TARAKAN - Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan, Ridwanto Suma menegaskan bahwa pihaknya mempedomani peraturan perundangan yang berlaku untuk menindak pelaku pembakaran lahan, khususnya gambut apabila dipastikan bahwa lahan tersebut sengaja dibakar.
Adapun pasal yang dapat dijeratkan kepada pelaku adalah Pasal 78 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b Jo Pasal 78 ayat (5) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti UU No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan atau Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun isi dari Pasal 78 ayat (4), yakni apabila terbukti lalai maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
"Tak hanya pelaku secara perseorangan, tapi juga korporat yang terbukti sengaja atau lalai membiarkan lahan yang dikelolanya dibakar atau terbakar dapat dijerat pidana. Karena korporat memiliki kewajiban menjaga lahan yang dikuasainya, apalagi dekat dengan kawasan lindung, dari pembakaran lahan," kata Suma.
Diungkapkannya, apabila terjadi kebakaran lahan, utamanya gambut, pihak korporat sedianya berkewajiban melakukan tindakan pengendalian secara mandiri. Sementara untuk pengendalian dari pihak pemerintah, seperti tim Brigade Pengendalian (Brigdal) KPH Tarakan akan memberikan dukungan. "Jadi, wajib bagi pihak korporat berupaya melakukan pengendalian. Tidak berharap pada tim pengendalian dari pemerintah, seperti KPH Tarakan atau lainnya. Sebab, sifatnya hanya dukungan," urainya.
Pun demikian, Suma memastikan bahwa KPH Tarakan akan melakukan identifikasi dan inventarisasi dampak dan luasan kawasan lahan yang terbakar. Ini akan menjadi data dukung bagi pengambilan kebijakan kedepannya dalam hal pencegahan dan penanggulangan kejadian kebakaran hutan dan lahan di wilayah kerja KPH Tarakan.(*/tim)