TARAKAN – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan tak berdiam diri terhadap area hutan lindung (HL) yang sangat rawan diklaim oleh oknum masyarakat. Baik, diklaim secara sepihak maupun kelompok dengan tujuan berkebun, permukiman maupun diperjualbelikan.

Di sebutkan Kepala Seksi (Kasie) Perlindungan, Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem, dan Pemberdayaan Masyarakat pada KPH Tarakan, Agnes Noni Novita Ham Imbiri, area rawan tersebut atau biasa disebut zona kuning HL itu, umumnya berada di batas terluar kawasan lindung. Khususnya, di Pulau Tarakan, zona itu berada di area yang berdekatan dengan kawasan permukiman diluar kawasan lindung. Seperti di belakang PT Bumix dan Wana Wisata Persemaian, Kelurahan Juata Kerikil.

“Area itu terus kami pantau, dan kami perjuangkan eksistensinya sebagaimana aturan yang berlaku di bidang kehutanan. Area itu, adalah bagian penting dari kawasan lindung Pulau Tarakan yang berperan menjaga kondisi ekosistem dan lingkungan di Tarakan,” kata Agnes.

Silang sengketa dan perdebatan memang acapkali ditemui KPH Tarakan dalam upayanya menjalankan tugas itu. “Kami menjalankan tugas sebagaimana yang sudah digariskan dalam peraturan, tidak boleh ada pembiaran. Selama kawasan itu masih berstatus kawasan lindung, adalah tanggung jawab kami (KPH Tarakan) untuk menjaganya dari kerusakan,” urainya.

Pengawasan dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang diutarakan Kepala UPTD KPH Kota Tarakan, Ridwanto Suma. Pendekatan persuasif dan preventif, adalah yang dikedepankan.

“Kita terus sosialisasikan akan keberadaan kawasan tersebut dalam statusnya sebagai kawasan lindung kepada pengklaim. Sosialisasi dilakukan secara personal maupun kelompok dengan melibatkan pihak Pemerintah Kota Tarakan maupun institusi terkait lainnya,” ucap Suma.

Upaya lainnya, adalah mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Dalam hal ini, KPH Tarakan terus mengembangkan iptek yang tepat untuk memberikan pemahaman yang lugas kepada masyarakat akan keberadaan kawasan lindung di Tarakan.

“KPH Tarakan masih mengembangkan SifoKaL, sebuah sistem yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui batas-batas wilayah hutan lindung di Tarakan berdasarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terbaru,” ungkapnya.

Dengan begitu, tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk tidak mengetahui batasan kawasan lindung secara virtual maupun teknis di lapangan. “Upaya selanjutnya, penegakan hukum apabila sudah tidak dapat ditolerir tingkat pelanggaran yang dilakukan,” tukasnya.(*/tim)

cloud
cloud

“Zona Kuning” HL Terus Dipantau


blog

TARAKAN – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan tak berdiam diri terhadap area hutan lindung (HL) yang sangat rawan diklaim oleh oknum masyarakat. Baik, diklaim secara sepihak maupun kelompok dengan tujuan berkebun, permukiman maupun diperjualbelikan.

Di sebutkan Kepala Seksi (Kasie) Perlindungan, Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem, dan Pemberdayaan Masyarakat pada KPH Tarakan, Agnes Noni Novita Ham Imbiri, area rawan tersebut atau biasa disebut zona kuning HL itu, umumnya berada di batas terluar kawasan lindung. Khususnya, di Pulau Tarakan, zona itu berada di area yang berdekatan dengan kawasan permukiman diluar kawasan lindung. Seperti di belakang PT Bumix dan Wana Wisata Persemaian, Kelurahan Juata Kerikil.

“Area itu terus kami pantau, dan kami perjuangkan eksistensinya sebagaimana aturan yang berlaku di bidang kehutanan. Area itu, adalah bagian penting dari kawasan lindung Pulau Tarakan yang berperan menjaga kondisi ekosistem dan lingkungan di Tarakan,” kata Agnes.

Silang sengketa dan perdebatan memang acapkali ditemui KPH Tarakan dalam upayanya menjalankan tugas itu. “Kami menjalankan tugas sebagaimana yang sudah digariskan dalam peraturan, tidak boleh ada pembiaran. Selama kawasan itu masih berstatus kawasan lindung, adalah tanggung jawab kami (KPH Tarakan) untuk menjaganya dari kerusakan,” urainya.

Pengawasan dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang diutarakan Kepala UPTD KPH Kota Tarakan, Ridwanto Suma. Pendekatan persuasif dan preventif, adalah yang dikedepankan.

“Kita terus sosialisasikan akan keberadaan kawasan tersebut dalam statusnya sebagai kawasan lindung kepada pengklaim. Sosialisasi dilakukan secara personal maupun kelompok dengan melibatkan pihak Pemerintah Kota Tarakan maupun institusi terkait lainnya,” ucap Suma.

Upaya lainnya, adalah mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Dalam hal ini, KPH Tarakan terus mengembangkan iptek yang tepat untuk memberikan pemahaman yang lugas kepada masyarakat akan keberadaan kawasan lindung di Tarakan.

“KPH Tarakan masih mengembangkan SifoKaL, sebuah sistem yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui batas-batas wilayah hutan lindung di Tarakan berdasarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terbaru,” ungkapnya.

Dengan begitu, tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk tidak mengetahui batasan kawasan lindung secara virtual maupun teknis di lapangan. “Upaya selanjutnya, penegakan hukum apabila sudah tidak dapat ditolerir tingkat pelanggaran yang dilakukan,” tukasnya.(*/tim)

0   0
Bagikan :

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini