Yogyakarta (29/01/2022) jogjaprov.go.id – Tidak hanya sebagai bahan baku produksi makanan gudeg, penanaman bibit tanaman nangka di Yogyakarta juga sebagai upaya pengembangan potensi kebudayaan lokal.
Hal ini disampaikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam acara Pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka, Sabtu (29/01) bertempat di Hutan Petak 58, RPH Candi, BDH Karangmojo, Balai KPH Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, Sri Sultan menyebutkan bahwa tanaman nangka perlu dilestarikan karena juga menjadi bahan dasar dari pembuatan kendhang, salah satu instrumen gamelan.
Dalam perkembangannya, sebagaimana yang disampaikan Ngarsa Dalem, pembuatan gamelan sendiri kini tidak lagi hanya untuk memenuhi permintaan dari lokal DIY, lembaga di level daerah ataupun nasional, melainkan juga untuk memenuhi permintaan dari para duta besar Indonesia yang berada di negara lain, baik di Eropa, Amerika, maupun Asia, sebagai salah satu upaya strategi pendekatan politik mereka.
Permintaan pembuatan gamelan juga datang dari kelompok-kelompok orang asing yang belajar gamelan di Eropa Barat.
“Peristiwa ini bagi saya penting dalam upaya pelestarian, tidak sekedar tanaman dan untuk tradisi karena gudeg, tapi bagaimana juga masalah-masalah kebudayaan ini bisa tetap langgeng untuk tetap berlangsung,” terang Sri Sultan.
Sementara itu, tanaman nangka dan petai yang sering kali harus ditebang karena menjadi alternatif dalam ekspor industri mebel untuk menggantikan kayu jati, turut menjadi salah satu alasan pelestarian tanaman ini.
Ngarsa Dalem meresmikan Hutan Keistimewaan Nangka ini bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), RI Mahfud MD, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI, Sofyan Djalil.
Lokasi penanaman terletak di Petak 58, RPH Candi, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta, Kabupaten Gunungkidul DIY. Status kawasan ini merupakan kawasan hutan produksi dengan luas areal penanaman, khusus untuk tanaman nangka seluas 30 hektar.
“Saya belum tahu persis, dengan tiga puluh hektar ini, apakah cukup dalam perkembangannya. Tapi bagi saya, tidak perlu kita gelisah, karena nanti kalau memang kebutuhan itu memang lebih besar, saya kira Pemda DIY juga akan bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dalam memperluas kebutuhan yang ada, kalau memang ini kita anggap perlu diperluas. Nanti kita pertimbangkan lebih jauh,” jelas Sri Sultan.
Bibit nangka dan petai yang disiapkan adalah bibit produktif yang diperkirakan akan berbuah dalam empat tahun ke depan. Terdapat total dua belas ribu batang yang akan ditanam, yakni bibit nangka sebanyak sepuluh ribu batang dan petai sebanyak dua ribu batang. Pola tanam yang digunakan adalah pola tanam agroforestri, yaitu empat ratus batang per hektar dengan jarak tanam 5x5 meter.
Pada acara ini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), RI Mahfud MD turut mengapresiasi pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka ini sebagai upaya pengembangan potensi, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun kearifan lokal, dengan tujuan mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus memelihara serta memulihkan lingkungan.
“Inisiatif untuk mengembangkan hutan tematik, yakni wana boga dengan jenis nangka, saya nilai sangat strategis dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang mampu mendukung ketahanan pangan, khususnya kuliner Yogyakarta, yaitu gudeg yang sangat kita kenal, dapat menggerakkan geliat ekonomi lokal,” ungkap Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa pangan memiliki peran yang sangat penting karena menyangkut dimensi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka ini juga diharapkan tidak hanya sebagai wujud pelestarian hutan dan lingkungan, tetapi juga mendorong perekonomian melalui bidang kebudayaan dan pangan.
Berdasarkan data dari Dinas Perindag DIY tahun 2021 yang dipaparkan Mahfud, tercatat sejumlah 190 UKM gudeg di Yogyakarta dengan kebutuhan nangka muda sebanyak 9-10 ton setiap harinya.
“Oleh karena itu, penanaman jenis nangka hari ini sangat strategis untuk mendukung kelestarian hutan dan keberlanjutan usaha gudeg dan juga usaha lain yang terkait dengan pohon-pohon nangka dan varietas makanan lainnya di DIY,” ujar Mahfud.
Selain penanaman bibit nangka dan petai, turut dilaksanakan pelepasan satwa liar, yakni enam ekor elang alap jambul, yang berasal dari Pusat Konservasi Elang Kamujang BBKSDA Jawa Barat dan Wild Life Rescue Unit BBKSDA Jawa Timur. Pelepasan elang ini dilakukan oleh Menkopulhukam, Menteri LHK, Menteri ATR, Gubernur DIY, Bupati Gunung Kidul, dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang diwakili oleh Kanjeng Pangeran Haryo Yudhonegoro.
Mahfud menyampaikan, kegiatan penanaman bibit nangka dan petai serta pelepasan hewan liar ini menjadi salah satu perwujudan indikator penanganan biodiversity dan pemeliharaan keragaman hayati.
Pada acara pencanangan ini, Bupati Gunung Kidul, Sunaryanta, juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para menteri dan Gubernur DIY yang telah hadir dan berkunjung.
“Mudah-mudahan ini akan menjadikan manfaat yang besar kedepannya bagi seluruh warga masyarakat Gunung Kidul, khususnya,” harap Sunaryanta. (Han/Ra)
Humas Pemda DIY
Sumber : https://jogjaprov.go.id