TARAKAN – Menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Rabu (5/12) lalu, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan akan mengajukan 3 skema program kegiatan untuk mengatasi permasalahan penguasaan lahan didalam kawasan lindung Pulau Tarakan.

Disebutkan Kepala UPTD KPH Kota Tarakan, Ridwanto Suma, 3 skema yang diajukan tersebut mengacu kepada sejumlah aturan bidang kehutanan yang berlaku saat ini. Adapun 3 skema tersebut, yang pertama adalah Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Menurut definisinya, TORA merujuk pada tanah yang dialokasikan untuk program reforma agraria di Indonesia. Program ini bertujuan untuk redistribusi tanah agar masyarakat, terutama yang kurang mampu, bisa mendapatkan akses terhadap tanah untuk dikelola.

Dari fungsinya, TORA dapat digunakan untuk mendistribusikan tanah yang dikuasai oleh negara kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama petani atau masyarakat yang belum memiliki tanah. Lalu dengan memiliki atau mengelola tanah, masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui pertanian atau usaha lain yang berbasis sumber daya alam.

Fungsi lainnya, TORA bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kepemilikan tanah, yang sering menjadi masalah sosial dan ekonomi di Indonesia. Dan, TORA juga dapat digunakan untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, baik untuk pertanian, perkebunan, atau keperluan lainnya.

Skema kedua, adalah Perhutanan Sosial (PS). Dikatakan Suma, PS memiliki peran penting dalam mengatasi masalah penguasaan lahan di kawasan lindung. PS sendiri, adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan, termasuk kawasan lindung, dengan cara yang berkelanjutan. “Program ini memberikan hak kelola kepada masyarakat untuk memperoleh manfaat dari hutan tanpa merusak ekosistemnya,” ucapnya.

Secara umum, fungsi PS dalam mengatasi masalah penguasaan lahan di kawasan lindung, diantaranya adalah memberikan akses hukum kepada masyarakat untuk mengelola lahan di kawasan lindung yang sebelumnya mungkin dikuasai secara ilegal. PS juga dapat mencegah penguasaan lahan di kawasan lindung secara ilegal dengan memberikan hak kelola yang sah kepada masyarakat.

“PS dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan akses kepada mereka untuk mengelola sumber daya alam di hutan secara berkelanjutan. Dimana,  masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari hasil hutan, seperti hasil non-kayu atau pengelolaan ekowisata, tanpa merusak ekosistem kawasan lindung. Dengan adanya alternatif penghidupan yang sah, masyarakat tidak lagi merasa perlu untuk menguasai lahan secara illegal,” urainya.

Fungsi lainnya, adalah PS mengoptimalkan upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan. Juga sebagai sarana pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat hingga mampu menjaga keberagaman hayati.

Skema terakhir, adalah perubahan peruntukkan kawasan. Dipaparkan Suma, skema ini merujuk pada proses dan langkah-langkah yang diambil untuk memastikan bahwa kawasan yang memiliki fungsi penting sebagai kawasan lindung tetap terjaga dari perubahan yang merugikan. Perubahan peruntukan ini bertujuan untuk menghindari konversi lahan yang dapat merusak ekosistem, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencegah bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.(*/tim)

cloud
cloud

KPH Tarakan Ajukan 3 Skema


blog

TARAKAN – Menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Rabu (5/12) lalu, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan akan mengajukan 3 skema program kegiatan untuk mengatasi permasalahan penguasaan lahan didalam kawasan lindung Pulau Tarakan.

Disebutkan Kepala UPTD KPH Kota Tarakan, Ridwanto Suma, 3 skema yang diajukan tersebut mengacu kepada sejumlah aturan bidang kehutanan yang berlaku saat ini. Adapun 3 skema tersebut, yang pertama adalah Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Menurut definisinya, TORA merujuk pada tanah yang dialokasikan untuk program reforma agraria di Indonesia. Program ini bertujuan untuk redistribusi tanah agar masyarakat, terutama yang kurang mampu, bisa mendapatkan akses terhadap tanah untuk dikelola.

Dari fungsinya, TORA dapat digunakan untuk mendistribusikan tanah yang dikuasai oleh negara kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama petani atau masyarakat yang belum memiliki tanah. Lalu dengan memiliki atau mengelola tanah, masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui pertanian atau usaha lain yang berbasis sumber daya alam.

Fungsi lainnya, TORA bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kepemilikan tanah, yang sering menjadi masalah sosial dan ekonomi di Indonesia. Dan, TORA juga dapat digunakan untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, baik untuk pertanian, perkebunan, atau keperluan lainnya.

Skema kedua, adalah Perhutanan Sosial (PS). Dikatakan Suma, PS memiliki peran penting dalam mengatasi masalah penguasaan lahan di kawasan lindung. PS sendiri, adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan, termasuk kawasan lindung, dengan cara yang berkelanjutan. “Program ini memberikan hak kelola kepada masyarakat untuk memperoleh manfaat dari hutan tanpa merusak ekosistemnya,” ucapnya.

Secara umum, fungsi PS dalam mengatasi masalah penguasaan lahan di kawasan lindung, diantaranya adalah memberikan akses hukum kepada masyarakat untuk mengelola lahan di kawasan lindung yang sebelumnya mungkin dikuasai secara ilegal. PS juga dapat mencegah penguasaan lahan di kawasan lindung secara ilegal dengan memberikan hak kelola yang sah kepada masyarakat.

“PS dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan akses kepada mereka untuk mengelola sumber daya alam di hutan secara berkelanjutan. Dimana,  masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari hasil hutan, seperti hasil non-kayu atau pengelolaan ekowisata, tanpa merusak ekosistem kawasan lindung. Dengan adanya alternatif penghidupan yang sah, masyarakat tidak lagi merasa perlu untuk menguasai lahan secara illegal,” urainya.

Fungsi lainnya, adalah PS mengoptimalkan upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan. Juga sebagai sarana pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat hingga mampu menjaga keberagaman hayati.

Skema terakhir, adalah perubahan peruntukkan kawasan. Dipaparkan Suma, skema ini merujuk pada proses dan langkah-langkah yang diambil untuk memastikan bahwa kawasan yang memiliki fungsi penting sebagai kawasan lindung tetap terjaga dari perubahan yang merugikan. Perubahan peruntukan ini bertujuan untuk menghindari konversi lahan yang dapat merusak ekosistem, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencegah bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.(*/tim)

0   0
Bagikan :

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini