Arief Setiawan (37), penyuluh kehutanan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo, di Desa Rantau Atas, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (23/3/2022).
Di tengah ancaman eksploitasi hutan Kalimantan, Arief Setiawan (37) memberdayakan masyarakat mengelola hutan secara berkelanjutan dengan beragam cara. Memanfaatkan hutan tanpa membakar lahan dan menebang pohon.
Oleh TATANG MULYANA SINAGA
20 April 2022 05:11 WIB
Eksploitasi pertambangan dan perkebunan terus mengancam masa depan hutan Kalimantan. Di tengah ancaman itu, Arief Setiawan (37) memberdayakan masyarakat mengelola hutan secara berkelanjutan dengan beragam pemanfaatan. Menjadikan hutan bukan sekadar lahan yang menawarkan keuntungan dengan menebang pohonnya, melainkan sumber penghidupan yang harus dijaga untuk diwariskan ke anak cucu mereka.
Setelah sekitar dua jam melewati area penambangan batubara dan hamparan kebun sawit, mobil gardan ganda yang dikemudikan Arief Setiawan tiba di Desa Rantau Atas, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (23/3/2022). Senyum hangat warga menyambut kedatangan tim penyuluh dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo itu.
Arief bersama tim berjalan kaki menuju kebun karet di belakang rumah warga. Lebih dari 200 stup atau kotak sarang lebah trigona ditempatkan di sana. Sejak tiga tahun lalu, madu yang dihasilkan koloni-koloni lebah itu menjadi sumber pendapatan tambahan bagi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Nyungen Jaya di desa tersebut.
Bapak tiga anak itu membuka penutup salah satu stup. Ia berdiri di sisi berlawanan dari pintu masuk lebah. Tujuannya agar tidak menghalangi akses keluar masuk lebah sekaligus menghindari sengatan.
Selain dipenuhi madu, di stup itu juga terdapat sejumlah telur yang akan menjadi calon pejantan. ”Ini persiapan mau pecah koloni secara alami. Jadi, perlu stup lagi untuk tempat koloni baru,” ujarnya disambut anggukan anggota KTH Nyungen Jaya.
Ratusan stup atau kotak sarang lebah ditempatkan di kebun karet di Desa Rantau Atas, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (23/3/2022).
Setiap kali berkunjung ke Desa Rantau Atas, Arief selalu menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan warga setempat. Selain mempererat hubungan, dari obrolan itu pula ia mengetahui permasalahan dan kebutuhan warga.
Pertama kali berinteraksi dengan warga empat tahun lalu, ia tidak langsung menawarkan program budidaya lebah madu. Namun, ia mengedukasi pentingnya melestarikan hutan agar kebermanfaatannya berkelanjutan.
Pemanfaatannya beragam, mulai dari budidaya lebah madu, menanam buah, pembuatan kompos, produksi arang kayu, hingga membuat minyak atsiri. Hal ini merupakan bagian dari Program Investasi Kehutanan (FIP) jilid 2 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Di Desa Rantau Atas, sebagian besar warganya merupakan petani kebun. Beberapa di antaranya bahkan pernah menjadi perambah hutan.
Anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Aper Sejahtera, Antonius Ropinus (59), merebus daun sereh wangi (Citronella grass) di kawasan hutan produksi, Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Selasa (22/3/2022). Dari pengolahan sereh wangi tersebut, KTH yang bermitra dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kendilo itu mampu menghasilkan 2,8 liter minyak atsiri per hari.
Lewat budidaya madu, anggota KTH Nyungen Jaya mendapatkan penghasilan tambahan. Kelompok ini bisa memproduksi 55 liter madu per bulan dengan omzet sekitar Rp 11 juta ketika sedang musim bunga.
Keuntungan tersebut diharapkan membuat warga semakin bijak dalam mengelola hutan. Hutan menawarkan banyak potensi. Bukan sebatas mengambil kayunya yang akan habis jika pohonnya terus-menerus ditebang.
”Saat menjumpai warga, kami selalu memulainya dengan niat baik. Mengajak masyarakat memanfaatkan hutan sambil menjaganya. Selalu ditekankan upaya ini untuk masa depan keluarga mereka,” jelasnya.
Akan tetapi, niat baik tidak selalu berjalan mulus. Di beberapa tempat lainnya, Arief pernah diacungi parang oleh warga. Namun, hal itu tidak menghentikan langkahnya untuk mengajak warga melestarikan hutan.
Dalam membuka lahan untuk berkebun, misalnya, warga diingatkan untuk tidak membakar meskipun pembukaan lahan oleh warga tidak sebanding dengan eksploitasi hutan yang dilakukan perusahaan perkebunan atau industri pertambangan.
Keuntungan tersebut diharapkan membuat warga semakin bijak dalam mengelola hutan. Hutan menawarkan banyak potensi. Bukan sebatas mengambil kayunya yang akan habis jika pohonnya terus-menerus ditebang.
”Alasannya biasanya hanya membakar 1 hektar. Coba bayangkan saat bersamaan ada 1.000 orang yang melakukan itu, berarti ada 1.000 hektar yang dibakar,” katanya.
Deforestasi menjadi ancaman serius bagi masa depan hutan Kalimantan. Di Kaltim, kawasan hutan seluas 6,41 juta hektar pada 2000 menyusut menjadi 6,05 juta hektar pada 2019 (Kompas, 25/3/2022).
Walaupun tidak mudah, Arief optimistis semakin banyak warga terlibat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Syaratnya, konsep itu harus membawa kesejahteraan bagi kehidupan mereka saat ini dan di masa mendatang.
”Sekarang diubah cara pandangnya. Mungkin dimulai dari satu orang mengelola lahan 1 hektar tanpa menebang pohon. Jika niat baik ini dilakukan 1.000 orang, akan ada 1.000 hektar hutan yang bisa diselamatkan,” ucapnya.
Konsep pengelolaan hutan ini juga diterapkan KTH lainnya di sejumlah desa. KTH Alas Taka di Desa Suweto, Kecamatan Muara Samu, misalnya, memproduksi arang berbahan ranting kayu alaban (Vitex pinnata L) yang tumbuh di kawasan hutan produksi.
Anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Alas Taka memasukkan potongan kayu alaban (Vitex pinnata L) ke tungku pembakaran di kawasan hutan produksi, Desa Suweto, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Selasa (22/3/2022). Pembakaran kayu di 28 tungku bantuan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kendilo itu dapat menghasilkan sekitar 500 kilogram arang.
Potongan kayu sepanjang 10-20 sentimeter dengan diameter 5 sentimeter dimasukkan ke tungku dan dibakar selama tiga jam. Dengan memakai 28 tungku pembakaran, KTH ini dapat memproduksi 450 kilogram arang per hari. Arang itu dijual ke sejumlah kampung dengan harga Rp 50.000 per karung berisi 25 kilogram.
Untuk menambah ketersediaan kayu alaban, KTH yang mempunyai 70 anggota itu mulai menyemai benih pohon itu. Benih tersebut akan ditanam di kawasan hutan yang banyak ditumbuhi alang-alang.
Menepis tuduhan
Selama 12 tahun menjadi penyuluh kehutanan mendatangkan banyak tantangan dan keterbatasan. Namun, hal itu sekaligus memberikan banyak pelajaran bagi Arief.
KPHP Kendilo yang mengelola dan mengawasi hutan seluas 137.495 hektar hanya mempunyai 46 pegawai. Jika dirata-rata, setiap petugas mengawasi hampir 3.000 hektar hutan.
Medan yang dilalui juga tidak gampang. Saat musim hujan, jalan berlumpur sehingga sulit dilalui. Beberapa kali Arief dan penyuluh lainnya harus meninggalkan mobil di jalan karena terjebak kubangan lumpur.
Kondisi jalan menuju kebun serai wangi (Citronella grass) di kawasan hutan produksi, Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Selasa (22/3/2022).
Di musim kemarau, kebakaran hutan rentan terjadi. Terkadang, waktu pemadamannya tidak cukup dalam hitungan jam, tetapi berhari-hari.
Kesulitan-kesulitan itu tak membuat Arief menyesali pilihannya menjadi penyuluh kehutanan. Sejak kecil ia sudah akrab dengan kehidupan di sekitar hutan. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, ia selalu melewati hutan di Paser saat pergi dan pulang sekolah.
”Keluarga kami menggunakan kayu dari pohon yang roboh untuk bahan bakar memasak. Menanam jagung dan pohon buah untuk dimakan. Kalaupun ada warga menebang pohon, seperlunya saja sebatas untuk membangun atau memperbaiki rumah,” ujarnya.
Menurut Arief, masyarakat sekitar hutan telah menerapkan pengelolaan hutan berkelanjutan sejak dahulu. Namun, praktik itu tergerus oleh masifnya eksploitasi hutan untuk perkebunan dan pertambangan.
”Sebetulnya masyarakat di sekitar hutan itu tidak merusak hutan. Sebab, kehidupan mereka sangat bergantung pada kelestarian alam. Namun, saat terjadi kebakaran hutan, mereka dituduh sebagai pelakunya,” ujarnya.
Arief mengajak warga menepis tuduhan itu. Caranya, dengan mengelola hutan tanpa menebang pohon dan membakar lahan. Cara yang belum 100 persen berhasil, tetapi ia tak lelah terus berupaya agar harapan itu tetap terpelihara.
Arief Setiawan (37), penyuluh kehutanan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo, di Desa Rantau Atas, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (23/3/2022).
Arief Setiawan
Lahir: Jember, Jawa Timur, 21 Mei 1984
Pendidikan: Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kaltim, lulus tahun 2007
Pekerjaan: Penyuluh kehutanan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kendilo, Kabupaten Paser, Kaltim
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber : www.kompas.id