Panen semakin banyak dia akan mendapat hasil lebih banyak

Kabupaten Paser, Kaltim (ANTARA) - Suara mesin mobil menderu melewati jalanan tanah berwarna kecokelatan yang tergenang air di satu sisi dan berbatu di sisi lainnya, truk pikap merah berjalan melewatinya meski sempat terhenti karena dalamnya lumpur. Bergegas mobil itu bergerak menuju ke wilayah Kelompok Tani Hutan (KTH) Alas Taka.

Terletak di dalam areal Kawasan Hutan Produksi, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, perjalanan melewati kebun sawit dari ibu kota kabupaten di Tanah Grogot membawa mobil itu ke area seluas 300 hektare tempat anggota KTH Alas Taka beraktivitas.
 
Terhimpit dekat dengan perkebunan sawit, berjejer pohon-pohon kelengkeng bagian dari agroforestri KTH Alas Taka bersama sebuah Rumah Produksi Arang Kayu yang baru-baru ini dirintis kelompok yang bermitra dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo itu.

Pembentukan KTH itu bukan tanpa latar belakang, Ketua KTH Alas Taka Ngadianto mengatakan kelompok beranggota 70 orang itu berawal dari masyarakat di Desa Suweto yang menyambut kolaborasi dengan KPHP Kendilo untuk memanfaatkan lahan yang sebelumnya gersang.

Ngadianto menyebut masyarakat awalnya tidak pernah memanfaatkan tanaman alami yang tumbuh di lahan tersebut, beberapa dulu hanya mengambil kayu untuk dimanfaatkan untuk pembangunan rumah.

"Di situlah tempat ini jadi gersang dan akhirnya masyarakat berpikir ke depannya dari pada lokasi 300 hektare ini gersang tanpa disentuh dan tidak dirawat. Jadi dibentuklah Kelompok Tani Alas Taka," ujar Ngadianto.

Didampingi KPHP Kendilo bersama dengan Proyek Forest Investment Program 2 (FIP 2) atau Program Investasi Hutan Proyek II dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kelompok tani itu memulai usaha mereka dari agroforestri, madu kelulut sampai yang terbaru Rumah Produksi Arang Kayu.

Hasil dari KTA itu cukup berhasil, kini sudah tidak ada lagi masyarakat yang mengambil kayu dan 30 anggota KTH Alas Taka yang aktif terus mendorong pengembangan usaha untuk menambah pendapatan mereka.

Di Alas Taka, kata Ngadianto, anggota KTH yang kebanyakan berprofesi sebagai peladang itu telah merasakan peningkatan kesejahteraan dari hasil kelompok tersebut.

Salah satu produk tersukses mereka berasal dari agroforestri terutama penjualan buah kelengkeng. Tidak hanya laku dicari di Desa Suweto dan wilayah sekitarnya di Kecamatan Muara Samu, penjualan kelengkeng KTH Alas Taka sudah mencapai Tanah Grogot.

Setiap panen kelengkeng menghasilkan 160 kilogram, dengan rincian 100 kilogram dijual ke wilayah luar Desa Suweto dan 60 kilogram telah dipesan oleh masyarakat sekitar.

Untuk dijual ke Tanah Grogot dan area lain di luar wilayah sekitar desa dihargai Rp40.000 per kilogram. Sementara harga untuk masyarakat desa adalah Rp35.000 per kilogram.

KTH yang berdiri pada 2016 itu juga tengah merintis Rumah Pengembangan Arang Kayu, dengan memanfaatkan dahan tanaman kayu alaban yang berada di sekitar wilayah mereka.

Setiap pemanfaatan dahan kayu alaban untuk arang aktif dilakukan penanaman kembali oleh anggota KTH.
 
Alasannya sederhana, mereka melihat potensi arang sebagai alternatif di tengah meningkatnya harga mendapatkan tabung gas 3 kilogram di wilayah sekitar. Harga jual juga lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp16.000.
 
Pendamping desa dari KPHP Kendilo Hairul Anam mengatakan produksi arang sendiri telah mulai konsisten dilakukan, meski hasilnya masih dikonsumsi oleh masyarakat sekitar.
 
Arang kini dapat menjadi alternatif untuk memasak dari tabung gas, yang harganya tinggi karena faktor jarak antara desa dan Tanah Grogot yang mencapai sekitar 50 kilometer.
 
Alas Taka tidak sendiri, KTH Aper Sejahtera juga mulai merintis berbagai usaha produk hutan bukan kayu untuk mendorong peningkatan ekonomi anggotanya.
 
Terletak di wilayah Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau di Kabupaten Paser, KTH Aper Sejahtera kini tengah mendorong usaha minyak serai, kayu putih, madu kelulut serta produksi jambu kristal.
 
Kelompok binaan KPHP Kendilo yang berdiri pada 2018 itu mayoritas anggotanya adalah pekerja di perkebunan sawit yang berada di sekitar desa. Anggota KTH itu terdiri dari 24 orang.
 
Ketua KTH Aper Sejahtera Herry Sukmana mengatakan awal mula kelompok itu terbentuk untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga mereka.
 
Namun, setelah melihat hasilnya Herry kini berkeinginan mendorong produksi minyak serai semakin besar.
 
Usaha memperluas produksi minyak serei KTH Aper Sejahtera, yang beraktivitas di areal seluas 200 hektare, didukung oleh KPHP Kendilo dan FIP 2 yang menyediakan fasilitas dan alat untuk mendorong peningkatan produksi minyak sereh.
 
Herry mengatakan bahwa setiap anggota aktif bertanggung jawab terhadap "ancak" atau luasan areal tanam serai masing-masing mulai dari penanaman, perawatan dan panen.
 
Dari hasil panen tersebut akan ditentukan penghasilan setiap individu dari setiap ancak di areal 10 hektare yang digunakan untuk penanaman serai.
 
"Dengan panen yang semakin banyak dia akan mendapat hasil yang banyak," katanya.
 
Penjualan produksi minyak serai KTH Aper Sejahtera dibantu oleh KPHP Kendilo, yang kemudian menyalurkannya kepada pihak lain.
 
Rata-rata produksi minyak serai mereka adalah sekitar 3,5 liter per hari. KPHP Kendilo kemudian menghargai minyak produksi itu Rp200.000 untuk setiap kilogram, dengan 1 liter minyak berkisar 0,8 kilogram.
 
Meski saat ini masih berfokus kepada minyak serai dan madu, tapi KTH Aper Jaya ingin mengembangkan usaha mereka ke produk kayu putih.
 
Untuk itu dia berharap adanya pendampingan lebih dari pemerintah maupun pihak lain demi mengembangkan keragaman produk dan perluasan penjualan.

Dukung KTH
 
Program Investasi Hutan 2 atau FIP 2 dari KLHK dengan dukungan Bank Dunia dan Danida telah melakukan pendampingan di 10 wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di delapan provinsi dan bermitra dengan 95 KTH dengan usaha berbasis hutan.
 
Seluruh KTH yang didampingi mendapat bantuan investasi dari FIP 2 untuk meningkatkan produk dan skala bisnis agar dapat mandiri untuk berusaha.
 Proyek itu juga bertujuan untuk mendukung program KPH dan pemberdayaan masyarakat lewat pengelolaan hutan lestari dan peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.
 
Salah satu yang mendapat pendampingan itu adalah KTH Alas Taka dan Aper Sejahtera di areal KPHP Kendilo, yang memiliki luas sekitar 130 ribu hektare.
 
Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan KLHK Drasopolino selaku Executing Agency proyek itu mengatakan FIP 2 telah menstimulus geliat ekonomi masyarakat sekitar hutan yang terlibat dalam proyek, sehingga kesejahteraan mereka meningkat dibandingkan sebelum terlibat dalam program.
 
Diimplementasikan sejak 2017, program tersebut telah memberikan bantuan sarana prasarana seperti mesin produksi dan pengemasan produk olahan.
 
Proyek FIP 2 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan di lokasi proyek. Penerima manfaat berjumlah 110.581 orang dari target 95.000 orang.
 
FIP 2 telah berperan dalam peningkatan kapasitas bagi kelembagaan KPH dan terhadap 95 KTH terpilih melalui skema perhutanan sosial. Terkait hal itu, Drasopolino mengatakan bahwa peningkatan kapasitas tersebut perlu diapresiasi tidak saja oleh KLHK dan Proyek FIP 2 tetapi juga pemangku kepentingan lain dan masyarakat secara umum.
 
Apresiasi juga disampaikan KTH Alas Taka dan Aper Sejahtera, yang menyebut dukungan dari KLHK lewat FIP 2 telah mendorong peningkatan kapasitas.
 
Ngadianto menyampaikan dirinya bersama para anggota KTH berharap dukungan terus diberikan untuk mendorong kemajuan kelompok-kelompok tani yang memanfaatkan hutan secara lestari.
 
Dukungan tersebut, ujarnya, akan memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan petani secara khusus.

Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Sumber : www.antaranews.com

cloud
cloud

Derap kelompok tani hutan Kendilo kelola hutan lestari


blog

Panen semakin banyak dia akan mendapat hasil lebih banyak

Kabupaten Paser, Kaltim (ANTARA) - Suara mesin mobil menderu melewati jalanan tanah berwarna kecokelatan yang tergenang air di satu sisi dan berbatu di sisi lainnya, truk pikap merah berjalan melewatinya meski sempat terhenti karena dalamnya lumpur. Bergegas mobil itu bergerak menuju ke wilayah Kelompok Tani Hutan (KTH) Alas Taka.

Terletak di dalam areal Kawasan Hutan Produksi, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, perjalanan melewati kebun sawit dari ibu kota kabupaten di Tanah Grogot membawa mobil itu ke area seluas 300 hektare tempat anggota KTH Alas Taka beraktivitas.
 
Terhimpit dekat dengan perkebunan sawit, berjejer pohon-pohon kelengkeng bagian dari agroforestri KTH Alas Taka bersama sebuah Rumah Produksi Arang Kayu yang baru-baru ini dirintis kelompok yang bermitra dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo itu.

Pembentukan KTH itu bukan tanpa latar belakang, Ketua KTH Alas Taka Ngadianto mengatakan kelompok beranggota 70 orang itu berawal dari masyarakat di Desa Suweto yang menyambut kolaborasi dengan KPHP Kendilo untuk memanfaatkan lahan yang sebelumnya gersang.

Ngadianto menyebut masyarakat awalnya tidak pernah memanfaatkan tanaman alami yang tumbuh di lahan tersebut, beberapa dulu hanya mengambil kayu untuk dimanfaatkan untuk pembangunan rumah.

"Di situlah tempat ini jadi gersang dan akhirnya masyarakat berpikir ke depannya dari pada lokasi 300 hektare ini gersang tanpa disentuh dan tidak dirawat. Jadi dibentuklah Kelompok Tani Alas Taka," ujar Ngadianto.

Didampingi KPHP Kendilo bersama dengan Proyek Forest Investment Program 2 (FIP 2) atau Program Investasi Hutan Proyek II dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kelompok tani itu memulai usaha mereka dari agroforestri, madu kelulut sampai yang terbaru Rumah Produksi Arang Kayu.

Hasil dari KTA itu cukup berhasil, kini sudah tidak ada lagi masyarakat yang mengambil kayu dan 30 anggota KTH Alas Taka yang aktif terus mendorong pengembangan usaha untuk menambah pendapatan mereka.

Di Alas Taka, kata Ngadianto, anggota KTH yang kebanyakan berprofesi sebagai peladang itu telah merasakan peningkatan kesejahteraan dari hasil kelompok tersebut.

Salah satu produk tersukses mereka berasal dari agroforestri terutama penjualan buah kelengkeng. Tidak hanya laku dicari di Desa Suweto dan wilayah sekitarnya di Kecamatan Muara Samu, penjualan kelengkeng KTH Alas Taka sudah mencapai Tanah Grogot.

Setiap panen kelengkeng menghasilkan 160 kilogram, dengan rincian 100 kilogram dijual ke wilayah luar Desa Suweto dan 60 kilogram telah dipesan oleh masyarakat sekitar.

Untuk dijual ke Tanah Grogot dan area lain di luar wilayah sekitar desa dihargai Rp40.000 per kilogram. Sementara harga untuk masyarakat desa adalah Rp35.000 per kilogram.

KTH yang berdiri pada 2016 itu juga tengah merintis Rumah Pengembangan Arang Kayu, dengan memanfaatkan dahan tanaman kayu alaban yang berada di sekitar wilayah mereka.

Setiap pemanfaatan dahan kayu alaban untuk arang aktif dilakukan penanaman kembali oleh anggota KTH.
 
Alasannya sederhana, mereka melihat potensi arang sebagai alternatif di tengah meningkatnya harga mendapatkan tabung gas 3 kilogram di wilayah sekitar. Harga jual juga lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp16.000.
 
Pendamping desa dari KPHP Kendilo Hairul Anam mengatakan produksi arang sendiri telah mulai konsisten dilakukan, meski hasilnya masih dikonsumsi oleh masyarakat sekitar.
 
Arang kini dapat menjadi alternatif untuk memasak dari tabung gas, yang harganya tinggi karena faktor jarak antara desa dan Tanah Grogot yang mencapai sekitar 50 kilometer.
 
Alas Taka tidak sendiri, KTH Aper Sejahtera juga mulai merintis berbagai usaha produk hutan bukan kayu untuk mendorong peningkatan ekonomi anggotanya.
 
Terletak di wilayah Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau di Kabupaten Paser, KTH Aper Sejahtera kini tengah mendorong usaha minyak serai, kayu putih, madu kelulut serta produksi jambu kristal.
 
Kelompok binaan KPHP Kendilo yang berdiri pada 2018 itu mayoritas anggotanya adalah pekerja di perkebunan sawit yang berada di sekitar desa. Anggota KTH itu terdiri dari 24 orang.
 
Ketua KTH Aper Sejahtera Herry Sukmana mengatakan awal mula kelompok itu terbentuk untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga mereka.
 
Namun, setelah melihat hasilnya Herry kini berkeinginan mendorong produksi minyak serai semakin besar.
 
Usaha memperluas produksi minyak serei KTH Aper Sejahtera, yang beraktivitas di areal seluas 200 hektare, didukung oleh KPHP Kendilo dan FIP 2 yang menyediakan fasilitas dan alat untuk mendorong peningkatan produksi minyak sereh.
 
Herry mengatakan bahwa setiap anggota aktif bertanggung jawab terhadap "ancak" atau luasan areal tanam serai masing-masing mulai dari penanaman, perawatan dan panen.
 
Dari hasil panen tersebut akan ditentukan penghasilan setiap individu dari setiap ancak di areal 10 hektare yang digunakan untuk penanaman serai.
 
"Dengan panen yang semakin banyak dia akan mendapat hasil yang banyak," katanya.
 
Penjualan produksi minyak serai KTH Aper Sejahtera dibantu oleh KPHP Kendilo, yang kemudian menyalurkannya kepada pihak lain.
 
Rata-rata produksi minyak serai mereka adalah sekitar 3,5 liter per hari. KPHP Kendilo kemudian menghargai minyak produksi itu Rp200.000 untuk setiap kilogram, dengan 1 liter minyak berkisar 0,8 kilogram.
 
Meski saat ini masih berfokus kepada minyak serai dan madu, tapi KTH Aper Jaya ingin mengembangkan usaha mereka ke produk kayu putih.
 
Untuk itu dia berharap adanya pendampingan lebih dari pemerintah maupun pihak lain demi mengembangkan keragaman produk dan perluasan penjualan.

Dukung KTH
 
Program Investasi Hutan 2 atau FIP 2 dari KLHK dengan dukungan Bank Dunia dan Danida telah melakukan pendampingan di 10 wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di delapan provinsi dan bermitra dengan 95 KTH dengan usaha berbasis hutan.
 
Seluruh KTH yang didampingi mendapat bantuan investasi dari FIP 2 untuk meningkatkan produk dan skala bisnis agar dapat mandiri untuk berusaha.
 Proyek itu juga bertujuan untuk mendukung program KPH dan pemberdayaan masyarakat lewat pengelolaan hutan lestari dan peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.
 
Salah satu yang mendapat pendampingan itu adalah KTH Alas Taka dan Aper Sejahtera di areal KPHP Kendilo, yang memiliki luas sekitar 130 ribu hektare.
 
Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan KLHK Drasopolino selaku Executing Agency proyek itu mengatakan FIP 2 telah menstimulus geliat ekonomi masyarakat sekitar hutan yang terlibat dalam proyek, sehingga kesejahteraan mereka meningkat dibandingkan sebelum terlibat dalam program.
 
Diimplementasikan sejak 2017, program tersebut telah memberikan bantuan sarana prasarana seperti mesin produksi dan pengemasan produk olahan.
 
Proyek FIP 2 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan di lokasi proyek. Penerima manfaat berjumlah 110.581 orang dari target 95.000 orang.
 
FIP 2 telah berperan dalam peningkatan kapasitas bagi kelembagaan KPH dan terhadap 95 KTH terpilih melalui skema perhutanan sosial. Terkait hal itu, Drasopolino mengatakan bahwa peningkatan kapasitas tersebut perlu diapresiasi tidak saja oleh KLHK dan Proyek FIP 2 tetapi juga pemangku kepentingan lain dan masyarakat secara umum.
 
Apresiasi juga disampaikan KTH Alas Taka dan Aper Sejahtera, yang menyebut dukungan dari KLHK lewat FIP 2 telah mendorong peningkatan kapasitas.
 
Ngadianto menyampaikan dirinya bersama para anggota KTH berharap dukungan terus diberikan untuk mendorong kemajuan kelompok-kelompok tani yang memanfaatkan hutan secara lestari.
 
Dukungan tersebut, ujarnya, akan memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan petani secara khusus.

Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Sumber : www.antaranews.com

0   0
Bagikan :

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini