Tidak banyak yang tahu dengan tanaman satu ini. Kepayang (Pangium Edule) merupakan salah satu tanaman yang bernilai ekonomi dan konservasi yang tinggi.  

Kepayang umumnya tumbuh di wilayah sumber-sumber mata air, dan memiliki potensi buah yang selama ini dimanfaatkan sebagai bahan minyak goreng. 

Effendi, staf Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) VII Limau Sarolangun mengatakan, akses transportasi yang sulit dan jauh membuat masyarakat dari zaman dulu menggunanakan minyak kepayang sebagai pengganti minyak kelapa dan sawit untuk menggoreng.

”Karena sulit minyak sawit dan kelapa,” katanya saat menjadi pembicara di Seminar Temu Usaha yang menjadi rangkaian acara Festival PeSona Jambi 2018.

 Minyak kepayang merupakan satu-satunya minyak olahan di Indonesia. “Akan tetapi kita belum buat hak patennya, Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), ini akan kita buat segera,” kata Effendi. 

Membangkitkan potensi minyak kepayang ini, disebutkan Effendi, seperti membangkitkan batang tarandam. 

“Pohon kepayang ini sudah hampir hilang, dari segi konservasi juga bermanfaat. Kami juga terus berupaya potensi minyak kepayang ini bangkit kembali,” katanya.

KPHP VII Limau sudah melakukan penelitian bekerja sama dengan Sucofindo. Mereka mendapatkan hasil bahwa kandungan minyak kepayang non kolesterol. 

“Hasil laboratorium DHA-nya cukup tinggi dari kalangan minyak nabati hingga 2,3 persen,” katanya menjelaskan.

Minyak kepayang merupakan minyak hasil olahan masyarakat Desa Sungai Beban, Kecamatan Batang Asai.  Masyarakat, kata Effendi, mengolah hanya untuk kebutuhan keluarga. Namun perlu dikembangkan dengan peluang pasar yang ada akan meningkatkan perekonomian masyarakat.

“Cukup sulit memproduksinya, harus menghilangkan racun atau sianida. Karena ada racunnya,” kata Effendi.

Satu kilo daging buah kepayang dipres menghasilkan 0,3 gram minyak kepayang. Untuk 10 kilogram daging kepayang menghasilkan 3 kilogram minyak kepayang. Membutuhkan waktu satu minggu untuk pembuangan racun. 

KPHP VII Limau Sarolangun ingin mengembangkan produk turunan lain dari kepayang sehingga lebih bernilai jual tinggi.

”Ada produk turunannya sabun, body lotion, aroma terapi yang sudah mulai dibuat. Kemarin ada kerjasama dengan body shop, namun karena mereka inginnya berkelanjutan, kami belum bisa memenuhi,” katanya.

Produksi minyak kepayang tidak konsisten setiap tahunnya. Ini yang menjadi kendala dalam pemasaran dan produksi. Mengatasi hal tersebut, KPHP VII Limau mulai mengajak masyarakat membudidayakan tanaman kepayang. 

“Sudah ada ditanam baru di lokasi perbukitan yang merupakan sumber mata air, dan kita sudah berikan koordinat dan identifkasi tanaman kepayang yang ada di wilayah KPH Limau,” katanya.

Dengan penandaan pohon, Effendi menyebutkan, ini mempermudah pemantauan dan penentuan masa panen pohon kepayang.

Deni, anggota Kadin Provinsi Jambi menyebutkan, akan memberi dukungan pada sektor ekonomi keluarga dan menengah. 

“Kadin akan support, ada bagian pemasarannya yang jago-jago memasarkan produk dari industri kecil milik masyarakat ini. Ada beberapa industi awalnya rumahan yang sudah ekspor seperti nanas dari Tangkit,” kata Deni.

Minyak kepayang dibanderol dengan harga Rp50 ribu per 250 gramnya. Meski harganya berkali lipat dibandingkan minyak kelapa dan sawit, namun tetap laku di pasaran.

”Tren hidup sehat membuat minyak kepayang tetep bisa laku di pasaran,” katanya

cloud
cloud

Kepayang, Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu yang Terabaikan


blog

Tidak banyak yang tahu dengan tanaman satu ini. Kepayang (Pangium Edule) merupakan salah satu tanaman yang bernilai ekonomi dan konservasi yang tinggi.  

Kepayang umumnya tumbuh di wilayah sumber-sumber mata air, dan memiliki potensi buah yang selama ini dimanfaatkan sebagai bahan minyak goreng. 

Effendi, staf Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) VII Limau Sarolangun mengatakan, akses transportasi yang sulit dan jauh membuat masyarakat dari zaman dulu menggunanakan minyak kepayang sebagai pengganti minyak kelapa dan sawit untuk menggoreng.

”Karena sulit minyak sawit dan kelapa,” katanya saat menjadi pembicara di Seminar Temu Usaha yang menjadi rangkaian acara Festival PeSona Jambi 2018.

 Minyak kepayang merupakan satu-satunya minyak olahan di Indonesia. “Akan tetapi kita belum buat hak patennya, Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), ini akan kita buat segera,” kata Effendi. 

Membangkitkan potensi minyak kepayang ini, disebutkan Effendi, seperti membangkitkan batang tarandam. 

“Pohon kepayang ini sudah hampir hilang, dari segi konservasi juga bermanfaat. Kami juga terus berupaya potensi minyak kepayang ini bangkit kembali,” katanya.

KPHP VII Limau sudah melakukan penelitian bekerja sama dengan Sucofindo. Mereka mendapatkan hasil bahwa kandungan minyak kepayang non kolesterol. 

“Hasil laboratorium DHA-nya cukup tinggi dari kalangan minyak nabati hingga 2,3 persen,” katanya menjelaskan.

Minyak kepayang merupakan minyak hasil olahan masyarakat Desa Sungai Beban, Kecamatan Batang Asai.  Masyarakat, kata Effendi, mengolah hanya untuk kebutuhan keluarga. Namun perlu dikembangkan dengan peluang pasar yang ada akan meningkatkan perekonomian masyarakat.

“Cukup sulit memproduksinya, harus menghilangkan racun atau sianida. Karena ada racunnya,” kata Effendi.

Satu kilo daging buah kepayang dipres menghasilkan 0,3 gram minyak kepayang. Untuk 10 kilogram daging kepayang menghasilkan 3 kilogram minyak kepayang. Membutuhkan waktu satu minggu untuk pembuangan racun. 

KPHP VII Limau Sarolangun ingin mengembangkan produk turunan lain dari kepayang sehingga lebih bernilai jual tinggi.

”Ada produk turunannya sabun, body lotion, aroma terapi yang sudah mulai dibuat. Kemarin ada kerjasama dengan body shop, namun karena mereka inginnya berkelanjutan, kami belum bisa memenuhi,” katanya.

Produksi minyak kepayang tidak konsisten setiap tahunnya. Ini yang menjadi kendala dalam pemasaran dan produksi. Mengatasi hal tersebut, KPHP VII Limau mulai mengajak masyarakat membudidayakan tanaman kepayang. 

“Sudah ada ditanam baru di lokasi perbukitan yang merupakan sumber mata air, dan kita sudah berikan koordinat dan identifkasi tanaman kepayang yang ada di wilayah KPH Limau,” katanya.

Dengan penandaan pohon, Effendi menyebutkan, ini mempermudah pemantauan dan penentuan masa panen pohon kepayang.

Deni, anggota Kadin Provinsi Jambi menyebutkan, akan memberi dukungan pada sektor ekonomi keluarga dan menengah. 

“Kadin akan support, ada bagian pemasarannya yang jago-jago memasarkan produk dari industri kecil milik masyarakat ini. Ada beberapa industi awalnya rumahan yang sudah ekspor seperti nanas dari Tangkit,” kata Deni.

Minyak kepayang dibanderol dengan harga Rp50 ribu per 250 gramnya. Meski harganya berkali lipat dibandingkan minyak kelapa dan sawit, namun tetap laku di pasaran.

”Tren hidup sehat membuat minyak kepayang tetep bisa laku di pasaran,” katanya


 Lihat Hasil Review

354
1   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini