RINGKASAN LAPORAN

KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

KPH KENDILO

Latar Belakang

Dalam Permenhut P.6/2010 tentang Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL (Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung) dan KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi), disebutkan mengenai tugas dan fungsi KPH dalam kaitannya dengan tatakelola hutan di tingkat tapak adalah: (1) Melaksanakan penataan hutan dan tatabatas di wilayah KPH, (2) Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH, (3) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, (4) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, (5) Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam, (6) Melaksanakan pengelolaan hutan bagi KPH yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU), (7) Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan, (8) Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, (9) Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.

KPH Kendilo (Unit XXXIV) ditetapkan sebagai KPHP model berdasarkan SK penetapan dari Menteri Kehutanan Nomor: SK.996/MenhutII/2013 tanggal 27 Desember 2013 dengan luas ± 139.235 ha. Seiring dengan perkembangan fungsi kawasan hutan terbaru didasarkan pada SK Menteri Kehutanan No SK.718/Menhut/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara terjadi perubahan luasan areal KPH Kendilo (Unit XXXIV) menjadi 137.495 ha. Secara administratif KPH Kendilo (Unit XXXIV) terletak di Kabupaten Paser yang meliputi 4 wilayah administrasi kecamatan yaitu Kecamatan Muara Koman, Batu Sopang, Muara Samu, dan Batu Engau.

Berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, KPH Kendilo (Unit XXXIV) terbagi ke dalam 4 (empat) wilayah kelola yaitu wilayah pemanfaatan IUPHHK-HT, kawasan izin pinjam pakai, wilayah tumpang tindih izin pinjam pakai tambang dan IUPHHK-HT serta wilayah kelola yang tidak atau belum ada izin pemanfaatan. Sedangkan berdasarkan pembagian blok pengelolaan dimasing-masing fungsi hutan, wilayah KPH Kendilo (Unit XXXIV) terbagi atas: (1) Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung (2) Blok Pemanfaatan, Jasa Lingkungan dan HHBK pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan (3) Blok Pemanfaatan HHKHT dan Pemberdayaan Masyarakat pada Hutan Produksi Tetap (HP).

Luasan KPH Kendilo berdasarkan Kawasan Hutan Lindung (HL) ± 41.558,30 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) ± 34.049,25 Ha, Hutan Produksi Tetap (HP) ± 61.888,45 Ha. Pembagian Blok berdasarkan fungsi Kawasan tersebut adalah Blok Pemanfaatan pada HL seluas ± 41.557,73 Ha, Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT seluas ± 20.934,41, Blok Pemberdayaan Masyarakat pada HPT seluas ± 13.115,15 Ha, Blok Pemanfaatan HHK-HT pada HP seluas ± 50.498,08 Ha, dan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada HP seluas ± 11.390,57 Ha.

Perubahan penutupan lahan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 dapat dijelaskan bahwa Kawasan hutan yang berhutan pada tahun 2014 seluas 103.876,38 Ha dan pada yahun 2018 berubah menjadi 101.463,33 Ha; Permukiman pada tahun 2014 belum ada dan pada tahun 2018 menjadi 102,41 Ha; Penutupan bukan hutan pada tahun 2014 seluas 33.620,55 Ha dan pada tahun 2018 menjadi 35.629,67 Ha; sedangkan tubuh air pada tahun 2014 belum ada dan pada tahun 2018 menjadi 299,60 Ha. Secara umum perubahan penutupan lahan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 ada penutupan hutan yang berubah menjadi permukiman, tidak berhutan, dan tergenang. Artinya ada penurunan pada penututupan lahan berhutan menjadi tidak berhutan.

Tujuan

Kajian Lingkungan dan Sosial KPH ini bertujuan untuk:

  1. Mengumpulkan data dan informasi yang lebih terperinci dan mengembangkan analisis yang lebih baik terhadap aspek lingkungan dan sosial yang ada di KPH (misalnya: kondisi hutan, tekanan pada sumber daya alam, penyebab degradasi hutan dan deforestasi hutan, karakteristik demografi, keberadaan dan penyebab tekanan konflik, termasuk perselisihan batas, dll).
  2. Mengumpulkan berbagai potensi mata pencaharian dan alternatif pilihan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari, termasuk analisis terhadap berbagai kendala, risiko perlindungan, dan kondisi lingkungan pendukung yang penting dan blok bangunan lingkungan yang diperlukan. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan inventarisasi potensi dan pilihan pengembangan ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan di dalam KPH dan lebih lanjut menginformasikan pengembangan rencana bisnis KPH.
  3. Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan mitra KPH dalam mengelola risiko lingkungan dan sosial.

Metodologi

Metode Penelitan yang dilakukan pada Kajian Lingkungan dan Sosial di KPH Kendilo menggunakan Metode Deskriptif terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dengan melakukan beberapa teknik analisis terhadap parameter yang ditentukan. Teknik analisis tersebut adalah Analisis terhadap Kondisi Hutan, Analisis terhadap Stakeholder/pemangku kepentingan, dan Analisis terhadap Kapasitas pengamanan/safeguard. Masing-masing teknik analisis dilakukan terhadap beberapa pokok bahasan yang terhubung dengan kajian fisik kimia, kajian biologi, kajian social ekonomi, dan kajian social budaya.

Isu Strategis

Kendala

Permasalahan

  1. Status kawasan hutan yang belum diketahui secara luas oleh masyarakat di dalam
    maupun di sekitar kawasan hutan. Ketidaktahuan masyarakat terhadap status kawasan
    hutan didorong oleh beberapa hal yaitu:
  1. Kurangnya sosialisasi mengenai batasan kawasan hutan kepada masyarakat,
  2. Kurang terlibatnya masyarakat dalam proses tata batas kawasan hutan di lapangan,
  3. Belum ada tata batas luar pada kawasan hutan produksi (HP dan HPT), dan belum ada batas blok dan petak,
  4. Proses pemeliharaan ataupun rekontruksi tidak rutin dilaksanakan, sehingga keberadaan patok batas dengan jalur inspeksinya tidak terawat baik.
  5. Kurangnya papan informasi mengenai status kawasan hutan di lapangan.
  1. Tumpang tindih pemanfaatan kawasan sangat mungkin terjadi antara kegiatan kehutanan dengan perkebunan kelapa sawit, terutama pada kawasan hutan yang belum dilaksanakan tata batas. Tumpah tindih pemanfaatan ini didorong oleh beberapa hal yaitu:
  1. Kurangnya koordinasi dalam proses penerbitan izin lokasi kawasan perkebunan, di mana dasar peta yang digunakan tidak mengacu pada peta kawasan hutan yang seharusnya,
  2. Tidak adanya batas acuan lapangan untuk kawasan hutan, menyebabkan juru ukur lapangan (biasanya pihak BPN) untuk areal perkebunan akan kesulitan menentukan batas sebenarnya di lapangan.
  1. Klaim kawasan/land tenure (sertifikat hak milik, tanah ulayat) menjadi permasalahan umum di kawasan hutan terutama pada masyarakat desa/kampung yang keberadaannya sudah ada sebelum ada proses penetapan kawasan hutan.
  2. Tingginya deforestasi dan degradasi potensi hutan.
  3. Alih fungsi kawasan hutan yang belum ditindaklanjuti secara serius sehingga menimbulkan konflik pemanfaatan, terutama kawasan yang telah memiliki izin pemanfaatan.
  4. Keberadaan izin pemanfaatan dan penggunaan lahan yang berstatus quo, menyebabkan pengelolaan kawasan menjadi tidak efektif.

Hasil Analisis

Lingkungan Fisik

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kualitas Udara menunjukkan kualitas udara di wilayah KPHP Kendilo (Unit XXXIV) secara umum masih baik dan belum tercemar. Kondisi tanah rata-rata memiliki solum sedang sampai dalam, drainase baik, tekstur agak halus sampai agak kasar, pH masam sampai mendekati netral, KTK rendah, dan KB sangat tinggi, secara umum kesuburan tergolong rendah dengan tingkat bahaya erosi bervariasi dari ringan sampai sangat berat. Kesesuaian lahan memiliki potensi untuk  tanaman padi gogo, jagung, kopi robusta, karet, klengkeng, kemiri, lada dan sereh wangi. Kelerengan tergolong agak curam sampai sangat curam. Debit sungai secara umum bervariasi antara 0,07 – 3,4 m3/det pada saat air sedang surut, namun demikian pernah mengalami kejadian banjir. Karakteristik DAS Kendilo memiliki debit puncak di wilayah hulu bisa mencapai 5,55 m3/detik, sedangkan di hilir dapat mencapai 22,45 m3/detik. Untuk DAS Kerang Segendang, debit puncak di wilayah hulunya bisa mencapai 7,55 m3/detik, sedangkan di hilir dapat mencapai 7.450 liter/detik atau 72,45 m3/detik. Sungai Samurangau dan Sungai Kendilo Jembatan Kideco memiliki padatan tersuspensi total (TSS) > 50, sehingga termasuk kelas III dan IV. Sungai Kendilo rata-rata memilik oksigen terlarut < 6 (4,76), dan termasuk ke dalam kelas II. Sungai Kerang termasuk ke dalam sungai yang tercemar, karena memiliki kekeruhan > 25, total coliform > 1000, dan E. Coli > 1000. Muara Sungai Popor, muara Sungai Samurangau, Hulu Sungai Kendilo, dan Hulu Sungai Biu masih termasuk ke dalam kelas kualitas air kelas I. Degradasi Lahan/Lahan Kritis KPH Kendilo sebesar 72,8 % tergolong kelas agak kritis, 13,3 % merupakan lahan potensial kritis, 6,3 % lahan kritis, 5,4 % lahan tidak kritis, dan 2,2 % merupakan lahan sangat kritis yang sebagian besar berlokasi di areal pertambangan (konsesi). Kekritisan lahan dipengaruhi terutama oleh kondisi kelerengan, perubahan tutupan lahan (deforestasi), dan laju erosi.

Sosial Ekonomi

Kisaran jumlah penduduk desa di dalam dan sekitar KPHP Kendilo (desa sampel) berkisar antara 424 hingga 2.605 jiwa, dengan mata pencarian utama adalah petani (pekebun dan tanaman pangan) serta mata pencaharian sampingan adalah sebagai buruh tani dan pekerja harian lepas pada perusahaan sawit. Pada umumnya penduduk memiliki lahan/tanah dengan status milik sendiri (namun tanpa bukti tertulis), sebagian telah memiliki SKT serta sebagian juga memiliki lahan garapan/mengokupasi lahan di kawasan hutan yang merupakan wilayah kerja KPH Kendilo. Penduduk asli adalah Suku Dayak Paser, namun dengan perkembangan desa, Suku Banjar, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Sunda, dan beberapa suku berasal dari Nusa Tenggara Timur juga telah mendiami desa-desa tersebut.

Desa-desa tersebut masih memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya hutan, utamanya sumberdaya lahan. Tingginya tingkat ketergantungan tersebut disebabkan antara lain oleh kaena kedekatan secara geografis terhadap Kawasan hutan, bahkan berada di dalam Kawasan hutan. Secara umum aspek sosial-ekonomi belum berkembang dengan baik, sehingga sebagian dari kebutuhan hidupnya masih tergantung dari sumberdaya hutan, karena usaha produktif yang secara ekonomi mampu menopang ekonomi rumah tangga.

Peluang Pasar Beberapa Komoditas Potensial

Pengembangan komoditas lebah madu Trigona, lengkeng, kemiri, serai wangi, jagung, dan komoditas potensial lainnya melaui kemitraan antara KPH Kendilo dengan KTH memiliki prospek untuk dikembangkan ke depan serta memiliki peluang pasar yang masih cukup besar, baik untuk pasar dalam negeri (domestik) maupun pasar internasional.

Rekomendasi

Pengembangan agroforestry dengan sistim pertanaman lorong (alley cropping) atau sistim penanaman dalam strip (strip cropping) dengan tanaman unggulan buahbuahan, kopi, karet, kemiri, lada, padi gunung, jagung, dan sereh wangi. Reboisasi dengan jenis-jenis pohon MPTS seperti kemiri, sumber pakan lebah madu, karet, gaharu, jengkol, durian, lay, langsat, kelengkeng dan jenis tanaman MPTS lainnya.

Dalam rangka penanggulangan lahan kritis, pada kemiringan lereng curam sampai dengan sangat curam perlu dilakukan konservasi tanah dengan penanaman tanaman keras berjarak tanam 3 m x 2 m atau 3 m x 3 m.

Pengembangan model ekowisata yang terintegrasi, berwawasan lingkungan, dan edukasi dengan sistem kemitraan bersama pihak swasta atau pihak lainnya.

Terkait dengan perlindungan dan pengamanan hutan perlu penambahan sumberdaya manusia, finansial, sarana dan prasarana, serta papan himbauan yang ditempatkan pada tempat-tempat yang strategis.

Dalam rangka reklamasi – revegetasi lahan diperlukan kerjasama/bermitra dengan perusahaan pemegang ijin pertambangan.

Keberadaan hutan alam beserta keragaman jenis flora, fauna dan kekayaan lain di dalamnya perlu dijaga/diamankan dari kegiatan illegal logging yang marak terjadi di wilayah kajian.

Keinginan masyarakat untuk menggantikan tegakan hutan alam pada fungsi Hutan Produksi dengan tanaman MPTS (kemiri, karet), sebaiknya tidak dianjurkan. Pertimbangannya adalah bahwa keberadaan hutan alam yang tersisa, kondisi kelerengan yang umumnya curam sampai dengan sangat curam, jenis tanah yang miskin hara (podsolik) dan tidak adanya rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam RPHJP KPH Kendilo.

Perlu dilakukan sosialisasi secara periodik kepada masyarakat untuk tidak mengembangkan tanaman sawit di dalam wilayah kajian, sehubungan dengan adanya larangan menanam jenis tanaman tersebut di dalam kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor .83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Perlu dukungan pemerintah (pusat dan daerah) dalam pengembangan potensi wisata alam, dalam bentuk pemberian kewenangan yang lebih flesibel terhadap penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Perlu dilakukan uji laboratorium terhadap kualitas air kemasan yang sedang dikembangkan di Desa Suweto, sehingga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 78 Tahun 2016.

 

cloud
cloud

Kajian Lingkungan dan Sosial KPH Kendilo


blog

RINGKASAN LAPORAN

KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

KPH KENDILO

Latar Belakang

Dalam Permenhut P.6/2010 tentang Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL (Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung) dan KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi), disebutkan mengenai tugas dan fungsi KPH dalam kaitannya dengan tatakelola hutan di tingkat tapak adalah: (1) Melaksanakan penataan hutan dan tatabatas di wilayah KPH, (2) Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH, (3) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, (4) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, (5) Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam, (6) Melaksanakan pengelolaan hutan bagi KPH yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU), (7) Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan, (8) Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, (9) Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.

KPH Kendilo (Unit XXXIV) ditetapkan sebagai KPHP model berdasarkan SK penetapan dari Menteri Kehutanan Nomor: SK.996/MenhutII/2013 tanggal 27 Desember 2013 dengan luas ± 139.235 ha. Seiring dengan perkembangan fungsi kawasan hutan terbaru didasarkan pada SK Menteri Kehutanan No SK.718/Menhut/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara terjadi perubahan luasan areal KPH Kendilo (Unit XXXIV) menjadi 137.495 ha. Secara administratif KPH Kendilo (Unit XXXIV) terletak di Kabupaten Paser yang meliputi 4 wilayah administrasi kecamatan yaitu Kecamatan Muara Koman, Batu Sopang, Muara Samu, dan Batu Engau.

Berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, KPH Kendilo (Unit XXXIV) terbagi ke dalam 4 (empat) wilayah kelola yaitu wilayah pemanfaatan IUPHHK-HT, kawasan izin pinjam pakai, wilayah tumpang tindih izin pinjam pakai tambang dan IUPHHK-HT serta wilayah kelola yang tidak atau belum ada izin pemanfaatan. Sedangkan berdasarkan pembagian blok pengelolaan dimasing-masing fungsi hutan, wilayah KPH Kendilo (Unit XXXIV) terbagi atas: (1) Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung (2) Blok Pemanfaatan, Jasa Lingkungan dan HHBK pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan (3) Blok Pemanfaatan HHKHT dan Pemberdayaan Masyarakat pada Hutan Produksi Tetap (HP).

Luasan KPH Kendilo berdasarkan Kawasan Hutan Lindung (HL) ± 41.558,30 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) ± 34.049,25 Ha, Hutan Produksi Tetap (HP) ± 61.888,45 Ha. Pembagian Blok berdasarkan fungsi Kawasan tersebut adalah Blok Pemanfaatan pada HL seluas ± 41.557,73 Ha, Blok Jasa Lingkungan dan HHBK pada HPT seluas ± 20.934,41, Blok Pemberdayaan Masyarakat pada HPT seluas ± 13.115,15 Ha, Blok Pemanfaatan HHK-HT pada HP seluas ± 50.498,08 Ha, dan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada HP seluas ± 11.390,57 Ha.

Perubahan penutupan lahan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 dapat dijelaskan bahwa Kawasan hutan yang berhutan pada tahun 2014 seluas 103.876,38 Ha dan pada yahun 2018 berubah menjadi 101.463,33 Ha; Permukiman pada tahun 2014 belum ada dan pada tahun 2018 menjadi 102,41 Ha; Penutupan bukan hutan pada tahun 2014 seluas 33.620,55 Ha dan pada tahun 2018 menjadi 35.629,67 Ha; sedangkan tubuh air pada tahun 2014 belum ada dan pada tahun 2018 menjadi 299,60 Ha. Secara umum perubahan penutupan lahan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 ada penutupan hutan yang berubah menjadi permukiman, tidak berhutan, dan tergenang. Artinya ada penurunan pada penututupan lahan berhutan menjadi tidak berhutan.

Tujuan

Kajian Lingkungan dan Sosial KPH ini bertujuan untuk:

  1. Mengumpulkan data dan informasi yang lebih terperinci dan mengembangkan analisis yang lebih baik terhadap aspek lingkungan dan sosial yang ada di KPH (misalnya: kondisi hutan, tekanan pada sumber daya alam, penyebab degradasi hutan dan deforestasi hutan, karakteristik demografi, keberadaan dan penyebab tekanan konflik, termasuk perselisihan batas, dll).
  2. Mengumpulkan berbagai potensi mata pencaharian dan alternatif pilihan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari, termasuk analisis terhadap berbagai kendala, risiko perlindungan, dan kondisi lingkungan pendukung yang penting dan blok bangunan lingkungan yang diperlukan. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan inventarisasi potensi dan pilihan pengembangan ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan di dalam KPH dan lebih lanjut menginformasikan pengembangan rencana bisnis KPH.
  3. Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan mitra KPH dalam mengelola risiko lingkungan dan sosial.

Metodologi

Metode Penelitan yang dilakukan pada Kajian Lingkungan dan Sosial di KPH Kendilo menggunakan Metode Deskriptif terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dengan melakukan beberapa teknik analisis terhadap parameter yang ditentukan. Teknik analisis tersebut adalah Analisis terhadap Kondisi Hutan, Analisis terhadap Stakeholder/pemangku kepentingan, dan Analisis terhadap Kapasitas pengamanan/safeguard. Masing-masing teknik analisis dilakukan terhadap beberapa pokok bahasan yang terhubung dengan kajian fisik kimia, kajian biologi, kajian social ekonomi, dan kajian social budaya.

Isu Strategis

  • Kelembagaan yang mandiri, dimana lembaga KPH Kendilo menjadi hal penting guna memastikan keberlangsungan pelaksanaan program pengelolaan secara efektif dan efesien. Namun dengan belum adanya tata batas dan pengukuhan baik batas fungsi maupun batas luar KPH, sehingga masih terdapat overlap/ketidakcocokan antara fungsi kawasan dengan izin pengelolaan dan pemanfaatan dan penggunaan kawasan.
  • Pengelolaan hutan secara lestari, dimana keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan masih rendah, baik keterlibatan dalam izin pemanfaatan yang sudah ada maupun pengelolaan secara langsung melalui skema-skema berbasis masyarakat seperti: Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, serta belum optimalnya pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pemanfaatan jasa lingkungan dan pengembangan wisata alam.
  • Rehabilitasi hutan dan lahan, dimana Kabupaten Paser merupakan salah satu daerah penghasil Dana Reboisasi dan PSDH. Namun Pemerintah Daerah sangat kesulitan dalam menggunakan dana tersebut dikarenakan data dan informasi lokasi yang tidak akurat sehingga perencanaan RHL yang tidak dapat dilaksanakan, selain itu keadaan lokasi juga dibatasi oleh keberadaan konsesi izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
  • Ketersediaan data dan informasi yang lengkap dan terbuka, dimana data dan informasi bio-fisik,ekonomi dan sosial budaya serta spasial (keruangan) terkait dengan sumber daya hutan di wilayah KPHP-Model Kendilo masih belum lengkap dan belum sinkron pada berbagai tingkat pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten) serta belum tersedianya protokol pertukaran dan sinkronisasi data di berbagai tingkatan.

Kendala

  • Tata hubungan kerja dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Paser belum ada kejelasan,
  • Keterbatasan personil/staf, anggaran dan sarana/prasarana KPH Kendilo,
  • Keberadaan KPH belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh masyarakat dan para pihak lainnya,
  • Persepsi masyarakat terhadap keberadaan fungsi SDH masih rendah,
  • Minimnya data dan informasi potensi aspek ekologi, ekonomi dan sosial-budaya dalam
    kawasan KPH Kendilo.

Permasalahan

  1. Status kawasan hutan yang belum diketahui secara luas oleh masyarakat di dalam
    maupun di sekitar kawasan hutan. Ketidaktahuan masyarakat terhadap status kawasan
    hutan didorong oleh beberapa hal yaitu:
  1. Kurangnya sosialisasi mengenai batasan kawasan hutan kepada masyarakat,
  2. Kurang terlibatnya masyarakat dalam proses tata batas kawasan hutan di lapangan,
  3. Belum ada tata batas luar pada kawasan hutan produksi (HP dan HPT), dan belum ada batas blok dan petak,
  4. Proses pemeliharaan ataupun rekontruksi tidak rutin dilaksanakan, sehingga keberadaan patok batas dengan jalur inspeksinya tidak terawat baik.
  5. Kurangnya papan informasi mengenai status kawasan hutan di lapangan.
  1. Tumpang tindih pemanfaatan kawasan sangat mungkin terjadi antara kegiatan kehutanan dengan perkebunan kelapa sawit, terutama pada kawasan hutan yang belum dilaksanakan tata batas. Tumpah tindih pemanfaatan ini didorong oleh beberapa hal yaitu:
  1. Kurangnya koordinasi dalam proses penerbitan izin lokasi kawasan perkebunan, di mana dasar peta yang digunakan tidak mengacu pada peta kawasan hutan yang seharusnya,
  2. Tidak adanya batas acuan lapangan untuk kawasan hutan, menyebabkan juru ukur lapangan (biasanya pihak BPN) untuk areal perkebunan akan kesulitan menentukan batas sebenarnya di lapangan.
  1. Klaim kawasan/land tenure (sertifikat hak milik, tanah ulayat) menjadi permasalahan umum di kawasan hutan terutama pada masyarakat desa/kampung yang keberadaannya sudah ada sebelum ada proses penetapan kawasan hutan.
  2. Tingginya deforestasi dan degradasi potensi hutan.
  3. Alih fungsi kawasan hutan yang belum ditindaklanjuti secara serius sehingga menimbulkan konflik pemanfaatan, terutama kawasan yang telah memiliki izin pemanfaatan.
  4. Keberadaan izin pemanfaatan dan penggunaan lahan yang berstatus quo, menyebabkan pengelolaan kawasan menjadi tidak efektif.

Hasil Analisis

Lingkungan Fisik

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kualitas Udara menunjukkan kualitas udara di wilayah KPHP Kendilo (Unit XXXIV) secara umum masih baik dan belum tercemar. Kondisi tanah rata-rata memiliki solum sedang sampai dalam, drainase baik, tekstur agak halus sampai agak kasar, pH masam sampai mendekati netral, KTK rendah, dan KB sangat tinggi, secara umum kesuburan tergolong rendah dengan tingkat bahaya erosi bervariasi dari ringan sampai sangat berat. Kesesuaian lahan memiliki potensi untuk  tanaman padi gogo, jagung, kopi robusta, karet, klengkeng, kemiri, lada dan sereh wangi. Kelerengan tergolong agak curam sampai sangat curam. Debit sungai secara umum bervariasi antara 0,07 – 3,4 m3/det pada saat air sedang surut, namun demikian pernah mengalami kejadian banjir. Karakteristik DAS Kendilo memiliki debit puncak di wilayah hulu bisa mencapai 5,55 m3/detik, sedangkan di hilir dapat mencapai 22,45 m3/detik. Untuk DAS Kerang Segendang, debit puncak di wilayah hulunya bisa mencapai 7,55 m3/detik, sedangkan di hilir dapat mencapai 7.450 liter/detik atau 72,45 m3/detik. Sungai Samurangau dan Sungai Kendilo Jembatan Kideco memiliki padatan tersuspensi total (TSS) > 50, sehingga termasuk kelas III dan IV. Sungai Kendilo rata-rata memilik oksigen terlarut < 6 (4,76), dan termasuk ke dalam kelas II. Sungai Kerang termasuk ke dalam sungai yang tercemar, karena memiliki kekeruhan > 25, total coliform > 1000, dan E. Coli > 1000. Muara Sungai Popor, muara Sungai Samurangau, Hulu Sungai Kendilo, dan Hulu Sungai Biu masih termasuk ke dalam kelas kualitas air kelas I. Degradasi Lahan/Lahan Kritis KPH Kendilo sebesar 72,8 % tergolong kelas agak kritis, 13,3 % merupakan lahan potensial kritis, 6,3 % lahan kritis, 5,4 % lahan tidak kritis, dan 2,2 % merupakan lahan sangat kritis yang sebagian besar berlokasi di areal pertambangan (konsesi). Kekritisan lahan dipengaruhi terutama oleh kondisi kelerengan, perubahan tutupan lahan (deforestasi), dan laju erosi.

Sosial Ekonomi

Kisaran jumlah penduduk desa di dalam dan sekitar KPHP Kendilo (desa sampel) berkisar antara 424 hingga 2.605 jiwa, dengan mata pencarian utama adalah petani (pekebun dan tanaman pangan) serta mata pencaharian sampingan adalah sebagai buruh tani dan pekerja harian lepas pada perusahaan sawit. Pada umumnya penduduk memiliki lahan/tanah dengan status milik sendiri (namun tanpa bukti tertulis), sebagian telah memiliki SKT serta sebagian juga memiliki lahan garapan/mengokupasi lahan di kawasan hutan yang merupakan wilayah kerja KPH Kendilo. Penduduk asli adalah Suku Dayak Paser, namun dengan perkembangan desa, Suku Banjar, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Sunda, dan beberapa suku berasal dari Nusa Tenggara Timur juga telah mendiami desa-desa tersebut.

Desa-desa tersebut masih memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya hutan, utamanya sumberdaya lahan. Tingginya tingkat ketergantungan tersebut disebabkan antara lain oleh kaena kedekatan secara geografis terhadap Kawasan hutan, bahkan berada di dalam Kawasan hutan. Secara umum aspek sosial-ekonomi belum berkembang dengan baik, sehingga sebagian dari kebutuhan hidupnya masih tergantung dari sumberdaya hutan, karena usaha produktif yang secara ekonomi mampu menopang ekonomi rumah tangga.

Peluang Pasar Beberapa Komoditas Potensial

Pengembangan komoditas lebah madu Trigona, lengkeng, kemiri, serai wangi, jagung, dan komoditas potensial lainnya melaui kemitraan antara KPH Kendilo dengan KTH memiliki prospek untuk dikembangkan ke depan serta memiliki peluang pasar yang masih cukup besar, baik untuk pasar dalam negeri (domestik) maupun pasar internasional.

Rekomendasi

Pengembangan agroforestry dengan sistim pertanaman lorong (alley cropping) atau sistim penanaman dalam strip (strip cropping) dengan tanaman unggulan buahbuahan, kopi, karet, kemiri, lada, padi gunung, jagung, dan sereh wangi. Reboisasi dengan jenis-jenis pohon MPTS seperti kemiri, sumber pakan lebah madu, karet, gaharu, jengkol, durian, lay, langsat, kelengkeng dan jenis tanaman MPTS lainnya.

Dalam rangka penanggulangan lahan kritis, pada kemiringan lereng curam sampai dengan sangat curam perlu dilakukan konservasi tanah dengan penanaman tanaman keras berjarak tanam 3 m x 2 m atau 3 m x 3 m.

Pengembangan model ekowisata yang terintegrasi, berwawasan lingkungan, dan edukasi dengan sistem kemitraan bersama pihak swasta atau pihak lainnya.

Terkait dengan perlindungan dan pengamanan hutan perlu penambahan sumberdaya manusia, finansial, sarana dan prasarana, serta papan himbauan yang ditempatkan pada tempat-tempat yang strategis.

Dalam rangka reklamasi – revegetasi lahan diperlukan kerjasama/bermitra dengan perusahaan pemegang ijin pertambangan.

Keberadaan hutan alam beserta keragaman jenis flora, fauna dan kekayaan lain di dalamnya perlu dijaga/diamankan dari kegiatan illegal logging yang marak terjadi di wilayah kajian.

Keinginan masyarakat untuk menggantikan tegakan hutan alam pada fungsi Hutan Produksi dengan tanaman MPTS (kemiri, karet), sebaiknya tidak dianjurkan. Pertimbangannya adalah bahwa keberadaan hutan alam yang tersisa, kondisi kelerengan yang umumnya curam sampai dengan sangat curam, jenis tanah yang miskin hara (podsolik) dan tidak adanya rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam RPHJP KPH Kendilo.

Perlu dilakukan sosialisasi secara periodik kepada masyarakat untuk tidak mengembangkan tanaman sawit di dalam wilayah kajian, sehubungan dengan adanya larangan menanam jenis tanaman tersebut di dalam kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor .83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Perlu dukungan pemerintah (pusat dan daerah) dalam pengembangan potensi wisata alam, dalam bentuk pemberian kewenangan yang lebih flesibel terhadap penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Perlu dilakukan uji laboratorium terhadap kualitas air kemasan yang sedang dikembangkan di Desa Suweto, sehingga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 78 Tahun 2016.

 


 Lihat Hasil Review

474
0   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini