Merauk untung 10 kali lipat

Drasospolino (Direktur BRPH KLHK) : “Usaha kelompok tani hutan mitra Proyek FIP 2 diharapkan sampai mendunia”.

Kopi Mandailing, Kopi Limau, Kopi Banua, Kopi Manti, Kopi Tules, Kopi Datu Tambing dan Kawa Acing; deretan nama-nama kopi yang tentu saja belum setenar kopi-kopi lainnya yang saat ini banyak beredar di pasaran Indonesia, tetapi pesonanya sungguh menantang selera para pecinta kopi. Kopi-kopi ini merupakan deretan merek kopi agroforestry yang ditanam di lahan hutan bersama dengan tanaman pertanian lainnya. Kopi agroforestry memiliki cita rasa bervariasi, unik dan khas sesuai dengan wilayah daerah masing-masing dimana kopi tersebut dibudidayakan.

Program Investasi Hutan Proyek II (Proyek Forest Investment Program 2/FIP 2) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan dukungan World Bank dan Danida telah dilaksanakan di 10 wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang tersebar di 8 provinsi dan telah bermitra dengan 95 Kelompok Tani Hutan (KTH) terseleksi yang memiliki usaha berbasis hutan. Ke-95 KTH ini mendapat bantuan investasi dari proyek FIP 2 untuk meningkatkan produk dan skala bisnisnya menuju kemandirian bisnis KTH.

Lebih khusus KTH yang mengembangkan tanaman kopi mendapatkan dukungan Proyek FIP 2 berupa pelatihan budidaya dan produksi kopi, pendampingan pengembangan organisasi dan manajemen usaha, pengadaan bibit unggul dan berbagai peralatan produksi kopi, serta pengembangan pasar. KTH yang telah mengembangkan usaha kopi sampai menjadi usaha siap dipasarkan adalah (1) KTH Sampean Jaya I (KPH Panyabungan, Sumatera Utara), (2) KTH Payung Putih (KPH Limau, Jambi), (3) KTH Alam Hijau (KPH Tasik Besar Serkap, Riau), (4) KTH Sumber Rejeki (KPH Tanah Laut, Kalimantan Selatan), (5) KTH  Nyungen Jaya (KPH Kendilo, Kalimantan Timur), (6) KTH Bukit Hanoman (KPH Dolago Tanggunung, Sulawesi Tengah); (7) Koperasi Tani Maju Bersama (KPH Rinjani Barat, NTB), (8) KTH Meleko Bangkit (KPH Rinjani Barat, NTB), (9) KTH Tunas Lestari (KPH Rinjani Barat, NTB), (10) Bumdes Sahabat (KPH Batulanteh, NTB), dan (11) KTH Brang Tampu (KPH Batulanteh, NTB).

Danil Haryanto, salah satu anggota KTH Brang Tampu dari Dusun Punik, Desa Batudulang Kecamatan Batulanteh, Sumbawa NTB mengakui bahwa bantuan bibit yang diterima dari Proyek FIP 2 lebih cepat menghasilkan buah, berbeda dengan bibit lokal yang sering mereka kelola selama ini. Bibit kopi jenis Andungsari 2 dari Proyek FIP 2 mulai menghasilkan buah sejak berusia 12 bulan dan kopi ini tumbuh dengan baik di ketinggian 1000 meter dari permukaan laut. “Butuh perjuangan dari kelompok kami sejak mulai menanam, merawat sampai kopi ini bisa berbuah. Kami berharap tetap didampingi tidak saja saat produksi, tetapi sampai bisa menembus pasar yang lebih luas”, pungkas Danil dengan tatapan penuh harap saat ditemui di kebun kopi kelompoknya kepada tim film dokumenter FIP 2 beberapa saat yang lalu.

Dalam kesempatan lain Acing Tapa, tokoh masyarakat yang dihormati di kampung Punik, sekaligus ketua kelompok KTH Brang Tampu menyampaikan, dengan adanya bantuan dan bimbingan yang difasilitasi FIP-2, telah meningkatkan pengetahuan sekaligus pendapatan petani. Yang awalnya memanen kopi setelah sebagian buah kopi memerah dalam satu ranting,  tanpa memilah biji yang merah, kuning atau hijau, kini mulai mulai memilah, sehingga kualitas kopi menjadi lebih baik, dapat memanen berkali-kali dan pendapatan petani lebih meningkat.   

Warga Dusun Punik Punik, Desa Batudulang Kecamatan Batulanteh, Sumbawa NTB memang telah mengembangkan berbagai jenis kopi lokal selama ini, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal pasar di NTB. Dusun Punik yang berada di atas ketinggian 870 meter di atas permukaan laut ini memang sangat ideal untuk budidaya kopi baik jenis robusta maupun arabika. Meskipun akses menuju lokasi perkebunan curam, semangat warga mengembangkan berbagai usaha cukup tinggi. “Dulu sebelum ada pendampingan dari KPH Batulanteh, kami memang bertani dan menanam berbagai tanaman seperti kemiri dan kopi, tetapi kami belum paham bagaimana mengembangkan usaha pertanian sampai bisa menjadi produk jadi dan hasilnya baik. Kami dulunya hanya menjual kemiri dan kopi dalam bentuk biji, tetapi hasilnya tidak banyak. Sejak adanya pendampingan KPH Batulanteh dan dengan dukungan bibit dan peralatan produksi dari proyek FIP 2, kami bersyukur jumlah produksi dan hasil kami jauh lebih meningkat, bisa sampai 10 kali lipat jika sedang bagus-bagusnya harga”, demikian Sulkarnaen sekretaris KTH Brang Tampu memaparkan lebih jauh manfaat yang diterima sejak mereka dibantu didampingi KPH Batulanteh dan mendapatkan bantuan Proyek FIP 2. Termasuk masyarakat desa sekitarnya, bahkan mampu memunculkan kegiatan-kegiatan lainnya yang bernilai ekonomis.

Proyek FIP 2 telah membantu mengembangkan berbagai usaha ekonomi masyarakat dengan pola usaha perhutanan sosial. Proyek FIP 2 yang bertujuan untuk mendukung program pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan pemberdayaan masyarakat melalui strategi peningkatan kapasitas kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan lestari, dan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.  Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun pelaksanaan Proyek FIP 2, telah banyak hasil dan pembelajaran yang dirasakan manfaatnya, tidak hanya oleh pelaksana Proyek FIP 2, 10 KPH, 95 KTH para anggota serta kerabatnya, tetapi juga oleh para pihak lainnya seperti KPH lain dalam provinsi yang sama dengan KPH lokus proyek ini.

Manfaat proyek FIP 2 juga dirasakan oleh institusi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, bahkan di tingkat desa serta para pihak lainnya.  Sampai dengan tahun 2021, dari target 113.000 penerima manfaat langsung dari proyek, sudah tercatat lebih dari 101.000 penerima manfaat dengan kurang lebih 27% nya adalah kaum perempuan. Manfaat yang dirasakan oleh KPH dan SDM-nya antara lain berupa perbaikan data base dan informasi terkait sumber daya hutan dan kondisi sosial ekonomi KPH; perbaikan tata perencanaan dan tata kelola hutan yang berbasiskan pada keterlibatan masyarakat; penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari; identifikasi konflik pemanfaatan hutan; pemantapan batas kawasan hutan berbasis masyarakat, peningkatan pengamanan hutan yang hampir semuanya melibatkan peran-serta masyarakat.

Manfaat Proyek FIP 2 bagi KPH lainnya yaitu meningkatnya kemampuan KPH untuk membuat aset pengetahuan yang dibuat secara professional yang telah diunggah di media berbasis internet. Unggahan aset pengetahuan ini tidak saja berguna untuk KPH dalam upaya berbagi proses-proses pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat kepada publik, tetapi melalui sharing pengetahuan tersebut, KPH lain diluar lokus FIP 2 dan kelompok masyarakat terkait dapat ikut mempelajari dan mengimplementasikan pengetahuan-pengetahuan tersebut di wilayah lainnya di Indonesia. Aset pengetahuan dapat diakses di website https://kmisfip2.menlhk.go.id/.

Berkat Proyek FIP 2 juga telah banyak prestasi peningkatan kapasitas bagi kelembagaan KPH dan terhadap 95 KTH terpilih melalui skema perhutanan sosial. peningkatan kapasitas ini perlu diapresiasi tidak saja oleh Kementerian LHK dan Proyek FIP 2, tetapi juga oleh para pihak dan khalayak publik lainnya.

Tantangan dalam mendampingi masyarakat, tentu saja banyak dan butuh proses panjang. Tidak saja tantangan dari sisi teknis tetapi juga soal sumber daya manusia berupa bagaimana mengubah pola pikir masyarakat agar mendukung dan terlibat dalam program. Sejak Proyek FIP 2 diimpelementasikan tahun 2017, KPH sebagai mitra utama Proyek FIP 2 telah mendampingi dengan instensif masyarakat dalam mengembangkan usahanya. Keberhasilan ini tidak terlepas dari pembinaan  Direktorat BUPSHA sebagai salah satu implementing agency pada FIP 2 yang bertanggung jawab dalam pemberdayaan dan peningkatan usaha masyarakat.

“FIP 2 telah berhasil mengubah paradigma berpikir, sikap dan perilaku masyarakat dari mind set yang dulunya menjadi perambah hutan sekarang memiliki usaha dengan memanfaatkan hutan tanpa merusaknya dengan pendampingan dari KPH. Hal ini sangat penting dan luar biasa karena dengan sendirinya, mereka akan menjaga hutan”. Demikian Erwan Sudaryanto, Kepala BPHP Wilayah XI Samarinda mengatakan kepada konsultan fact finding Project FIP 2 dari PT Raka dalam kunjungan akhir tahun 2021 di Samarinda Kaltim.

Drasospolino, Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan KLHK menuturkan, ada beberapa potensi usaha masyarakat yang layak dipromosikan ke publik dan bernilai ekonomis, antara lain: produk madu dan propolis;  produk kopi (biji dan bubuk) jenis robusta dan arabika; produk gula semut, dan paduan gula semut dan jahe; durian moutong dan durian lokal kemasan; biji kemiri dan minyak kemiri; produk pala berupa dodol, selai dan sirup pala;  minyak atsiri dari nilam, sereh dan pala. Produk tersebut telah dikemas dengan menarik dan masyarakat telah dilatih untuk melakukan pemasaran baik secara langsung maupun secara digital (pasar online). Beberapa KTH bahkan telah memiliki izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) untuk mendukung pengembangan usaha.

Disamping itu juga terdapat pengelolaan jasa lingkungan yang menarik dan dikelola secara profesional oleh KTH dan memiliki potensi pengembangan usaha yang menjanjikan. Beberapa diantaranya pengembangan wisata alam Birah di wilayah KPH Tanah Laut Kalsel, usaha pemandian alam di Hutan Adat Mandala wilayah KPH Rinjani Barat NTB, serta kebun agroforestry buah-buahan di wilayah KPH Kendilo dan lain sebagainya.   

Dengan keberhasilan nyata yang sudah diperoleh, harapan ke depan di akhir proyek FIP 2 tahun 2022 nanti, program FIP 2 dapat terus meningkatkan hasil-hasil positif, memberikan pembelajaran yang bermanfaat bagi banyak pihak serta berkelanjutan terutama dalam upaya-upaya pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Usaha kelompok tani hutan mitra Proyek FIP 2 diharapkan sampai mendunia”, demikian Drasopolino menyampaikan harapannya ditemui menjelang acara Festival Pesona Kopi Agroforestry di Manggala Wanabakti Jakarta. (fip2, 23/01/2022)

ooo

cloud
cloud

Kisah sukses Petani Kopi dan Mitra Proyek FIP 2


blog

Merauk untung 10 kali lipat

Drasospolino (Direktur BRPH KLHK) : “Usaha kelompok tani hutan mitra Proyek FIP 2 diharapkan sampai mendunia”.

Kopi Mandailing, Kopi Limau, Kopi Banua, Kopi Manti, Kopi Tules, Kopi Datu Tambing dan Kawa Acing; deretan nama-nama kopi yang tentu saja belum setenar kopi-kopi lainnya yang saat ini banyak beredar di pasaran Indonesia, tetapi pesonanya sungguh menantang selera para pecinta kopi. Kopi-kopi ini merupakan deretan merek kopi agroforestry yang ditanam di lahan hutan bersama dengan tanaman pertanian lainnya. Kopi agroforestry memiliki cita rasa bervariasi, unik dan khas sesuai dengan wilayah daerah masing-masing dimana kopi tersebut dibudidayakan.

Program Investasi Hutan Proyek II (Proyek Forest Investment Program 2/FIP 2) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan dukungan World Bank dan Danida telah dilaksanakan di 10 wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang tersebar di 8 provinsi dan telah bermitra dengan 95 Kelompok Tani Hutan (KTH) terseleksi yang memiliki usaha berbasis hutan. Ke-95 KTH ini mendapat bantuan investasi dari proyek FIP 2 untuk meningkatkan produk dan skala bisnisnya menuju kemandirian bisnis KTH.

Lebih khusus KTH yang mengembangkan tanaman kopi mendapatkan dukungan Proyek FIP 2 berupa pelatihan budidaya dan produksi kopi, pendampingan pengembangan organisasi dan manajemen usaha, pengadaan bibit unggul dan berbagai peralatan produksi kopi, serta pengembangan pasar. KTH yang telah mengembangkan usaha kopi sampai menjadi usaha siap dipasarkan adalah (1) KTH Sampean Jaya I (KPH Panyabungan, Sumatera Utara), (2) KTH Payung Putih (KPH Limau, Jambi), (3) KTH Alam Hijau (KPH Tasik Besar Serkap, Riau), (4) KTH Sumber Rejeki (KPH Tanah Laut, Kalimantan Selatan), (5) KTH  Nyungen Jaya (KPH Kendilo, Kalimantan Timur), (6) KTH Bukit Hanoman (KPH Dolago Tanggunung, Sulawesi Tengah); (7) Koperasi Tani Maju Bersama (KPH Rinjani Barat, NTB), (8) KTH Meleko Bangkit (KPH Rinjani Barat, NTB), (9) KTH Tunas Lestari (KPH Rinjani Barat, NTB), (10) Bumdes Sahabat (KPH Batulanteh, NTB), dan (11) KTH Brang Tampu (KPH Batulanteh, NTB).

Danil Haryanto, salah satu anggota KTH Brang Tampu dari Dusun Punik, Desa Batudulang Kecamatan Batulanteh, Sumbawa NTB mengakui bahwa bantuan bibit yang diterima dari Proyek FIP 2 lebih cepat menghasilkan buah, berbeda dengan bibit lokal yang sering mereka kelola selama ini. Bibit kopi jenis Andungsari 2 dari Proyek FIP 2 mulai menghasilkan buah sejak berusia 12 bulan dan kopi ini tumbuh dengan baik di ketinggian 1000 meter dari permukaan laut. “Butuh perjuangan dari kelompok kami sejak mulai menanam, merawat sampai kopi ini bisa berbuah. Kami berharap tetap didampingi tidak saja saat produksi, tetapi sampai bisa menembus pasar yang lebih luas”, pungkas Danil dengan tatapan penuh harap saat ditemui di kebun kopi kelompoknya kepada tim film dokumenter FIP 2 beberapa saat yang lalu.

Dalam kesempatan lain Acing Tapa, tokoh masyarakat yang dihormati di kampung Punik, sekaligus ketua kelompok KTH Brang Tampu menyampaikan, dengan adanya bantuan dan bimbingan yang difasilitasi FIP-2, telah meningkatkan pengetahuan sekaligus pendapatan petani. Yang awalnya memanen kopi setelah sebagian buah kopi memerah dalam satu ranting,  tanpa memilah biji yang merah, kuning atau hijau, kini mulai mulai memilah, sehingga kualitas kopi menjadi lebih baik, dapat memanen berkali-kali dan pendapatan petani lebih meningkat.   

Warga Dusun Punik Punik, Desa Batudulang Kecamatan Batulanteh, Sumbawa NTB memang telah mengembangkan berbagai jenis kopi lokal selama ini, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal pasar di NTB. Dusun Punik yang berada di atas ketinggian 870 meter di atas permukaan laut ini memang sangat ideal untuk budidaya kopi baik jenis robusta maupun arabika. Meskipun akses menuju lokasi perkebunan curam, semangat warga mengembangkan berbagai usaha cukup tinggi. “Dulu sebelum ada pendampingan dari KPH Batulanteh, kami memang bertani dan menanam berbagai tanaman seperti kemiri dan kopi, tetapi kami belum paham bagaimana mengembangkan usaha pertanian sampai bisa menjadi produk jadi dan hasilnya baik. Kami dulunya hanya menjual kemiri dan kopi dalam bentuk biji, tetapi hasilnya tidak banyak. Sejak adanya pendampingan KPH Batulanteh dan dengan dukungan bibit dan peralatan produksi dari proyek FIP 2, kami bersyukur jumlah produksi dan hasil kami jauh lebih meningkat, bisa sampai 10 kali lipat jika sedang bagus-bagusnya harga”, demikian Sulkarnaen sekretaris KTH Brang Tampu memaparkan lebih jauh manfaat yang diterima sejak mereka dibantu didampingi KPH Batulanteh dan mendapatkan bantuan Proyek FIP 2. Termasuk masyarakat desa sekitarnya, bahkan mampu memunculkan kegiatan-kegiatan lainnya yang bernilai ekonomis.

Proyek FIP 2 telah membantu mengembangkan berbagai usaha ekonomi masyarakat dengan pola usaha perhutanan sosial. Proyek FIP 2 yang bertujuan untuk mendukung program pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan pemberdayaan masyarakat melalui strategi peningkatan kapasitas kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan lestari, dan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.  Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun pelaksanaan Proyek FIP 2, telah banyak hasil dan pembelajaran yang dirasakan manfaatnya, tidak hanya oleh pelaksana Proyek FIP 2, 10 KPH, 95 KTH para anggota serta kerabatnya, tetapi juga oleh para pihak lainnya seperti KPH lain dalam provinsi yang sama dengan KPH lokus proyek ini.

Manfaat proyek FIP 2 juga dirasakan oleh institusi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, bahkan di tingkat desa serta para pihak lainnya.  Sampai dengan tahun 2021, dari target 113.000 penerima manfaat langsung dari proyek, sudah tercatat lebih dari 101.000 penerima manfaat dengan kurang lebih 27% nya adalah kaum perempuan. Manfaat yang dirasakan oleh KPH dan SDM-nya antara lain berupa perbaikan data base dan informasi terkait sumber daya hutan dan kondisi sosial ekonomi KPH; perbaikan tata perencanaan dan tata kelola hutan yang berbasiskan pada keterlibatan masyarakat; penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari; identifikasi konflik pemanfaatan hutan; pemantapan batas kawasan hutan berbasis masyarakat, peningkatan pengamanan hutan yang hampir semuanya melibatkan peran-serta masyarakat.

Manfaat Proyek FIP 2 bagi KPH lainnya yaitu meningkatnya kemampuan KPH untuk membuat aset pengetahuan yang dibuat secara professional yang telah diunggah di media berbasis internet. Unggahan aset pengetahuan ini tidak saja berguna untuk KPH dalam upaya berbagi proses-proses pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat kepada publik, tetapi melalui sharing pengetahuan tersebut, KPH lain diluar lokus FIP 2 dan kelompok masyarakat terkait dapat ikut mempelajari dan mengimplementasikan pengetahuan-pengetahuan tersebut di wilayah lainnya di Indonesia. Aset pengetahuan dapat diakses di website https://kmisfip2.menlhk.go.id/.

Berkat Proyek FIP 2 juga telah banyak prestasi peningkatan kapasitas bagi kelembagaan KPH dan terhadap 95 KTH terpilih melalui skema perhutanan sosial. peningkatan kapasitas ini perlu diapresiasi tidak saja oleh Kementerian LHK dan Proyek FIP 2, tetapi juga oleh para pihak dan khalayak publik lainnya.

Tantangan dalam mendampingi masyarakat, tentu saja banyak dan butuh proses panjang. Tidak saja tantangan dari sisi teknis tetapi juga soal sumber daya manusia berupa bagaimana mengubah pola pikir masyarakat agar mendukung dan terlibat dalam program. Sejak Proyek FIP 2 diimpelementasikan tahun 2017, KPH sebagai mitra utama Proyek FIP 2 telah mendampingi dengan instensif masyarakat dalam mengembangkan usahanya. Keberhasilan ini tidak terlepas dari pembinaan  Direktorat BUPSHA sebagai salah satu implementing agency pada FIP 2 yang bertanggung jawab dalam pemberdayaan dan peningkatan usaha masyarakat.

“FIP 2 telah berhasil mengubah paradigma berpikir, sikap dan perilaku masyarakat dari mind set yang dulunya menjadi perambah hutan sekarang memiliki usaha dengan memanfaatkan hutan tanpa merusaknya dengan pendampingan dari KPH. Hal ini sangat penting dan luar biasa karena dengan sendirinya, mereka akan menjaga hutan”. Demikian Erwan Sudaryanto, Kepala BPHP Wilayah XI Samarinda mengatakan kepada konsultan fact finding Project FIP 2 dari PT Raka dalam kunjungan akhir tahun 2021 di Samarinda Kaltim.

Drasospolino, Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan KLHK menuturkan, ada beberapa potensi usaha masyarakat yang layak dipromosikan ke publik dan bernilai ekonomis, antara lain: produk madu dan propolis;  produk kopi (biji dan bubuk) jenis robusta dan arabika; produk gula semut, dan paduan gula semut dan jahe; durian moutong dan durian lokal kemasan; biji kemiri dan minyak kemiri; produk pala berupa dodol, selai dan sirup pala;  minyak atsiri dari nilam, sereh dan pala. Produk tersebut telah dikemas dengan menarik dan masyarakat telah dilatih untuk melakukan pemasaran baik secara langsung maupun secara digital (pasar online). Beberapa KTH bahkan telah memiliki izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) untuk mendukung pengembangan usaha.

Disamping itu juga terdapat pengelolaan jasa lingkungan yang menarik dan dikelola secara profesional oleh KTH dan memiliki potensi pengembangan usaha yang menjanjikan. Beberapa diantaranya pengembangan wisata alam Birah di wilayah KPH Tanah Laut Kalsel, usaha pemandian alam di Hutan Adat Mandala wilayah KPH Rinjani Barat NTB, serta kebun agroforestry buah-buahan di wilayah KPH Kendilo dan lain sebagainya.   

Dengan keberhasilan nyata yang sudah diperoleh, harapan ke depan di akhir proyek FIP 2 tahun 2022 nanti, program FIP 2 dapat terus meningkatkan hasil-hasil positif, memberikan pembelajaran yang bermanfaat bagi banyak pihak serta berkelanjutan terutama dalam upaya-upaya pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Usaha kelompok tani hutan mitra Proyek FIP 2 diharapkan sampai mendunia”, demikian Drasopolino menyampaikan harapannya ditemui menjelang acara Festival Pesona Kopi Agroforestry di Manggala Wanabakti Jakarta. (fip2, 23/01/2022)

ooo

4   0
Bagikan :

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini