SURVEY KARBON

PROJECT II FOREST INVESTMENT PROGRAM

KPH TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aktivitas manusia telah menimbulkan dampak perubahan iklim bumi. Perubahan iklim bumi secara global di akibatkan oleh efek emisi gas-gas buangan seperti Karbon dioksida (CO2), Methana (CH4), dan gas lainnya (N2O, CF4, C2F6). Gas buangan ini adalah yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara seperti keadaan suhu udara dalam rumah kaca di atmosfer yang kemudian dikenal sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). GRK telah menyebabkan bumi kian menjadi panas karena tersekap oleh kondisi yang dimunculkan oleh emisi gas yang diproduksi oleh kegiatan industri, transportasi dan aktivitas manusia yang lainnya yang mempergunakan sumber energi fosil seperti: batubara, minyak bumi, dan gas serta berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap CO2 akibat deforestasi dan degradasi.Gas ini mempunyai kemampuan menyerap radiasi panas matahari di atmosfer dan menahan pancaran radiasi panas dari bumi karena terjebak oleh gas buangan ini.

Hingga kini KPH Tanah Laut telah memasuki tahap II kegiatan Forest Investment Project (FIP). Salah satu indikator keberhasilan proyek FIP II adalah terukurnya carbon stock di areal desa sebanyak 10 desa target. Terdapat beberapa masalah yang dirasakan KPH Tanah Laut hingga saat ini, yaitu:

Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan studi baseline carbon stock pada FIP II ini adalah untuk memperoleh deskripsi carbon stock sebagai baseline di wilayah desa target, sebagai landasan untuk memperkirakan dampak sebagai akibat adanya kegiatan FIP II dalam suatu periode tertentu dalam rangka terwujudnya pengelolaan sumberdaya hutan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan secara berkelanjutan.

Lingkup Studi

Studi baselie carbon analysis ini dibatasi pada pengukuran carbon stock hanya di areal target KPH Tanah laut (10 desa). Carbon stock diukur dan dihitung melaui sistem berbasis lahan, dengan mengukur dampak gas rumah kaca (GRK) per unit lahan yang dinyatakan dalam tCO2/ha/tahun sesuai dengan input yang diinginkan oleh Ex-ACT Tools. Masing-masing variabel yang diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan 3 (tiga) situasi yaitu: (1) situasi baseline; (2) skenario dengan proyek dan (3) scenario tanpa proyek.

Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari studi ini adalah dapat menhasilkan informasi awal sebagai  baseline kondisi karbon stock wilayah desa target yang menjadi sasaran kegiatan Forest investment project (FIP) II.

 

GAMBARAN UMUM KPH DAN DESA TARGET

Letak dan Luas KPH

Secara administrasi KPH Tanah Laut berada di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tanah Laut dengan ibukotanya Pelaihari merupakan Kabupaten yang terletak paling Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dan berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Secara astronomis Kabupaten Tanah Laut terletak antara 03o30’– 04o11’ LS dan 114o30’ – 115o23’ BT dengan batas-batas di sebelah Utara dengan Kabupaten Banjar, sebelah Barat dan sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten Tanah Laut saat ini meliputi 11 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Bumi Makmur, Kurau, Bati-Bati, Panyipatan, Takisung, Tambang Ulang, Pelaihari, Bajuin, Batu Ampar, Jorong dan Kintap. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Jorong dan yang paling kecil adalah Tambang Ulang. KPH Tanah laut terdiri atas 8 Kecamatan (selain Bumi Makmur, Kurau, dan Bati-Bati) dan 51 desa.

Kondisi Biofisik dan Sosekbud

Berdasarkan data iklim 10 tahun terakhir (BMG Banjarbaru), KPH Tanah Laut termasuk daerah beriklim tropis basah, karena tidak terdapat perbedaan musim kemarau dan musim hujan yang tegas. Hujan turun merata sepanjang tahun dengan bulan-bulan relatif basah antara bulan Desember – Pebruari dan bulan-bulan relatif kering antara bulan Juni – Agustus. Curah hujan bagian timur/pantai sebesar 2.324 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 150 hari/tahun dan di bagian barat sampai dengan perbatasan kabupaten curah hujan berkisar antara 2.500 – 3.000 mm/tahun dan di wilayah timur berkisar antara 2.000 – 2.500 mm/tahun.

Topografi daerah ini bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung-gunung dengan tinggi tempat antara 0 – 1.400 m dpl dan lereng antara 0 % (datar) hingga > 40 % (sangat curam). Bukit dan gunung-gunung tersebut merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Meratus. Areal KPH yang merupakan hutan lindung (HL) keberadaannya tidak kompak dan tersebar secara spot-spot dengan nama kawasan HL sesuai dengan nama bukitnya pada database peta rupa bumi Indonesia (RBI). Hutan lindung tersebut antara lain G. Dadaringan (kecamatan Takisung), G. Cangkring/ G. Talok Dalam dan G. Bira (kecamatan Penyipatan), G. Keramaian, G. Batu, G. Lingkaras (kecamatan Pleihari)

Berdasarkan peta tanah eksplorasi Kalimantan Selatan, KPH Tanah Laut terdiri atas tanah Podsolik merah kuning (kawasan daerah kering dan pegunungan), tanah Regusol (kawasan hutan pantai dan pesisir), tanah Organosol (daerah rawa) dan tanah alluvial (daerah kanan kiri sungai).

Berdasarkan data kabupaten Tanah Laut dalam Angka (2016), Jumlah desa definitif yang tersebar pada sebelas kecamatan di Kabupaten Tanah Laut adalah sebanyak 135 desa. Jumlah penduduk berdasarkan jumlah rumah tangga (KK) saat ini adalah sebesar 80.582 KK, dengan jumlah KK terbesar berada di kecamatan Pelaihari yaitu 17.180 KK dan terkecil berada di kecamatan Kurau yaitu sebesar 3.155 KK.

Rencana Pengelolaan dan Organisasi

Ada beberapa isu pokok di wilayah KPH Tanah Laut yang dapat diidentifikasi antara lain: Masih belum selesainya tata batas kawasan hutan, baik pada kawasan HL, HP dan HPT, maupun tatabatas kawasan untuk pemegang ijin IUPHHK (HTI dan HTR); Belum optimalnya pengelolaan kawasan hutan yang dilaksanakan oleh IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR, sehingga belum memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat; Belum tergalinya potensi-potensi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pelibatan masyarakat dan mitra swasta untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan hutan; dan Adanya aktivitas illegal dalam kawasan hutan seperti perambahan kawasan dan klaim-klaim lahan dalam kawasan hutan, illegal minning, illegal logging serta aktivitas illegal lainnya.

Pemanfaatan hutan dan Lahan di Wilayah KPH

Pemanfaatan hutan dan lahan di wilayah KPH Tanah Laut meliputi dua fungsi kawasan, yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan hutan Hutan produksi.

Gambaran Desa Target dan Interaksinya dengan Wilayah KPH

Wilayah desa target adalah wilayah desa yang diperkirakan akan terdampak oleh adanya program kegiatan investasi hutan (Forest Investment Program/FIP). Wilayah desa target ditentukan berdasarkan overlay beberapa layer antara lain: batas wilayah desa, batas wilayah KPH dan penutupan lahan.

Program dan Kegiatan yang Terkait dengan Masyarakat Desa

Berdasarkan Tujuan Project FIP II dalam kerangka mningkatkan pengelolaan SDA berbasis Masyarakat yang Berkelanjutan dan Pengembangan Kelembagaan: mendorong transformasi program tata kelola kehutanan melalui KPH dan membangun kelembagaan dan kapasitas daerah guna meningkatkan kemitraan dan memperbaiki desentralisasi manajemen kehutanan.

 

METODOLOGI STUDI

Penentuan Desa Target dan Batas Areal Target

Lokasi kegiatan adalah areal target Project FIP II di KPH Tanah Laut yang terdiri atas 10 desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November – Desember 2018. Ada 10 desa target di KPH Tanah Laut, yaitu meliputi: desa Sungai Pinang (Kecamatan Tambang Ulang), desa Ambungan dan Telaga (Kecamatan Pelaihari), desa Ranggang dan Benua Lawas (Kecamatan Takisung), desa Kandangan Lama (Kecamatan Penyipatan), desa Galam (Kecamatan Bajuin), desa Damit hulu dan Pantai Linuh (Kecamatan Batuampar) dan desa Riam Adungan (Kecamatan kintap).

Penentuan Periode Waktu Historis untuk Baseline

Untuk memprediksi kondisi emisi dan carbon stock tanpa (without) intervensi proyek, maka digunakan data land cover periode waktu 5 tahun (2013-2017) yang bersumber dari peta tutupan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu yaitu Ex-ACT tool adalah:

  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Fishery & aquaculture
  5. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  6. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  7. Infrastruktur: irigasi, jalan, dan Emission Factor Database (EFDB)

Metode Pengumpulan Data

Untuk data digital tutupan lahan, letak koordinat kantor desa dan batas desa diperoleh dari lapangan atau dari sumber yang relevan (Ditjen PKTL KLHK, BIG, KPH Tanah Laut). Untuk memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan, diperlukan ground check dan sinkronisasi dengan citra satelit resolusi tinggi terhadap data tutupan lahan.

Analisis Data

Data yang diperoleh, baik primer dan sekunder, akan dianalisis dengan menggunakan accounting tool yang terdapat pada Ex-ACT Tools dengan input yang digunakan adalah informasi spesifik tentang perubahan tutupan lahan, praktek pengelolaan lahan pertanian, aktivitas masyarakat di desa target, dan iklim/agroekologi.

Jadwal Kegiatan Studi

Pekerjaan ini menurut rencana akan selesai dalam tempo 2 bulan (8 minggu)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penutupan lahan yang tersedia adalah berupa peta hasil interpretasi citra satelit tahun 2013 dengan format shape file (.shp) bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Data yang disediakan meliputi seluruh wilayah KPH Tanah Laut. KPH ini mencakup kawasan hutan produksi (HP), hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan lindung (HL) dengan total luas keseluruhan 92.641 ha, terdiri atas: HL = 15.862 ha, HP = 71.490 ha dan HPT = 5.289 ha. Hutan produksi konversi (HPK) tidak termasuk dalam wilayah KPH Tanah Laut.

Data aktivitas yang digunakan untuk input berbagai aktivitas (modul) yang relevan pada Alat Ex-ACT Tools bersumber dari matriks LUC yang telah disempurnakan (atas dasar hasil pemeriksaan lapangan dan/atau digunakannya citra dengan resolusi yang lebih tinggi), Lakukan penyesuaian matriks LUC KLHK menjadi kategori LU menurut Alat Ex-Act Tools, (Ex-ACT Tools fokus pada 4 kategori LU : Forest Land, Cropland, Grassland dan Other land), Berikan penjelasan untuk memastikan bahwa penyesuaian LUC KLHK menjadi LUC untuk Alat Ex-ACT Tools cukup konsisten.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah sejak tahun 2013 hingga tahun 2017 telah terjadi perubahan penutupan lahan baik berupa deforestasi maupun aforestasi. Deforestasi terjadi pada hutan tanaman industri (Ht) menjadi perkebunan (Pk) dan perkebunan karet (Pkr), sedangkan aforestasi terjadi pada pertanian lahan kering (Pt) menjadi Pertanian lahan kering campuran (Pc). Perubahan tersebut akibat perkembangan jumlah penduduk di wilayah KPH Tanah Laut dan dampak kegiatan FIP II terhadap perubahan tutupan lahan belum tampak.

Hasil pemetaan penutupan lahan terkini (2017) adalah sangat penting sebagai baseline kondisi awal, untuk memperkirakan dampak perubahan penutupan lahan akibat adanya proyek kegiatan FIP II pada periode tahun – tahun yang akan datang. Untuk meminimalisasi deforestasi harus ada peningkatan pembinaan sosial dan pembinaan kelembagaan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam rangka menjaga kelestarian hutan seperti penanganan pasca panen lebah madu, pertanian menetap, pengembangan hasil hutan non kayu dsb. Kegiatan yang bisa mendorong aforestasi misalnya kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

cloud
cloud

Laporan Study Baseline Analisa Karbon KPH Tanah Laut Kalimantan Selatan


blog

SURVEY KARBON

PROJECT II FOREST INVESTMENT PROGRAM

KPH TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aktivitas manusia telah menimbulkan dampak perubahan iklim bumi. Perubahan iklim bumi secara global di akibatkan oleh efek emisi gas-gas buangan seperti Karbon dioksida (CO2), Methana (CH4), dan gas lainnya (N2O, CF4, C2F6). Gas buangan ini adalah yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara seperti keadaan suhu udara dalam rumah kaca di atmosfer yang kemudian dikenal sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). GRK telah menyebabkan bumi kian menjadi panas karena tersekap oleh kondisi yang dimunculkan oleh emisi gas yang diproduksi oleh kegiatan industri, transportasi dan aktivitas manusia yang lainnya yang mempergunakan sumber energi fosil seperti: batubara, minyak bumi, dan gas serta berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap CO2 akibat deforestasi dan degradasi.Gas ini mempunyai kemampuan menyerap radiasi panas matahari di atmosfer dan menahan pancaran radiasi panas dari bumi karena terjebak oleh gas buangan ini.

Hingga kini KPH Tanah Laut telah memasuki tahap II kegiatan Forest Investment Project (FIP). Salah satu indikator keberhasilan proyek FIP II adalah terukurnya carbon stock di areal desa sebanyak 10 desa target. Terdapat beberapa masalah yang dirasakan KPH Tanah Laut hingga saat ini, yaitu:

  • Masih belum selesainya tata batas kawasan hutan, baik pada kawasan HL, HP dan HPT, maupun tatabatas kawasan untuk pemegang ijin IUPHHK (HTI dan HTR).
  • Masih belum optimalnya pengelolaan kawasan hutan yang dilaksanakan oleh IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR sehingga belum memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat.
  • Masih belum tergalinya potensi-potensi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pelibatan masyarakat dan mitra swasta untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan hutan.
  • Masih adanya aktivitas illegal dalam kawasan hutan seperti perambahan kawasan dan klaim-klaim lahan dalam kawasan hutan, illegal minning, illegal logging serta aktivitas illegal lainnya.

Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan studi baseline carbon stock pada FIP II ini adalah untuk memperoleh deskripsi carbon stock sebagai baseline di wilayah desa target, sebagai landasan untuk memperkirakan dampak sebagai akibat adanya kegiatan FIP II dalam suatu periode tertentu dalam rangka terwujudnya pengelolaan sumberdaya hutan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan secara berkelanjutan.

Lingkup Studi

Studi baselie carbon analysis ini dibatasi pada pengukuran carbon stock hanya di areal target KPH Tanah laut (10 desa). Carbon stock diukur dan dihitung melaui sistem berbasis lahan, dengan mengukur dampak gas rumah kaca (GRK) per unit lahan yang dinyatakan dalam tCO2/ha/tahun sesuai dengan input yang diinginkan oleh Ex-ACT Tools. Masing-masing variabel yang diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan 3 (tiga) situasi yaitu: (1) situasi baseline; (2) skenario dengan proyek dan (3) scenario tanpa proyek.

Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari studi ini adalah dapat menhasilkan informasi awal sebagai  baseline kondisi karbon stock wilayah desa target yang menjadi sasaran kegiatan Forest investment project (FIP) II.

 

GAMBARAN UMUM KPH DAN DESA TARGET

Letak dan Luas KPH

Secara administrasi KPH Tanah Laut berada di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tanah Laut dengan ibukotanya Pelaihari merupakan Kabupaten yang terletak paling Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dan berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Secara astronomis Kabupaten Tanah Laut terletak antara 03o30’– 04o11’ LS dan 114o30’ – 115o23’ BT dengan batas-batas di sebelah Utara dengan Kabupaten Banjar, sebelah Barat dan sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten Tanah Laut saat ini meliputi 11 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Bumi Makmur, Kurau, Bati-Bati, Panyipatan, Takisung, Tambang Ulang, Pelaihari, Bajuin, Batu Ampar, Jorong dan Kintap. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Jorong dan yang paling kecil adalah Tambang Ulang. KPH Tanah laut terdiri atas 8 Kecamatan (selain Bumi Makmur, Kurau, dan Bati-Bati) dan 51 desa.

Kondisi Biofisik dan Sosekbud

  • Iklim

Berdasarkan data iklim 10 tahun terakhir (BMG Banjarbaru), KPH Tanah Laut termasuk daerah beriklim tropis basah, karena tidak terdapat perbedaan musim kemarau dan musim hujan yang tegas. Hujan turun merata sepanjang tahun dengan bulan-bulan relatif basah antara bulan Desember – Pebruari dan bulan-bulan relatif kering antara bulan Juni – Agustus. Curah hujan bagian timur/pantai sebesar 2.324 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 150 hari/tahun dan di bagian barat sampai dengan perbatasan kabupaten curah hujan berkisar antara 2.500 – 3.000 mm/tahun dan di wilayah timur berkisar antara 2.000 – 2.500 mm/tahun.

  • Topografi

Topografi daerah ini bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung-gunung dengan tinggi tempat antara 0 – 1.400 m dpl dan lereng antara 0 % (datar) hingga > 40 % (sangat curam). Bukit dan gunung-gunung tersebut merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Meratus. Areal KPH yang merupakan hutan lindung (HL) keberadaannya tidak kompak dan tersebar secara spot-spot dengan nama kawasan HL sesuai dengan nama bukitnya pada database peta rupa bumi Indonesia (RBI). Hutan lindung tersebut antara lain G. Dadaringan (kecamatan Takisung), G. Cangkring/ G. Talok Dalam dan G. Bira (kecamatan Penyipatan), G. Keramaian, G. Batu, G. Lingkaras (kecamatan Pleihari)

  • Tanah dan Geologi

Berdasarkan peta tanah eksplorasi Kalimantan Selatan, KPH Tanah Laut terdiri atas tanah Podsolik merah kuning (kawasan daerah kering dan pegunungan), tanah Regusol (kawasan hutan pantai dan pesisir), tanah Organosol (daerah rawa) dan tanah alluvial (daerah kanan kiri sungai).

  • Sosial-Ekonomi

Berdasarkan data kabupaten Tanah Laut dalam Angka (2016), Jumlah desa definitif yang tersebar pada sebelas kecamatan di Kabupaten Tanah Laut adalah sebanyak 135 desa. Jumlah penduduk berdasarkan jumlah rumah tangga (KK) saat ini adalah sebesar 80.582 KK, dengan jumlah KK terbesar berada di kecamatan Pelaihari yaitu 17.180 KK dan terkecil berada di kecamatan Kurau yaitu sebesar 3.155 KK.

Rencana Pengelolaan dan Organisasi

Ada beberapa isu pokok di wilayah KPH Tanah Laut yang dapat diidentifikasi antara lain: Masih belum selesainya tata batas kawasan hutan, baik pada kawasan HL, HP dan HPT, maupun tatabatas kawasan untuk pemegang ijin IUPHHK (HTI dan HTR); Belum optimalnya pengelolaan kawasan hutan yang dilaksanakan oleh IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR, sehingga belum memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat; Belum tergalinya potensi-potensi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pelibatan masyarakat dan mitra swasta untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan hutan; dan Adanya aktivitas illegal dalam kawasan hutan seperti perambahan kawasan dan klaim-klaim lahan dalam kawasan hutan, illegal minning, illegal logging serta aktivitas illegal lainnya.

Pemanfaatan hutan dan Lahan di Wilayah KPH

Pemanfaatan hutan dan lahan di wilayah KPH Tanah Laut meliputi dua fungsi kawasan, yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan hutan Hutan produksi.

Gambaran Desa Target dan Interaksinya dengan Wilayah KPH

Wilayah desa target adalah wilayah desa yang diperkirakan akan terdampak oleh adanya program kegiatan investasi hutan (Forest Investment Program/FIP). Wilayah desa target ditentukan berdasarkan overlay beberapa layer antara lain: batas wilayah desa, batas wilayah KPH dan penutupan lahan.

Program dan Kegiatan yang Terkait dengan Masyarakat Desa

Berdasarkan Tujuan Project FIP II dalam kerangka mningkatkan pengelolaan SDA berbasis Masyarakat yang Berkelanjutan dan Pengembangan Kelembagaan: mendorong transformasi program tata kelola kehutanan melalui KPH dan membangun kelembagaan dan kapasitas daerah guna meningkatkan kemitraan dan memperbaiki desentralisasi manajemen kehutanan.

 

METODOLOGI STUDI

Penentuan Desa Target dan Batas Areal Target

Lokasi kegiatan adalah areal target Project FIP II di KPH Tanah Laut yang terdiri atas 10 desa yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan November – Desember 2018. Ada 10 desa target di KPH Tanah Laut, yaitu meliputi: desa Sungai Pinang (Kecamatan Tambang Ulang), desa Ambungan dan Telaga (Kecamatan Pelaihari), desa Ranggang dan Benua Lawas (Kecamatan Takisung), desa Kandangan Lama (Kecamatan Penyipatan), desa Galam (Kecamatan Bajuin), desa Damit hulu dan Pantai Linuh (Kecamatan Batuampar) dan desa Riam Adungan (Kecamatan kintap).

Penentuan Periode Waktu Historis untuk Baseline

Untuk memprediksi kondisi emisi dan carbon stock tanpa (without) intervensi proyek, maka digunakan data land cover periode waktu 5 tahun (2013-2017) yang bersumber dari peta tutupan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang diperlukan dalam kegiatan ini sesuai dengan perangkat yang diacu yaitu Ex-ACT tool adalah:

  • Data digital tutupan lahan 2013-2017
  • Data digital batas desa target proyek di KPH Tanah Laut
  • Data aktivitas masyarakat:
  1. Crop production and management
  2. Grassland and livestock
  3. Land degradation
  4. Fishery & aquaculture
  5. Input investment: lime, fertilizer, pesticide, herbicide
  6. Konsumsi energi: listrik, liquid/gas, kayu bakar, dll
  7. Infrastruktur: irigasi, jalan, dan Emission Factor Database (EFDB)

Metode Pengumpulan Data

Untuk data digital tutupan lahan, letak koordinat kantor desa dan batas desa diperoleh dari lapangan atau dari sumber yang relevan (Ditjen PKTL KLHK, BIG, KPH Tanah Laut). Untuk memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan, diperlukan ground check dan sinkronisasi dengan citra satelit resolusi tinggi terhadap data tutupan lahan.

Analisis Data

Data yang diperoleh, baik primer dan sekunder, akan dianalisis dengan menggunakan accounting tool yang terdapat pada Ex-ACT Tools dengan input yang digunakan adalah informasi spesifik tentang perubahan tutupan lahan, praktek pengelolaan lahan pertanian, aktivitas masyarakat di desa target, dan iklim/agroekologi.

Jadwal Kegiatan Studi

Pekerjaan ini menurut rencana akan selesai dalam tempo 2 bulan (8 minggu)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • Analisis Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan

Data penutupan lahan yang tersedia adalah berupa peta hasil interpretasi citra satelit tahun 2013 dengan format shape file (.shp) bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Data yang disediakan meliputi seluruh wilayah KPH Tanah Laut. KPH ini mencakup kawasan hutan produksi (HP), hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan lindung (HL) dengan total luas keseluruhan 92.641 ha, terdiri atas: HL = 15.862 ha, HP = 71.490 ha dan HPT = 5.289 ha. Hutan produksi konversi (HPK) tidak termasuk dalam wilayah KPH Tanah Laut.

  • Matriks LUC – input data aktivitas untuk Alat EX-ACT Tools

Data aktivitas yang digunakan untuk input berbagai aktivitas (modul) yang relevan pada Alat Ex-ACT Tools bersumber dari matriks LUC yang telah disempurnakan (atas dasar hasil pemeriksaan lapangan dan/atau digunakannya citra dengan resolusi yang lebih tinggi), Lakukan penyesuaian matriks LUC KLHK menjadi kategori LU menurut Alat Ex-Act Tools, (Ex-ACT Tools fokus pada 4 kategori LU : Forest Land, Cropland, Grassland dan Other land), Berikan penjelasan untuk memastikan bahwa penyesuaian LUC KLHK menjadi LUC untuk Alat Ex-ACT Tools cukup konsisten.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

  • Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah sejak tahun 2013 hingga tahun 2017 telah terjadi perubahan penutupan lahan baik berupa deforestasi maupun aforestasi. Deforestasi terjadi pada hutan tanaman industri (Ht) menjadi perkebunan (Pk) dan perkebunan karet (Pkr), sedangkan aforestasi terjadi pada pertanian lahan kering (Pt) menjadi Pertanian lahan kering campuran (Pc). Perubahan tersebut akibat perkembangan jumlah penduduk di wilayah KPH Tanah Laut dan dampak kegiatan FIP II terhadap perubahan tutupan lahan belum tampak.

  • Rekomendasi

Hasil pemetaan penutupan lahan terkini (2017) adalah sangat penting sebagai baseline kondisi awal, untuk memperkirakan dampak perubahan penutupan lahan akibat adanya proyek kegiatan FIP II pada periode tahun – tahun yang akan datang. Untuk meminimalisasi deforestasi harus ada peningkatan pembinaan sosial dan pembinaan kelembagaan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam rangka menjaga kelestarian hutan seperti penanganan pasca panen lebah madu, pertanian menetap, pengembangan hasil hutan non kayu dsb. Kegiatan yang bisa mendorong aforestasi misalnya kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

441
4   0

Ada pertanyaan mengenai pengalaman ini ? Diskusikan pada kolom komentar ini