-68 yang berate bahwa 10 orangt produktif menanggung 50-68 orang tidak produktif.

 

METODE STUDI

Penentuan Wilayah Analysis

Wilayah analysis karbon pada KPHL Rinjani Barat ditetap 10 desa yang menjdi target kegiatan FIP II. Ke sepuluh desa tersebut (Gambar 1) adalah sebagai berikut: 1. Desa Sesaot, 2. Desa Giri Madia, 3. Desa Langko, 4. Desa Taman Sari, 5. Desa Senggigi, 6. Desa Jenggala, 7. Desa Bentek, 8. Desa Genggelang, 9. Desa Santong, 10. Desa Bayan

Penentuan periode historis untuk baseline karbon

Periode waktu beberapa tahun ke belakang (historis) digunakan untuk menentukan baseline emisi beberapa waktu yang akan datang. Jangka waktu yang ideal untuk menetapkan baseline sekurangkurangnya 10 tahun karena lama waktu tersebut dianggap dapat memberikan gambaran actual dinamika perubahan tutupan hutan dan penggunaan lahan lainnya, termasuk kemungkinan terjadinya kondisi ekstrem misalnya fenomena cuaca (El Nino) yang mempengaruhi kejadian kebakaran lahan dan hutan. Pemilihan periode waktu tersebut juga perlu mempertimbangkan tersedianya rangkaian data dengan kualitas baik atau dengan uncertainty kecil. Sesuai kerangka acuan, periode waktu rujukan untuk penetapan baseline emisi ditetapkan selama 5 tahun ke belakang yaitu periode tahun 2013-2017. Pada periode tersebut tersedia rangkaian data tahunan yang memungkinkan mengetahui dinamika perubahan lahan dan kecenderungannya

Data dan metode pengumpulan data

Ada dua macam data utama yang digunakan dalam menentukan Tingkat Rujukan atau Baseline emisi dari kegiatan perubahan lahan dan pertanian, yaitu data aktivitas dan factor emisi. Kedua data tersebut didefinisikan sebagai berikut:

  1. Data aktivitas (DA): kegiatan penambahan atau pengurangan emisi berdasarkan sumber emisi yang dinyatakan dalam satuan luas per satuan waktu
  2. Faktor emisi (FE): nilai yang ditentukan untuk setiap jenis gas rumah kaca (GRK) berdasarkan sumber emisi yang dinyatakan dalam satuan massa per satuan luas.

Cadangan karbon dan factor emisi

Data cadangan karbon dari setiap penutup lahan (hutan dan non hutan) diperoleh dari hasil pengukuran cadangan karbon dilakukan di areal KPH atau menggunakan informasi cadangan karbon yang dapat mewakili kondisi hutan di areal KPH tersebut (data local atau regional). Informasi cadangan karbon hutan dan cadangan karbon berbagai kondisi penutup lahan dapat diperoleh dari laporan inventarisasi hutan, laporan hasil penelitian dan jurnal-jurnal ilmiah.

Identifikasi driver deforestasi dan degradasi hutan

Kegiatan survey lapangan penting sekali untuk mengidentifikasi driver yang menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di wilayah KPH. Driver deforestasi bisa berasal dari deforestasi yang direncanakan, misalnya adanya pembangunan hutan tanaman dan pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan non kehutanan. Driver deforestasi juga bisa bersumber dari kegiatan penebangan hutan illegal dan peningkatan kebutuhan lahan sector non kehutanan (perkebunan, pertanian, pemukiman dll).

Metode analisis data

Data tutupan lahan dan perubahannya disajikan dalam bentuk matrik perubahan penutupan lahan setiap periode tahunan dan periode 5 tahun (2013-2017). Secara spasial perubahan tututupan lahan disajikan dalam bentuk peta tutupan lahan dan perubahannya yang memperlihatkan lokasi deforestasi dan aforestasi/reforestasi. Penghitungan hilangnya karbon atau emisi akibat perubahan penggunaan atau tutupan lahan yang merupakan komponen terbesar dalam proses alih guna lahan dapat dilakukan dengan pendekatan perubahan cadangan (stock change) digunakan untuk menghitung emisi CO2. Perubahan cadangan karbon tahunan melibatkan biomassa permukaan yang terdapat dalam tipe tutupan lahan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis perubahan tutupan hutan dan lahan

Perubahan tutupan lahan dari 10 desa target Proyek FIP II di KPHL Rinjani Barat disajikan pada tabel 4.1 sampai tabel 4.11. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 terjadi pengurangan tutupan hutan lahan kering primer menjadi hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering bercampur semak dan semak belukar dengan total luas 3038 ha atau sekitar 25%. Penguranga luas juga terjadi pada hutan lahan kering sekunder dari semula 3237,19 ha pada tahun 2013 menjadi 3024,49 ha atau berkurang seluas 212, 69 ha atau sebesar 6,5%

Analisis ketersediaan data cadangan karbon dan factor emisi KPHL Rinjani Barat

Hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (2012) menunjukkan bahwa rata-rata stok karbon atas permukaan di hutan alam sekunder adalah 156,48 ton/ha, hutan mahoni 210,41 ton/ha, agroforestri campuran 102,47 ton/ha, coklat-dadap 28,07 ton/ha dan semak belukar 2,27 ton/ha. Sementara hasil survey stok karbon KPHL Unit I Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), Prodi Kehutanan Universitas Mataram dan PT. Hijau Artha Nusa (2013) dengan menganalisis seluruh komponen ekosistem (termasuk omponen tanah) terhadap 45 petak sampel permanen (PSP) dari berbagai tipe hutan menunjukkan bahwa rata-rata hutan primer rata-rata 206,6 ton/ha, hutan sekunder rata-rata 180,1 ton/ha dan semak belukar rata-rata 75,3 ton/ha.

 

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Simpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian adalah sebagai berikut:

  1. KPHL Rinjani Barat dalam kurun waktu 2013 sampai dengan 2017 telah terjadi perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering primer dari 12419,79 ha menjadi 9380,93 ha atau berkurang sekitar 24%, terdistribusi menjadi hutan lahan kering sekunder dan pertanian lahan kering bercampur semak dan semak belukar.
  2. Cadangan karbon berdasarkan kajian literatur untuk KPHL Rinjani Barat bervariasi untuk hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder dan semak belukar. Rata-rata cadangan karbon untuk ketiga tutupan lahan tersebut berturut-turut 206,6 ton/ha, 180,1 ton/ha dan 75,3 ton/ha.
  3. Emisi karbon KPHL Rinjani Barat bersumber dari degradasi dan deforestasi, aktivitas pertanian dalam kawasan dan sebagian berasal dari aktivitas ternak dalam Kawasan

Rekomendasi

  1. Dalam rangka menurunkan emisi karbon dari dalam kawasan hutan perlu dilakukan rehabilitasi lahan terbukan atau terdegradasi dalam kawasan hutan melalui penanaman berbagai jenis pohon

Pengamanan dan perlindungan kawasan hutan dari perlu terus ditingkatkan melalui pelibatan masyarakat secara partisipatif sehingga degradasi kawsan hutan dari aktivitas illegal logging dan perambahan dapat diminimalkan 3. Analyisis emisi karbon perlu dilakukan secara berkala dan dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja KPHL dalam mempertahankan kualitas lingkungan.

cloud
cloud

Laporan Study Baseline Analisa Carbon KPHL Rinjani Barat


blog

LAPORAN PELAKSANAAN

STUDI BASELINE BIDANG ANALISIS KARBON KPHL RINJANI BARAT

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Project II Forest Investment Program “Promoting Sustainable Community Based Natural Resources Management and Institution Development”, seperti tertuang pada kerangka acuan kerja, dirancang untuk mendukung dan memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam mendesentralisasikan pengelolaan hutan di tingkat sub-nasional melalui operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengelola lansekap hutan. Tujuan pengembangan FIP II adalah memperkuat kapasitas kelembagaan dan kapasitas lokal untuk mengelola hutan dan sumber daya alam serta meningkatkan penghidupan masyarakat berbasis hutan yang berkelanjutan di wilayah sasaran. Rancangan proyek diarahkan untuk menginternalisasikan kondisi yang beragam dan dinamis di tingkat sub nasional dan memfasilitasi pengelolaan adaptif dan pembelajaran dengan “learning by doing”. Program Investasi Kehutanan atau Forest Investment Program (FIP) merupakan salah satu program yang mendapat pendanaan dari Climate Investment Funds (CIF).

Program FIP diharapkan dapat membantu Negara berkembang dalam mengimplementasikan REDD+ melalui penyediaan pembiayaan. Dengan demikian, dalam jangka panjang, proyek ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan hutan lestari dan perbaikan penghidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Sebelum proyek FIP II diimplementasikan beberapa studi baseline termasuk cadangan karbon perlu dilakukan. Studi baseline cadangan karbon ini penting untuk menggambarkan kondisi emisi dan cadangan karbon pada desa target sebelum proyek dilaksanakan.

Maksud dan Tujuan

Studi baseline cadangan karbon ini dimaksudkan untuk menyiapkan referensi bagi KPH terkait cadangan karbon di wilayah kerja, sekaligus sebagai salah satu indicator kinerja lembaga KPH khususnya dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Tujuan studi baseline adalah (1) menyediakan data dan informasi awal tentang cadangan dan emisi karbon pada kawasan hutan desa target sebelum kegiatan FIP II dilaksanakan dan (2) memberikan usulan alternatif mitigasi perubahan iklim yang dapat dilakukan KPH.

Lingkup Kajian

Kajian studi baseline analysis karbon mencakup lahan kawasan hutan pada 10 desa yang menjadi target kegiatan FIP II. Lingkup kajian meliputi analysis perubahan tutupan lahan, analysis deforestasi dan aforestasi, studi literatur cadangan dan emisi karbon, dan analysis emisi karbon menggunakan Ex Ante Carbon Balance Tool.

Luaran

Luaran dari studi Analysis karbon adalah dokumen laporan tentang kondisi awal cadangan dan emisi karbon dari kawasan hutan pada 10 desa sebelum kegiatan FIP II dilaksanakan.

 

GAMBARAN UMUM KPH DAN DESA TARGET

Letak dan Luas, dan Legalitas

KPHL Unit I Rinjani Barat merupakan salah satu yang dibentuk pertama kali dan termasuk dalam KPH model. Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model (KPHL Model) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.337/MenhutVII/2009 tanggal 15 Juni 2009 dan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat No. 53 tahun 2016 tanggal 27 Desember 2016. Luas KPHL Rinjani barat adalah 40.983 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung seluas 28.911 Ha dan Hutan Produksi Terbatas seluas 6.997 Ha, serta Hutan Produksi Tetap seluas 5.075 Ha. Secara kelembagaan, KPHL Model Rinjani Barat berbentuk UPTD, yaitu UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan

Berdasarkan administrasi pemerintahan, KPHL Rinjani Barat termasuk dalam 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat dan kabupaten Lombok Utara. Wilayah dalam kabupaten Lombok Barat terdiri dari Kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari dan Batulayar, sedangkan 0 dari Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan Bayan.

Kondisi Biofisik KPHl Rinjani Barat

Iklim

Kondisi iklim kawasan KPHL Unit I Rinjani Barat menurut pembagian iklim Schmidt Ferguson termasuk dalam tipe iklim C-E. Rata-rata curah hujan tahunan antara 1250-3.750 mm/tahun dengan awal musim hujan bulan September dan Oktober. Puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari dan Februari. Musim kemarau antara 7-9 bulan sedangkan musim hujan antara 3 – 5 bulan, dan temperatur udara rata-rata berkisar 18-31oC.

Topografi Wilayah

Berdasarkan analisis spatial peta kelerengan (Tim GIS, Sarbi, 2018), Sebaran kelas kelerengan wilayah KPHL Unit I Rinjani Barat terbagi kedalam kelerengan sangat curam (39,70%) dan curam (26,50%); dan sisanya termasuk kelerengan landai dan agak curam.

Geologi dan Jenis Tanah

Keadaan geology KPHL Rinjani Barat yang dianalysis dari Peta Geologi Bersystem Indonesia Lembar Lombok, skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1994 disajikan pada table 2.4. Berdasrkan tabel tersebut wilayah KPHL Unit I Rinjani Barat sebagian besar terdiri atas formasi Bt. Gunung api tak terpisahkan (58,72%), diikuti formasi Kalibabak (42,90%)

Penutupan Lahan Berdasarkan Interpretasi Citra Landsat

Kondisi penutupan lahan KPHL Rinjani barat berdasrkan analisis data spatial menggunakan peta penafsiran citra landsat 8 OLI Band 654 Path 116 Row 66 Liputan 22 Mei 2017 menunjukkan bahwa Rinjani barat sebagian besar masih hutan primer (37%) dan hutan sekunder (33%), dan sisanya belukar tua dan semak belukar muda.

Deforestasi dan Degradasi Hutan

Pada awal beroperasi KPHL Rinjani Barat sudah dihadapkan pada kondisi areal yang sudah terganggu akibat perambahan hutan yang secara sporadic. Pada tahun 1999/2000- an.sebagian areal KPHL Rinjani Barat mengalami perambahan.

Kekritisan Lahan Kawasan dan Perkembangan Rehabilitasi KPHL

Berdasarkan dari dari BPDAS-HL Dodokan Moyosari, kawasan KPHL Unit I Rinjani Barat didominasi oleh potensial kritis seluas + 17.297 Ha (42,21%) dan tingkat kritis seluas + 155.313 Ha (37,36%). Hal ini berkiatan dengan keadaan totpografi JKPHL Rinjani barat yang termasuk agak curam sampai sangat curam yaitu seluas 66,2% dan jenis tanah yang mempunyai sifat porositas tinggi. Selain itu juga diduga berkaitan dengan pola pengelolaan oleh masyarakat. Untuk mengurangi lahan kritis, KPHL Unit I Rinjani Barat dan BPDAS-HL Dodokan Moyosari bersama masyarakat selama periode 2010 sampai 2017 telah melakukan rehabilitasi kawasan yang telah terbuka seluas + 3.353 Ha.

Flora dan Fauna

Hasil inventarisasi flora dan fauna yang dilakukan apda awal penyusunan RPHJP menunjukkan bahwa pada areal yang masih alami ditemukan sebanyak 135 spesies flora.

Berkaitan dengan fauna, Hasil penelitian Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (1994), menunjukkan bahwa jumlah fauna yang ditemukan pada Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK.1) diperkirakan ± 154 jenis, yang terbagi ke dalam jenis mamalia, reptil, primata, amphibi, insect, dan aves (burung)

Potensi HHK dan HHBK

Potensi tegakan kayu pada hutan lindung virgin dengan luas ±16.862,84 Ha (berupa hutan primer) ± 156,36 M³/ha, dengan komposisi tegakan berupa pohon ± 169 batang/ha, tiang ± 745 batang/ha serta pancang dan semai ± 4.733 batang/ha. Sementara potensi kayu pada hutan sekunder diperkirakan ± 46,91 M³/Ha, dengan jumlah tegakan kayu dan MPTS untuk tingkat pohon ± 118 batang/Ha, tingkat tiang ± 51 batang/Ha, serta untuk tingkat pancang dan tingkat semai ± 68 batang/Ha. Potensi kayu pada HPT rata-rata 63,57 m³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon ± 90 batang/ha, tingkat tiang 85 batang/ha, tingkat pancang 88 batang/ha dan tingkat semai 75 batang/ha. Sedangkan potensi kayu pada HP tertinggi pada KH. Pandan Mas tercatat 34,53 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon 45 batang/ha, tingkat tiang 26 batang/ha, tingkat pancang 61 batang/ha dan tingkat semai 89 batang/ha

Potensi Jasa Lingkungan

Potensi Sumber Daya Air

Kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat secara umum merupakan hulu dari sumber daya air bagi masyarakat di 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Tengah. Potensi sumber daya air tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air minum, irigasi/pengairan sawah, bendungan/Dam, pembangkit listrik mikrohydro, dan kebutuhan lainnya.

Potensi Karbon

Hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (2012) menunjukkan bahwa rata-rata stok karbon atas permukaan di hutan alam sekunder adalah 156,48 ton/ha, hutan mahoni 210,41 ton/ha, agroforestri campuran 102,47 ton/ha, coklat-dadap 28,07 ton/ha dan semak belukar 2,27 ton/ha. Sementara hasil survey stok karbon KPHL Unit I Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), Prodi Kehutanan Universitas Mataram dan PT. Hijau Artha Nusa (2013) dengan menganalisis seluruh komponen ekosistem (termasuk omponen tanah) terhadap 45 petak sampel permanen (PSP) dari berbagai tipe hutan menunjukkan bahwa rata-rata hutan primer rata-rata 206,6 ton/ha, hutan sekunder rata-rata 180,1 ton/ha dan semak belukar rata-rata 75,3 ton/ha.

Potensi Wisata Alam

Kawasan KPHL Rinjani Barat yang didominasi deretan pegunungan dan perbukitan, dengan hamparan landscape kawasan yang bervariasi, yang dihiasi panorama air terjun dan ngarai mempunya potensi wisata alam yang sangat menarik bagi wisatawan.

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Kependudukan

Jumlah penduduk desa dalam wilayah KPHL Rinjani Barat  sebanayak 172.900 ribu jiwa, atau sekitar lima persen lebih dari penduduk Pulau Lombok, dengan tingkat kepadatan mencapai 309 jiwa/Km2 atau sekitar separuh kepadatan Pulau Lombok sebesar 609 jiwa/Km2. Beberapa desa yang memiliki kepadatan sangat tinggi seperti Desa Mekar Sari, Langko, Taman Sari, Guntur Macan, Gelanggar, Dopang dan Batu Layar, dengan kepadatan antara 1.007 sampai 1.730 jiwa/Km2. Jumlah penduduk yang padat berpotensi memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan. Dari aspek gender, komposisi penduduk di desa-desa KPH Rinjani Barat, berkelamin pria lebih kecil dibadngkan dengan wanita. Rasio ketergantungan berkiasar antara 50-68 yang berate bahwa 10 orangt produktif menanggung 50-68 orang tidak produktif.

 

METODE STUDI

Penentuan Wilayah Analysis

Wilayah analysis karbon pada KPHL Rinjani Barat ditetap 10 desa yang menjdi target kegiatan FIP II. Ke sepuluh desa tersebut (Gambar 1) adalah sebagai berikut: 1. Desa Sesaot, 2. Desa Giri Madia, 3. Desa Langko, 4. Desa Taman Sari, 5. Desa Senggigi, 6. Desa Jenggala, 7. Desa Bentek, 8. Desa Genggelang, 9. Desa Santong, 10. Desa Bayan

Penentuan periode historis untuk baseline karbon

Periode waktu beberapa tahun ke belakang (historis) digunakan untuk menentukan baseline emisi beberapa waktu yang akan datang. Jangka waktu yang ideal untuk menetapkan baseline sekurangkurangnya 10 tahun karena lama waktu tersebut dianggap dapat memberikan gambaran actual dinamika perubahan tutupan hutan dan penggunaan lahan lainnya, termasuk kemungkinan terjadinya kondisi ekstrem misalnya fenomena cuaca (El Nino) yang mempengaruhi kejadian kebakaran lahan dan hutan. Pemilihan periode waktu tersebut juga perlu mempertimbangkan tersedianya rangkaian data dengan kualitas baik atau dengan uncertainty kecil. Sesuai kerangka acuan, periode waktu rujukan untuk penetapan baseline emisi ditetapkan selama 5 tahun ke belakang yaitu periode tahun 2013-2017. Pada periode tersebut tersedia rangkaian data tahunan yang memungkinkan mengetahui dinamika perubahan lahan dan kecenderungannya

Data dan metode pengumpulan data

Ada dua macam data utama yang digunakan dalam menentukan Tingkat Rujukan atau Baseline emisi dari kegiatan perubahan lahan dan pertanian, yaitu data aktivitas dan factor emisi. Kedua data tersebut didefinisikan sebagai berikut:

  1. Data aktivitas (DA): kegiatan penambahan atau pengurangan emisi berdasarkan sumber emisi yang dinyatakan dalam satuan luas per satuan waktu
  2. Faktor emisi (FE): nilai yang ditentukan untuk setiap jenis gas rumah kaca (GRK) berdasarkan sumber emisi yang dinyatakan dalam satuan massa per satuan luas.

Cadangan karbon dan factor emisi

Data cadangan karbon dari setiap penutup lahan (hutan dan non hutan) diperoleh dari hasil pengukuran cadangan karbon dilakukan di areal KPH atau menggunakan informasi cadangan karbon yang dapat mewakili kondisi hutan di areal KPH tersebut (data local atau regional). Informasi cadangan karbon hutan dan cadangan karbon berbagai kondisi penutup lahan dapat diperoleh dari laporan inventarisasi hutan, laporan hasil penelitian dan jurnal-jurnal ilmiah.

Identifikasi driver deforestasi dan degradasi hutan

Kegiatan survey lapangan penting sekali untuk mengidentifikasi driver yang menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di wilayah KPH. Driver deforestasi bisa berasal dari deforestasi yang direncanakan, misalnya adanya pembangunan hutan tanaman dan pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan non kehutanan. Driver deforestasi juga bisa bersumber dari kegiatan penebangan hutan illegal dan peningkatan kebutuhan lahan sector non kehutanan (perkebunan, pertanian, pemukiman dll).

Metode analisis data

Data tutupan lahan dan perubahannya disajikan dalam bentuk matrik perubahan penutupan lahan setiap periode tahunan dan periode 5 tahun (2013-2017). Secara spasial perubahan tututupan lahan disajikan dalam bentuk peta tutupan lahan dan perubahannya yang memperlihatkan lokasi deforestasi dan aforestasi/reforestasi. Penghitungan hilangnya karbon atau emisi akibat perubahan penggunaan atau tutupan lahan yang merupakan komponen terbesar dalam proses alih guna lahan dapat dilakukan dengan pendekatan perubahan cadangan (stock change) digunakan untuk menghitung emisi CO2. Perubahan cadangan karbon tahunan melibatkan biomassa permukaan yang terdapat dalam tipe tutupan lahan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis perubahan tutupan hutan dan lahan

Perubahan tutupan lahan dari 10 desa target Proyek FIP II di KPHL Rinjani Barat disajikan pada tabel 4.1 sampai tabel 4.11. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 terjadi pengurangan tutupan hutan lahan kering primer menjadi hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering bercampur semak dan semak belukar dengan total luas 3038 ha atau sekitar 25%. Penguranga luas juga terjadi pada hutan lahan kering sekunder dari semula 3237,19 ha pada tahun 2013 menjadi 3024,49 ha atau berkurang seluas 212, 69 ha atau sebesar 6,5%

Analisis ketersediaan data cadangan karbon dan factor emisi KPHL Rinjani Barat

Hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (2012) menunjukkan bahwa rata-rata stok karbon atas permukaan di hutan alam sekunder adalah 156,48 ton/ha, hutan mahoni 210,41 ton/ha, agroforestri campuran 102,47 ton/ha, coklat-dadap 28,07 ton/ha dan semak belukar 2,27 ton/ha. Sementara hasil survey stok karbon KPHL Unit I Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), Prodi Kehutanan Universitas Mataram dan PT. Hijau Artha Nusa (2013) dengan menganalisis seluruh komponen ekosistem (termasuk omponen tanah) terhadap 45 petak sampel permanen (PSP) dari berbagai tipe hutan menunjukkan bahwa rata-rata hutan primer rata-rata 206,6 ton/ha, hutan sekunder rata-rata 180,1 ton/ha dan semak belukar rata-rata 75,3 ton/ha.

 

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Simpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian adalah sebagai berikut:

  1. KPHL Rinjani Barat dalam kurun waktu 2013 sampai dengan 2017 telah terjadi perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering primer dari 12419,79 ha menjadi 9380,93 ha atau berkurang sekitar 24%, terdistribusi menjadi hutan lahan kering sekunder dan pertanian lahan kering bercampur semak dan semak belukar.
  2. Cadangan karbon berdasarkan kajian literatur untuk KPHL Rinjani Barat bervariasi untuk hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder dan semak belukar. Rata-rata cadangan karbon untuk ketiga tutupan lahan tersebut berturut-turut 206,6 ton/ha, 180,1 ton/ha dan 75,3 ton/ha.
  3. Emisi karbon KPHL Rinjani Barat bersumber dari degradasi dan deforestasi, aktivitas pertanian dalam kawasan dan sebagian berasal dari aktivitas ternak dalam Kawasan

Rekomendasi

  1. Dalam rangka menurunkan emisi karbon dari dalam kawasan hutan perlu dilakukan rehabilitasi lahan terbukan atau terdegradasi dalam kawasan hutan melalui penanaman berbagai jenis pohon

Pengamanan dan perlindungan kawasan hutan dari perlu terus ditingkatkan melalui pelibatan masyarakat secara partisipatif sehingga degradasi kawsan hutan dari aktivitas illegal logging dan perambahan dapat diminimalkan 3. Analyisis emisi karbon perlu dilakukan secara berkala dan dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja KPHL dalam mempertahankan kualitas lingkungan.

264
2   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini