SAROLANGUN – Enam desa dalam Kecamatan Limun di Kabupaten Sarolangun sepakat mengelola sumber daya Lanskap Bukit Bulan secara bersama untuk peningkatan ekonomi masyarakat dengan tetap menjunjung kelestarian lingkungan.  

Kesepakatan itu dinyatakan dalam workshop dua hari di Golden Hotel Sarolangun, Rabu-Kamis (18-19/8). Workshop Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam di Landskap Bukit Bulan ini bertujuan membangun komunikasi dan koordinasi antar pihak untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Kepala KPHP Limau Unit VII Hulu Sarolangun Misriadi dalam sambutannya berharap sumber daya alam dan potensi lainnya di Bukit Bulan dapat dinikmati oleh anak cucu. “Dengan melibatkan pihak-pihak yang berada di tingkat tapak, kita dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam secara kolaboratif,” ujarnya.

Koordinator Program KKI Warsi Emmy Primadona menyatakan, bahwa masyarakat yang berada di sekitar Lanskap Bukit Bulan sudah mengelola hutan dengan baik. Ini dibuktikan dengan adanya hutan adat dan hutan desa.

“Melihat potensi yang tersedia, akan lebih baik dari keenam desa yang ada di Bukit Bulan mengelola sumber daya alam secara kolaboratif, agar ke depan sumber daya alam dengan potensi-potensinya dapat dikelola dengan lestari,” katanya.

Lanskap Bukit Bulan merupakan daerah hulu Sarolangun yang sebagian besar wilayahnya masuk kawasan hutan. Kawasan hutan sangat penting baik untuk perlindungan flora dan fauna, keseimbangan ekologi, maupun jasa lingkungan.

Beberapa sub daerah aliran sungai (sub-DAS) utama muncul dari jantung Bukit Bulan, yaitu sub-DAS Limun, sub-DAS Kutur, dan sub-DAS Meloko yang mengalirkan air ke Sungai Batang Hari. Sungai Batang Hari merupakan sungai terbesar di Provinsi Jambi, yang membentang dari Sumatera Barat, dengan luas DAS terbesar di Indonesia.

Warsi sudah beraktivitas di Lanskap Bukit Bulan sejak 2005. Saat itu, hanya baru ada satu desa, yakni Desa Lubuk Bedorong. Warsi berhasil memetakan HA Desa Lubuk Bedorong dan HA Temalang. “Ini kita lakukan untuk mendorong upaya perlindungan terhadap kawasan tersebut,” tambah Emmy.

Ketua Komisi II DPRD Sarolangun Fadlan Kholik mengatakan, DPRD sendiri memiliki inisiatif untuk mendorong kebijakan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan di Sarolangun. “Misalnya, merumuskan peraturan daerah masyarakat hukum adat (MHA) yang telah masuk ke program legislasi daerah,” ungkapnya.

Harapannya, dengan adanya Perda ini hutan lestari masyarakat sejahtera. Selain itu juga kita berharap masyarakat menemukan alternatif ekonomi yang lain yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian selain pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang belakangan marak di Sarolangun.

“Asalkan menemukan solusi, kami siap berada di depan untuk menyetop aktivitas PETI. Dan kami siap mendukung kegiatan dan membantu semua dorongan-dorongan kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian Sumber Daya Alam,” tambah Fadlan.

Workshop dihadiri oleh 30 peserta dari enam desa dalam Lanskap Bukit Bulan, yakni Desa Lubuk Bedorong, Desa Temalang, Desa Berkun, Desa Mersip, Desa Meribung, dan Desa Napal Melintang.

Workshop ditutup dengan penandatanganan berita acara dan komitmen keenam desa dan KPH Limau Unit VII Hulu. Selain komitmen menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dalam upaya peningkatan ekonomi, mereka juga bersepakat melaksanakan pengelolaan bersama sumber daya alam yang berkelanjutan.

Selain itu, berkomitmen mendukung perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam melalui pembentukan kebijakan di tingkat desa.  Mereka juga bersepakat membentuk forum pengelolaan bersama sumber daya alam Landskap Bukit Bulan yang berkelanjutan.

Masyarakat enam desa dalam Lanskap Bukit Bulan dahulunya berasal dari Minangkabau dan Sumatera Bagian Selatan. Mereka dikenal dengan sebutan Panghulu dan Bathin. Adat istiadat dan budaya mereka sama.

Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, masyarakat Bukit Bulan masih menjadikan pertanian sebagai salah satu sumber mata pencahariannya.

Secara geografis, Bukit Bulan menempati posisi strategis sebagai penyangga beberapa hutan utuh terakhir di Sumatera. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terletak di bagian selatan selatan, Hutan Produksi (HP) Batang Asai di bagian utara, HP Sungai Kutur di bagian timur, dan Hutan Lindung (HL) Bukit Tinjau Limun di bagian barat, serta Areal Penggunaan Lain (APL) sebagai food security area masyarakat yang memanjang dibagian tengah mengikuti aliran Sungai Limun.

Penulis: mrj
Sumber : https://www.metrojambi.com/read/2021/08/21/65598/enam-desa-di-sarolangun-sepakat-kelola-kawasan-secara-kolaboratif--%C2%A0

cloud
cloud

Enam Desa di Sarolangun Sepakat Kelola Kawasan Secara Kolaboratif


blog

SAROLANGUN – Enam desa dalam Kecamatan Limun di Kabupaten Sarolangun sepakat mengelola sumber daya Lanskap Bukit Bulan secara bersama untuk peningkatan ekonomi masyarakat dengan tetap menjunjung kelestarian lingkungan.  

Kesepakatan itu dinyatakan dalam workshop dua hari di Golden Hotel Sarolangun, Rabu-Kamis (18-19/8). Workshop Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam di Landskap Bukit Bulan ini bertujuan membangun komunikasi dan koordinasi antar pihak untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Kepala KPHP Limau Unit VII Hulu Sarolangun Misriadi dalam sambutannya berharap sumber daya alam dan potensi lainnya di Bukit Bulan dapat dinikmati oleh anak cucu. “Dengan melibatkan pihak-pihak yang berada di tingkat tapak, kita dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam secara kolaboratif,” ujarnya.

Koordinator Program KKI Warsi Emmy Primadona menyatakan, bahwa masyarakat yang berada di sekitar Lanskap Bukit Bulan sudah mengelola hutan dengan baik. Ini dibuktikan dengan adanya hutan adat dan hutan desa.

“Melihat potensi yang tersedia, akan lebih baik dari keenam desa yang ada di Bukit Bulan mengelola sumber daya alam secara kolaboratif, agar ke depan sumber daya alam dengan potensi-potensinya dapat dikelola dengan lestari,” katanya.

Lanskap Bukit Bulan merupakan daerah hulu Sarolangun yang sebagian besar wilayahnya masuk kawasan hutan. Kawasan hutan sangat penting baik untuk perlindungan flora dan fauna, keseimbangan ekologi, maupun jasa lingkungan.

Beberapa sub daerah aliran sungai (sub-DAS) utama muncul dari jantung Bukit Bulan, yaitu sub-DAS Limun, sub-DAS Kutur, dan sub-DAS Meloko yang mengalirkan air ke Sungai Batang Hari. Sungai Batang Hari merupakan sungai terbesar di Provinsi Jambi, yang membentang dari Sumatera Barat, dengan luas DAS terbesar di Indonesia.

Warsi sudah beraktivitas di Lanskap Bukit Bulan sejak 2005. Saat itu, hanya baru ada satu desa, yakni Desa Lubuk Bedorong. Warsi berhasil memetakan HA Desa Lubuk Bedorong dan HA Temalang. “Ini kita lakukan untuk mendorong upaya perlindungan terhadap kawasan tersebut,” tambah Emmy.

Ketua Komisi II DPRD Sarolangun Fadlan Kholik mengatakan, DPRD sendiri memiliki inisiatif untuk mendorong kebijakan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan di Sarolangun. “Misalnya, merumuskan peraturan daerah masyarakat hukum adat (MHA) yang telah masuk ke program legislasi daerah,” ungkapnya.

Harapannya, dengan adanya Perda ini hutan lestari masyarakat sejahtera. Selain itu juga kita berharap masyarakat menemukan alternatif ekonomi yang lain yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian selain pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang belakangan marak di Sarolangun.

“Asalkan menemukan solusi, kami siap berada di depan untuk menyetop aktivitas PETI. Dan kami siap mendukung kegiatan dan membantu semua dorongan-dorongan kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian Sumber Daya Alam,” tambah Fadlan.

Workshop dihadiri oleh 30 peserta dari enam desa dalam Lanskap Bukit Bulan, yakni Desa Lubuk Bedorong, Desa Temalang, Desa Berkun, Desa Mersip, Desa Meribung, dan Desa Napal Melintang.

Workshop ditutup dengan penandatanganan berita acara dan komitmen keenam desa dan KPH Limau Unit VII Hulu. Selain komitmen menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dalam upaya peningkatan ekonomi, mereka juga bersepakat melaksanakan pengelolaan bersama sumber daya alam yang berkelanjutan.

Selain itu, berkomitmen mendukung perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam melalui pembentukan kebijakan di tingkat desa.  Mereka juga bersepakat membentuk forum pengelolaan bersama sumber daya alam Landskap Bukit Bulan yang berkelanjutan.

Masyarakat enam desa dalam Lanskap Bukit Bulan dahulunya berasal dari Minangkabau dan Sumatera Bagian Selatan. Mereka dikenal dengan sebutan Panghulu dan Bathin. Adat istiadat dan budaya mereka sama.

Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, masyarakat Bukit Bulan masih menjadikan pertanian sebagai salah satu sumber mata pencahariannya.

Secara geografis, Bukit Bulan menempati posisi strategis sebagai penyangga beberapa hutan utuh terakhir di Sumatera. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terletak di bagian selatan selatan, Hutan Produksi (HP) Batang Asai di bagian utara, HP Sungai Kutur di bagian timur, dan Hutan Lindung (HL) Bukit Tinjau Limun di bagian barat, serta Areal Penggunaan Lain (APL) sebagai food security area masyarakat yang memanjang dibagian tengah mengikuti aliran Sungai Limun.

Penulis: mrj
Sumber : https://www.metrojambi.com/read/2021/08/21/65598/enam-desa-di-sarolangun-sepakat-kelola-kawasan-secara-kolaboratif--%C2%A0

272
0   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini